Liputan6.com, Washington, DC - Majelis Umum PBB akan menggelar sidang darurat pada Kamis, 21 Desember. Dalam kesempatan tersebut akan diadakan pemungutan suara terkait rancangan resolusi yang menolak pengakuan Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Sidang darurat terpaksa dilaksanakan menyusul veto yang dikeluarkan Amerika Serikat terhadap rancangan resolusi sebelumnya di forum Dewan Keamanan PBB.
Menyikapi sidang darurat Majelis Umum PBB, Trump pun melontarkan ancaman. Presiden AS ke-45 itu memperingatkan akan menahan kucuran bantuan "miliaran" dolar AS bagi negara-negara pendukung rancangan resolusi penolakan atas pengakuan Yerusalem.
Advertisement
Ancaman Trump tersebut muncul setelah Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, lebih dulu merilis ultimatum bahwa ia akan "mencatat" negara-negara mana saja yang mendukung lahirnya resolusi tersebut.
"Biarkan mereka memilih untuk melawan kita," ujar Trump dalam rapat kabinet pada Rabu waktu Washington seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (21/12/2017).
Trump melanjutkan, "Kita akan banyak berhemat. Kami tidak peduli. Tapi ini tidak akan seperti dulu lagi di mana mereka memilih melawan dan kemudian kita memberi mereka ratusan juta dolar. Kita tidak lagi bisa dimanfaatkan".
"Saya menyukai pesan yang disampaikan Nikki (Dubes AS) kemarin," tegas Trump.
Pernyataan Trump tersebut dinilai ditujukan pada negara anggota PBB asal Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang dianggap lebih rentan terhadap tekanan AS. Termasuk, Mesir yang merancang resolusi di forum DK PBB. Tahun lalu, Negeri Piramida itu menerima bantuan dari AS senilai US$ 1,2 miliar.
Baca Juga
Namun, tidak menutup kemungkinan ancaman Trump juga beresonansi di kawasan lain seperti Inggris misalnya. Negeri Ratu Elizabeth itu tengah harap-harap cemas agar dapat cepat menegosiasikan kesepakatan dagang dengan AS pasca-Brexit.
Diperkirakan, sekutu AS seperti Inggris, Prancis, Italia, Jepang, dan Ukraina akan mendukung resolusi di forum sidang darurat Majelis Umum PBB. Sebelumnya, negara-negara yang sama juga menyokong rancangan resolusi di DK PBB.
Seorang diplomat di DK PBB membocorkan bahwa sejumlah negara seperti Kanada, Hongaria, dan Republik Ceko kemungkinan akan tunduk pada tekanan Washington.
Ancaman Dubes Haley
Intervensi luar biasa Trump dalam resolusi PBB dinilai menandai eskalasi ketegangan diplomatik terbaru atas sebuah keputusan yang telah membuat AS banyak dikritik dan diisolasi.
Sementara itu, ultimatum yang dikeluarkan oleh Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley, disampaikannya melalui sebuah surat kepada para Duta Besar PBB, termasuk diplomat asal Eropa. Ia mengatakan akan melapor pada Trump, nama-nama yang mendukung rancangan resolusi untuk menentang kebijakan AS mengakui Yerusalem ibu kota Israel.
Dalam suratnya, Haley menulis, "Sebagaimana Anda memberikan suara Anda, saya ingin Anda tahu bahwa Presiden (Trump) dan AS meresponsnya secara personal. Presiden akan menyimak pemungutan suara dengan saksama dan meminta saya melaporkan padanya siapa saja yang telah melawan kami".
Sementara itu melalui akun Twitternya, Haley mentwit, "Di PBB, kami selalu diminta untuk berbuat banyak dan memberikan banyak. Jadi, ketika kami membuat sebuah keputusan, berdasarkan keinginan rakyat AS, tentang dimana lokasi Kedubes kami, maka kami tidak mengharapkan pihak yang telah banyak kami bantu menargetkan kami..."
Sebenarnya, rancangan resolusi terbaru di Majelis Umum PBB nantinya sangat mirip dengan yang digagas di forum DK PBB. Yang berbeda hanya, di Majelis Umum PBB, penggunaan hak veto tidak berlaku.
Rancangan resolusi tersebut menegaskan kembali 10 resolusi DK PBB sebelumnya, termasuk yang menyebutkan bahwa status akhir Yerusalem harus diputuskan dalam perundingan langsung antara Palestina dan Israel.
Advertisement