Liputan6.com, Washington, DC - Sudah menjadi rahasia umum bahwa Donald Trump yang didukung Partai Republik sama sekali tak memercayai isu lingkungan. Bagi mereka, perubahan iklim dan pemanasan global adalah hoax.
Usai keluar dari Kesepakatan Paris, Donald Trump melarang semua institusi terkait untuk menggunakan istilah 'perubahan iklim'. Langkah itu dikecam oleh banyak pihak.
Terbaru, Trump kembali menafikan perubahan iklim. Dia mencoret istilah itu dari daftar ancaman global dalam Strategi Keamanan Nasional Baru Amerika Serikat atau New National Security Strategy (NSS).
Advertisement
Sebaliknya, dalam dokumen NSS, Trump menekankan perlunya AS memperoleh kembali daya saing ekonominya di dunia.
Sikap tersebut merupakan perubahan tajam dari NSS pemerintahan Barack Obama, yang menempatkan perubahan iklim sebagai salah satu bahaya utama yang dihadapi negara tersebut. AS bahkan membangun konsensus internasional mengenai pemanasan global yang merupakan prioritas keamanan nasional. Demikian seperti dikutip dari The Guardian pada Selasa (19/12/2017).
Baca Juga
Pejabat Gedung Putih mengatakan pada hari Minggu bahwa NSS ala Trump merupakan puncak dari 11 bulan kolaborasi antara semua lembaga keamanan terkemuka, kebijakan luar negeri, dan badan ekonomi pemerintah.
Dengan mengesampingkan perubahan iklim sebagai ancaman keamanan nasional tampaknya bertentangan terhadap pandangan yang sebelumnya diungkapkan oleh Menteri Pertahanan, James Mattis.
Meski demikian, pejabat pendukung Trump setuju bahwa perubahan iklim bukanlah ancaman.
"Perubahan iklim tidak teridentifikasi sebagai ancaman keamanan nasional, tapi iklim dan pentingnya lingkungan serta kepedulian terhadap lingkungan tetap dibahas," kata seorang pejabat senior pemerintah.
Pejabat lain mengatakan ucapan Trump saat dia mengumumkan bahwa dia membawa AS keluar dari kesepakatan iklim Paris "akan menjadi pedoman bagi bahasa di NSS mengenai iklim".
Dalam pidato tersebut pada Juni 2017, Trump menyatakan, "Saya terpilih untuk mewakili warga Pittsburgh, bukan Paris" dan menuduh kesepakatan tersebut "mengekang Amerika Serikat sementara negaranya memberdayakan beberapa negara paling parah polusinya di dunia".
Situs Federalist ialah yang pertama kali melaporkan bahwa Trump akan mencoret perubahan iklim dari NSS, mengutip draf dokumen tersebut. Lembaga itulah yang menyarankan agar pemerintah Trump secara aktif menentang usaha untuk mengurangi pembakaran minyak, gas, dan batu bara untuk energi.
"Kepemimpinan AS sangat diperlukan untuk melawan agenda anti terhadap pertumbuhan energi yang merugikan kepentingan keamanan ekonomi dan energi AS," tulis situs tersebut mengutip dokumen NSS.
"Dengan permintaan energi global pada masa depan, sebagian besar negara berkembang akan membutuhkan bahan bakar fosil, serta bentuk energi lainnya, untuk memberi kekuasaan pada ekonomi mereka dan mengangkat orang-orang mereka keluar dari kemiskinan."
Seorang pejabat senior mengatakan pada hari Minggu bahwa perbedaan utama antara NSS Trump dan pendahulunya adalah penekanan baru pada masalah keamanan dan ekonomi perbatasan.Â
"Masalah ekonomi ... mendapat lebih banyak perhatian," kata pejabat tersebut. "Desakan bahwa keamanan ekonomi adalah keamanan nasional." Dengan demikian, pejabat itu menyimpulkan, perubahan iklim bukanlah ancaman.
Â
Menhan AS Pernah Bilang Perubahan Iklim Berbahaya
Dalam kesaksian yang tidak dipublikasikan yang diberikan kepada Kongres setelah audiensi usai terpilih sebagai Menteri Pertahanan pada Januari, James Mattis mengatakan bahwa militer AS harus mempertimbangkan bagaimana pencairan Arktik dan kekeringan di titik-titik api global akan menimbulkan tantangan sekarang dan masa depan.
"Perubahan iklim berdampak pada stabilitas di wilayah dunia di mana pasukan kita beroperasi hari ini," tulis Mattis dalam sebuah jawaban atas pertanyaan yang diajukan setelah audiensi publik oleh anggota komite Demokrat.
Mattis dan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dilaporkan berargumentasi dengan Donald Trump setelah Presiden AS itu berencana keluar dari kesepakatan iklim di Paris.
Adapun pejabat lain mengatakan, dokumen NSS yang beredar dianggap belum final.
"Sejauh yang bisa kami tentukan, Presiden tidak pernah membicarakan hal ini," kata seorang pejabat senior pemerintah.
Â
Advertisement