Sukses

Wamenlu RI: Deklarasi Djuanda Jadi Inspirasi Diplomasi Maritim

Wamenlu A.M Fachir mengatakan bahwa Deklarasi Djuanda menginspirasi diplomasi dalam isu kemaritiman.

Liputan6.com, Jakarta - Memperingati Hari Nusantara, yang merupakan perwujudan Deklarasi Djuanda, Kementerian Luar Negeri RI menggelar Simposium Internasional Peringatan 60 Tahun Deklarasi Djuanda 2017. Perhelatan itu dilaksanakan di Gedung Pancasila Kemlu RI pada Rabu, 13 Desember 2017.

Sejumlah pejabat, figur politik dan komunitas akademik dari dalam maupun luar negeri hadir dalam simposium tersebut.

Ketika menyampaikan pidato kunci pembuka, Wamenlu Fachir menyampaikan bahwa simposium tersebut tak hanya sebatas untuk melakukan glorifikasi atas Deklarasi Djuanda -- yang merupakan pencapaian diplomasi Indonesia dalam bidang klaim maritim --, tapi juga menjadi sebuah wadah diskusi guna memproyeksikan kebijakan kemaritiman RI pada masa depan.

"Forum simposium ini sebagai ajang untuk belajar dari pengalaman dan pencapaian masa lalu (terhadap Deklarasi Djuanda) guna menginspirasi diplomasi maritim yang dilakukan oleh Indonesia pada hari ini dan masa depan, selaras dengan visi RI yang ingin menjadi Poros Maritim Dunia (Global Maritime Fulcrum)," papar Fachir di Jakarta, Rabu (13/12/2017).

Mereka yang hadir meliputi Wakil Menteri Luar Negeri RI A.M Fachir, Utusan Presiden RI untuk Bidang Penetapan Batas Naritim Indonesia - Malaysia Eddy Pratomo, dan Wakil Kepala Staf ALRI Laksmana Madya Achmad Taufiqoerrochman.

Dubes RI untuk International Maritime Organization Rizal Sukma, profesor hukum kemaritiman dari National University of Singapore Robert Beckman, dan sejumlah delegasi diplomatik negara sahabat turut hadir dalam simposium tersebut.

 

2 dari 3 halaman

Diplomasi Kemaritiman Memainkan Peranan Penting

Dalam kesempatan yang sama, Eddy Pratomo yang hadir sebagai pembicara simposium mengatakan bahwa manfaat pencapaian RI atas Deklarasi Djuanda semakin terasa dan kian relevan dengan isu kemaritiman masa kini, seperti Laut China Selatan, isu penangkapan ikan secara ilegal, perbatasan laut, dan polemik klaim pulau oleh negara tetangga.

Gagasan relevansi ideal yang mampu ditawarkan oleh Deklarasi Djuanda adalah bahwa isu kemaritiman yang tengah menghangat, sesungguhnya mampu diselesaikan melalui jalur diplomasi tanpa perlu bagi negara yang bersengketa untuk "memuntahkan sebutir" peluru demi mencapai kata sepakat.

Ditambah lagi, deklarasi tersebut menurut Eddy, "Mampu melanjutkan pengembangan yang progresif, serta memengaruhi paradigma masyarakat juga pemerintah Indonesia mengenai potensi maritim yang dapat diserap dan dikelola oleh kita," pungkasnya dalam salah satu kalimat paparan simposium.

Melanjutkan paparan materi simposium, Rizal Sukma mengatakan bahwa pencapaian Deklarasi Djuanda tak boleh menjadi akhir dari strategi diplomasi kebijakan Indonesia dalam bidang kemaritiman, tapi menjadi sebuah landasan guna memperjuangkan visi Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia.

Sementara itu, dalam kesempatannya menyampaikan materi simposium, Robert Beckman mengatakan bahwa Indonesia harus terus mempertahankan perannya sebagai pemimpin dalam bidang diplomasi kemaritiman pada masa depan.

Kepemimpinan itu dilakukan sebagai bentuk perwujudan atas semangat Tanah Air kala memperjuangkan Deklarasi Djuanda serta menjadi salah satu negara yang aktif dalam merampungkan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) beberapa dekade lalu.

"Indonesia telah menjadi contoh dan memainkan peran krusial dalam memperjuangkan berbagai gagasan serta ketentuan kedaulatan kemaritiman, seperti archipelagic state yang kemudian diikuti oleh Fiji dan Filipina, archipelagic sea lanes, archipelagic passageway, serta berbagai macam konsep lain," papar Beckman.

"Dan dalam semua itu, Indonesia memainkan peran yang penting dan krusial, tak hanya demi kepentingan kemaritiman domestiknya, namun juga dalam gagasan kawasan Indo - Pasifik. Karena kawasan laut Anda (Indonesia), tak hanya secara geografis, namun juga strategis, berada di jantung kebijakan maritim penting dunia," tambahnya.

 

3 dari 3 halaman

60 Tahun Deklarasi Djuanda

Sebagai pengingat atas perayaan serta pencapaian positif Deklarasi Djuanda, 13 Desember ditetapkan menjadi perayaan nasional Hari Nusantara oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Deklarasi Djuanda dicetuskan pertama kali pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia Djuanda Kartawidjaja. Pakta itu menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia mencakup kawasan laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Tanah Air, yang seluruhnya menjadi satu kesatuan wilayah negara yang berdaulat -- atau konsep yang disebut sebagai "The Archipelagic State".

Pada 1982, melalui berbagai pasang-surut diplomasi yang panjang, deklarasi tersebut diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III (UNCLOS 1982).

Dua ketentuan itu membuat teritorial maritim Indonesia bertambah dan memberikan kontribusi dalam perluasan wilayah Tanah Air secara keseluruhan -- yang sebelumnya seluas sekitar 2 juta menjadi (setelah Deklarasi Djuanda dan UNCLOS 1982) hampir sekitar 6 juta km persegi.

Bertambahnya teritorial maritim itu memberikan keuntungan signifikan bagi Indonesia guna menyerap serta mengelola sumber daya yang berbasis laut. Dan hal itu dimanfaatkan oleh Presiden Joko Widodo yang berkeinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara poros maritim dunia.