Sukses

WHO: Penderita Demensia Naik Tiga Kali Lipat Tahun 2050

Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang mana mengakibatkan perubahan pada pasien dalam cara berpikir.

Liputan6.com, New York - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa jumlah orang yang menderita demensia secara global akan naik tiga kali dari 50 juta menjadi 152 juta pada tahun 2050.

Di Jenewa, Swiss, WHO meluncurkan sistem pemantauan global mengenai demensia, yang akan melacak kemajuan dan mengenali bidang-bidang keprihatinan.

Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang mana mengakibatkan perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan berinteraksi dengan orang lain. Demikian dilansir dari laman VOA Indonesia, pada Sabtu (16/12/2017).

WHO melaporkan, demensia menimbulkan beban sosial dan ekonomi yang besar, yang akan tumbuh seiring bertambahnya usia dan akhirnya membuat orang takluk pada penyakit jiwa.

Organisasi ini memperkirakan, lima persen populasi tua di dunia menderita demensia dan membutuhkan perawatan.

Bertentangan dengan pendapat umum, WHO mengatakan bahwa ini bukanlah masalah negara kaya karena demensia juga menimpa orang yang tinggal di negara-negara miskin.

WHO juga mengatakan, biaya merawat penderita demensia terbilang besar.

"Banyak orang menganggap, demensia adalah bagian normal dari proses menua. Kita perlu memikirkan risiko, mencegah demensia karena faktor risiko demensia sama dengan penyakit menular," ujar Tarun Dua, seorang dokter kesehatan jiwa.

"Olahraga, diet yang baik, tidak menggunakan tembakau, mengurangi minuman berkadar alkohol, semua itu bisa menurunkan risiko demensia," tambahnya.

Seiring dengan itu Tarun Dua juga mengatakan, orangtua yang menderita depresi harus mendapat perawatan.

"Seiring dengan itu dia mengatakan, orangtua yang menderita demensia harus mendapat perawatan," jelas Tarun Dua.

 

2 dari 2 halaman

Suami Ratu Denmark Divonis Menderita Demensia

Demensia dapat menyerang siapa saja, termasuk Pangeran Hendrik (83), suami dari Ratu Denmark Margrethe. Hal itu disampaikan langsung oleh pihak istana pada September 2017.

"Setelah proses diagnosis yang panjang dan serangkaian pemeriksaan selama musim panas lalu, tim spesialis pun menyimpulkan bahwa Yang Mulia Pangeran Henrik menderita demensia," demikian pernyataan istana, seperti dikutip dari News.com.au.

"Tingkat kegagalan kognitif lebih besar dari yang dipertimbangkan mengingat usia pangeran," imbuh pernyataan tersebut.

Henrik, yang menikahi Margrethe pada 1967, pensiun dari tugas-tugas kerajaan tahun lalu. Tidak hanya itu, ia juga menanggalkan gelarnya sebagai Prince Consort atau pangeran pendamping ratu karena kecewa tidak dinobatkan sebagai King Consort atau raja pendamping ratu.

Sejak pensiun ia hanya tampil dalam beberapa acara resmi, dan selebihnya memilih menghabiskan sebagian besar waktunya di kebun anggur pribadinya di Prancis.

Di Denmark, seorang putri praktis akan menjadi ratu saat suaminya mengambil alih takhta. Namun, hal serupa tidak akan terjadi jika perannya dibalik.

Pangeran Henrik lahir di Prancis pada 1934 dengan nama Henri Marie Jean Andre de Laborde de Monpezat. Pernikahannya dengan Ratu Margrethe dikaruniai dua anak, yakni Pangeran Frederik dan Pangeran Joachim.

  • Dementia sering disalahartikan sebagai penyakit pikun. Namun sebenarnya, demensia bukanlah penyakit melainkan gejala suatu penyakit.

    Demensia