Sukses

17 Pebisnis Asing Ditahan Bersama Para Pangeran Arab Saudi?

Sumber anonim menyebut, 17 pebisnis dari AS, Inggris, dan Prancis telah ditahan oleh otoritas Arab Saudi atas dugaan kasus korupsi.

Liputan6.com, Riyadh - Seorang pejabat yang anonim mengatakan bahwa 17 pebisnis dari Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis telah ditahan oleh otoritas Arab Saudi atas dugaan kasus korupsi.

Kabar penahanan para pebisnis Barat itu mencuat beberapa pekan usai otoritas antikorupsi Saudi--yang dipimpin oleh Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad Bin Salman (MBS)-- melakukan operasi penangkapan terhadap anggota kerajaan yang diduga terlibat dalam kasus rasuah pada November 2017.

Mereka yang ditangkap meliputi delapan warga Amerika Serikat, enam warga Inggris, dan tiga warga Prancis. Demikian seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (28/12/2017).

Sang pejabat, yang mengaku dekat dan paham dengan MBS, juga mengatakan bahwa orang-orang tersebut termasuk di antara figur yang ditahan di Hotel Ritz Carlton Riyadh--tempat penahanan para anggota kerajaan yang ditangkap dalam operasi otoritas antikorupsi Saudi.

Lebih lanjut, narasumber anonim itu juga mengatakan beberapa dari 17 pengusaha tersebut mengalami siksaan dari aparat Saudi selama menjalani penahanan di Ritz Carlton.

"Aparat memukul, menyiksa, menampar dan menghina mereka," kata si narasumber anonim.

Para pebisnis itu, menurut sang narasumber, tak hanya sekedar berkunjung untuk satu-dua hari. Namun, telah menetap lama di Arab Saudi menggunakan visa kerja, menjadikan mereka sebagai warga asing yang berstatus ekspatriat.

Meski begitu, informasi tersebut masih belum dapat diverifikasi secara independen.

Kendati demikian, pihak Kedutaan Arab Saudi di Amerika Serikat mengatakan bahwa negaranya akan "mematuhi segala undang-undang atas penangkapan tersebut". Namun, pihak kedutaan menolak untuk mengelaborasi detail individu yang telah ditangkap dalam operasi otoritas antikorupsi Saudi.

Setali tiga uang, baik Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis belum memberikan respons yang komprehensif ketika dimintai keterangan terkait dugaan penangkapan sejumlah warga negaranya.

Kementerian Luar Negeri AS saat dimintai keterangan terkait penangkapan tersebut hanya mengatakan "Tak dapat mengomentari kasus hukum perorangan karena pertimbangan privasi."

Sedangkan Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan belum menerima kabar terkait penangkapan di Arab Saudi tersebut. Sementara Prancis, menolak untuk berkomentar.

2 dari 2 halaman

11 Pangeran Arab Saudi Ditangkap demi Amankan Takhta?

Penangkapan besar-besaran dilakukan badan anyar yang dipimpin Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman, Sabtu malam, 4 November 2017. Sekali ciduk, 11 pangeran, empat menteri yang masih menjabat, dan belasan eks anggota kabinet pemerintahan terjaring.

Pemberantasan korupsi jadi alasan penangkapan para elite. Namun, sejumlah analis beranggapan, itu adalah dalih menuju takhta.

"Pangeran Bin Salman mungkin berdalih ia tengah melawan korupsi. Namun, penangkapan terhadap menteri, eks anggota kabinet, dan para pangeran senior akan mengejutkan para pemerhati isu Arab, yang akan menganggap langkah itu sebagai sebuah konsolidasi kekuasaan," kata David Ignatius, pemerhati politik asal Amerika Serikat sekaligus kolumnis untuk The Washington Post.

Salah satu figur ternama yang ditangkap adalah Pangeran Alwaleed Bin Talal, cucu pendiri Saudi, Abdulaziz al-Saud, dan keponakan raja yang menjabat saat ini, Salman Bin Abdulaziz al-Saud.

Dengan bendera King Holding Company, Alwaleed, yang pernah masuk dalam daftar orang terkaya dunia versi Forbes itu, diketahui memiliki investasi di sejumlah perusahaan ternama asal Amerika Serikat. Sebut saja Twitter, Apple, News Corporation, Citigroup, hotel Four Seasons, Ratona Group, dan perusahaan layanan berbagi transportasi Lyft.

Ada satu nama lagi yang penangkapannya mengejutkan. Ia adalah Pangeran Miteb bin Abdullah, Kepala Garda Nasional Arab Saudi.

Ayah Pangeran Miteb adalah almarhum Raja Abdullah, yang juga pernah memimpin Garda Nasional dan mengubahnya menjadi pasukan yang kuat dan bergengsi.

Tugas utama Garda Nasional adalah melindungi Dinasti Al Saud yang berkuasa, mengamankan tempat-tempat suci yang penting di Mekah dan Madinah, juga ladang-ladang minyak yang membuat Arab Saudi dijuluki negara petrodolar.

Pangeran Miteb pernah dianggap sebagai pesaing takhta. Pelengserannya sebagai pimpinan Garda Nasional bahkan sudah dianggap sebagai upaya menyingkirkan rival terberat sang putra mahkota.

Penggulingan Pangeran Miteb dilakukan hanya tiga bulan setelah Pangeran Mohammed bin Nayef disingkirkan dari garis suksesi sekaligus dari jabatannya sebagai menteri dalam negeri. Sebelumnya, dialah yang menyandang gelar putra mahkota.

Usai dua pangeran tersingkir, kendali bidang keamanan kini ada di tangan Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Hanya dalam dua tahun, Mohammed bin Salman menjelma jadi sosok sentral. Tak hanya berstatus putra mahkota, ia juga menjabat sebagai wakil perdana menteri--di bawah sang ayah yang juga menjabat sebagai PM--dan menteri pertahanan. Semua posisi bergengsi itu didapatnya di usia muda, yakni 32 tahun.

Seperti dikutip dari The New York Times, kekuasaannya yang menggurita tentu saja memicu resistensi di dalam maupun luar keluarga kerajaan. Pengangkatan Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota bahkan tak disetujui secara bulat oleh para bangsawan. Ia melewati sekitar 36 pangeran lain yang dianggap mampu memerintah Arab Saudi.

Dalam sistem suksesi Arab Saudi, kekuasaan diberikan secara bergiliran antara anak-anak dan keturunan pendiri kerajaan, Raja Abdulaziz atau Ibn Saud sejak kematiannya pada 1953.

Itu mengapa, pemilihan raja Arab Saudi dilakukan dengan mengedepankan primus inter pares alias musyawarah daripada monarki absolut.

Namun, sejarah mencatat, dua raja dilengserkan secara paksa. Raja Saud bin Abdulaziz al Saud digulingkan pada 1964. Sementara, Raja Faisal bin Abdul Aziz dibunuh keponakannya sendiri. Itu artinya, sistem suksesi yang mengedepankan stabilitas "boleh" dilanggar.

Sejumlah dugaan menyebut, Raja Salman yang kini berusia 81 tahun bisa jadi mundur dalam waktu dekat, dengan alasan kesehatan. Atau, ia bisa saja mangkat.

Manuver Mohammed bin Salman diduga untuk memuluskan jalannya menuju takhta. Bisa jadi, ia ingin menyingkirkan bibit-bibit perlawanan. "Sang pangeran muda hendak menggenggam kekuatan eksekutif itu secara agresif demi mendorong agendanya," ucap David Ignatius.