Sukses

UNICEF: 2017 Jadi Tahun yang Buruk Bagi Anak-Anak di Yaman

Badan PBB Urusan Kesejahteraan Anak (UNICEF) menilai bahwa tahun ini menjadi tahun terburuk bagi anak-anak Yaman.

Liputan6.com, Sana'a - Memasuki pengujung 2017, Badan PBB Urusan Kesejahteraan Anak (UNICEF) menilai bahwa tahun ini menjadi tahun terburuk bagi anak-anak Yaman.

Penilaian itu muncul di tengah Perang Saudara yang masih berkecamuk, wabah kolera yang mengganas dan krisis kemanusiaan yang kian merebak di negara beribu kota Sana'a tersebut.

"Tahun 2017 menjadi masa yang terburuk bagi anak-anak Yaman. Per bulan Desember saja, lebih dari 80 anak tewas atau terluka," kata Perwakilan UNICEF di Yaman, Meritxell Relano seperti dikutip dari UN.org, Rabu (27/12/2017).

Kondisi itu kian diperparah oleh jutaan kasus pasien epidemi kolera, bencana kelaparan, gangguan sistem pelayanan kesehatan, serta perang di Yaman.

Atas fakta kondisi tersebut, Relano mendesak agar masalah di Yaman harus diselesaikan melalui solusi politik -- yang melibatkan entitas negara, pemerintah, politisi dan organisasi internasional.

"Tanpa adanya solusi politik, akan banyak anak-anak yang meninggal ke depannya," lanjut Relano.

Saat ini, tambah Relano, UNICEF dan didukung oleh Bank Dunia tengah mengalirkan dana bantuan darurat kepada mereka yang membutuhkan. Tercatat, ada sekitar 1,3 juta rumah tangga di Yaman atau sekitar 8 juta orang yang memerlukan bantuan dana bantuan darurat tersebut.

2 dari 2 halaman

Rekor Dunia, Wabah Kolera di Yaman Mencapai 1 Juta Orang

Wabah Kolera yang merebak di Yaman mencapai titik nadir terburuknya.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae itu telah menginfeksi 1 juta penduduk di Yaman. Komite Palang Merah International (ICRC) mengatakan, angka itu terhitung pada tanggal 22 Desember 2017.

Angka itu merupakan sebuah rekor dunia dan paling buruk dalam sejarah epidemi penyakit tersebut. Demikian seperti dikutip dari ABC Australia.

Sementara itu, terhitung sejak Oktober 2016, kolera telah merenggut sekitar 2.200 nyawa manusia di Yaman.

Kekurangan air bersih, pasokan makanan dan bahan bakar membuat otoritas kesehatan serta organisasi kemanusiaan tak berdaya untuk menghentikan wabah Kolera di Yaman.

Komite Palang Merah Internasional (ICRC) juga mengatakan, lebih dari 80 persen warga Yaman terdampak atas kekurangan pasokan tersebut.

Minimnya pasokan juga semakin diperparah usai blokade laut dan udara yang dipimpin oleh koalisi Arab Saudi (sebagai bagian dari intervensi Riyadh dalam Perang Saudara Yaman secara keseluruhan) sejak November 2017.

Blokade itu menghambat kiriman suplai bantuan kemanusiaan untuk Yaman.

Mengomentari kondisi nahas tersebut, Shane Stevenson, direktur organisasi kemanusiaan Oxfam di Yaman mengatakan sangat terkejut dengan rekor baru mengerikan negara ber-ibu kota Sana'a itu.

"Sungguh memalukan bahwa di Abad ke-21, Kolera yang sejatinya penyakit kuno dan mudah diobati, dapat menginfeksi lebih dari satu juta orang di satu negara," kata Stevenson.

"Ini adalah wabah terburuk yang tercatat di dunia, sebuah tragedi buatan manusia yang didorong oleh lebih dari 1.000 hari perang, tanpa henti dan ampun," lanjutnya mengomentari Perang Saudara Yaman yang tak kunjung usai.

Perang yang terus berlangsung, lanjut Stevenson, perlahan-lahan semakin menghancurkan seluruh aspek kehidupan di Yaman.

Menurut data Oxfam, lebih dari 16 juta orang di Yaman terkendala kekurangan air bersih dan pasokan makanan. Seiring waktu, angka itu akan terus bertambah, jika Saudi Cs tak segera menghentikan blokade mereka terhadap Yaman.

Di samping wabah kolera, sekitar 8 juta orang Yaman juga berada di ambang kelaparan, dalam apa yang PBB katakan sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Rumah sakit di ibukota Sana'a dan daerah pedesaan juga telah dipenuhi anak-anak kekurangan gizi yang menghadapi kelaparan.

Video Terkini