Liputan6.com, Kabul Kelompok teroris ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan pada Kamis, 28 Desember 2017 lalu.
Bom bunuh diri itu menyasar sebuah gedung pusat kebudayaan Syiah dan kantor berita Afghan News Agency yang terletak di bangunan yang sama.
Peristiwa itu menewaskan 41 orang serta 84 lainnya terluka. Dua di antara korban tewas adalah anak-anak. Demikian seperti dilansir CNN, Jumat (29/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Lewat corong media Amaq News Agency, kelompok teroris ISIS mengklaim sebagai dalang di balik serangan bom bunuh diri tersebut.
Muncul Dua Ledakan Susulan
Seorang bomber bunuh diri menyusup ke tengah ruang bawah tanah bangunan pusat kebudayaan Syiah pada Kamis 28 Desember, pukul 10.30 pagi waktu setempat.
Di tempat itu, kerumunan yang berjumlah hampir 100 orang sedang berkumpul untuk memperingati ulang tahun invasi Uni Soviet ke Afghanistan.
Kemudian, pelaku meledakkan bom yang dibawanya, menimbulkan korban tewas dan luka serta sejumlah kerusakan.
Afghan News Agency, yang berkantor di bangunan yang sama di lantai atas, ikut terdampak.
Kemudian, muncul dua ledakan susulan di gedung yang sama. Namun, ledakan susulan itu tak menimbulkan korban manusia.
Usai kejadian, ambulans dan aparat keamanan bergegas menuju lokasi kejadian. Penegak hukum lantas segera mengamankan tempat kejadian perkara dan perimeter.
Presiden Afghanistan Mengutuk Serangan
Lewat akun Facebook pribadi, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengutuk serangan tersebut. Ia juga berjanji bahwa pemerintah akan menumpas seluruh kelompok teror.
"Teroris, mereka menutupi kekalahannya dengan menyerang mesjid, tempat religi, institusi pendidikan dan membunuh warga sipil -- anak-anak dan perempuan," kata Ghani.
Duta Besar Amerika Serikat untuk Afghanistan, John Bass ikut merespons peristiwa nahas tersebut.
"Serangan terbaru itu adalah contoh bahwa ada pihak yang ingin mengganggu perdamaian serta stabilitas di Afghanistan," kata Bass.
"Amerika Serikat akan terus berdiri bersama Afghanistan untuk meraih perdamaian, keamanan dan kesejahteraan," lanjutnya.
Kejadian Rutin
Kabul dan beberapa kota lain di Afghanistan telah menjadi lokasi langganan peristiwa teror. Pelaku melakukan penyerangan terhadap bangunan maupun individu militer, polisi dan sipil.
Baik ISIS dan Taliban kerap mengklaim serangan-serangan tersebut. Keduanya juga rutin berpartisipasi dalam konflik bersenjata yang memicu keresahan masyarakat sipil sekitar.
Awal pekan ini, setidaknya 10 orang tewas setelah seorang penyerang meledakkan sebuah bom bunuh diri di Kabul. Serangan itu lantas diklaim oleh ISIS.
Serangan awal pekan itu menargetkan kantor Direktorat Keamanan Nasional Afghanistan, dekat Kedutaan Besar AS dan misi diplomatik negara asing.
Sementara itu, ledakan yang ikut berdampak pada Afghan News Agency itu merupakan yang terbaru dalam serangkaian serangan bom yang kerap menyasar kantor media dan berita di Afghanistan. Bulan lalu, sebuah stasiun televisi swasta di Kabul turut menjadi sasaran.
Menurut sebuah laporan dari kelompok kebebasan media Reporters Without Borders pada awal bulan ini, Afghanistan ditetapkan sebagai salah satu negara yang paling berbahaya di dunia bagi para pekerja media.
Afghanistan sendiri merupakan negara dengan jumlah korban luka dan tewas akibat serangan bom yang tertinggi di dunia. Setiap bulannya, rata-rata korban tewas akibat peristiwa semacam itu mencapai 140 orang.
Advertisement