Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak deklarasi bahwa Yerusalem Timur adalah ibu kota Palestina yang diumumkan oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Merespons hasil KTT Luar Biasa OKI tersebut, Netanyahu justru mengatakan bahwa "berbagai pernyataan (OKI) gagal mengesankannya".
"Kebenaran akan menang pada akhirnya dan banyak negara akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel serta memindahkan kedutaan besar mereka," kata Netanyahu seperti dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (15/12/2017).
Sebelumnya, pada hari Rabu, OKI mendesak komunitas internasional untuk mengikuti jejak mereka dengan menyatakan bahwa pengakuan atas Yerusalem berbahaya.
Advertisement
Pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel diumumkan Trump pada 6 Desember lalu. Dalam kesempatan yang sama, Trump juga memerintahkan pemindahan segera Kedubes AS ke kota tersebut.
Tidak hanya menyebut kebijakan Trump berbahaya, OKI juga menegaskan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional.
Baca Juga
"Tidak hanya sebagai ibu kota Israel, namun di Yerusalem kita menjunjung tinggi kebebasan beribadah bagi semua agama dan kitalah satu-satunya yang membuat pernyataan tersebut di Timur Tengah sementara tak seorang pun melakukannya," tutur Netanyahu.
Ia menambahkan, "Rakyat Palestina akan mengakui kenyataan dan bekerja mewujudkan perdamaian serta membenarkan fakta lainnya tentang Yerusalem."
KTT Luar Biasa OKI
Untuk menanggapi pengakuan Trump atas Yerusalem, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak diadakannya KTT Luar Biasa OKI. Maka pada 13 Desember lalu, Istanbul menjadi tuan rumah pertemuan OKI yang dihadiri lebih dari 20 kepala negara, termasuk di antaranya Presiden Joko Widodo.
Hasil KTT Luar Biasa OKI mendeklarasikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. OKI menolak pengakuan sepihak Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
OKI juga mendesak PBB untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina dan menyatakan bahwa pemerintahan Trump bertanggung jawab atas "semua konsekuensi jika tidak mencabut keputusan ilegal itu".
"Bagi kami deklarasi (Trump) berbahaya, yang bertujuan untuk mengubah status hukum kota (Yerusalem), tidak sah dan tidak memiliki legitimasi," ujar OKI dalam pernyataan bersamanya.
Marwan Bishara, analis politik senior Al Jazeera mengatakan bahwa KTT Luar Biasa OKI di Istanbul menyoroti bahwa rakyat Palestina, warga Arab dan muslim terus berkomitmen pada perdamaian.
"Sekarang, negara-negara muslim dengan bersekutu bersama Palestina mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina," terang Bishara.
"Dan negara-negara Islam tersebut siap untuk menghukum setiap negara yang mengikuti jejak Amerika Serikat dalam hal mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," ucapnya.
Analis, bagaimana pun, ragu Turki dapat menjembatani kesenjangan dalam dunia politik muslim yang terbagi atas Syiah dan Sunni. Sejumlah pemain kunci seperti Mesir, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dinilai tidak akan mengambil risiko dengan garang mengumandangkan sikap anti-Washington.
Advertisement