Sukses

Tak Kunjung Tunjuk Dubes Baru, AS Anggap Australia Tak Penting?

Enam belas bulan sudah Amerika Serikat tak kunjung menempatkan duta besar di Canberra. Australia kini dianggap sekutu prioritas rendah?

Liputan6.com, Canberra - Enam belas bulan sudah Amerika Serikat tak kunjung menempatkan duta besar di Canberra. Banyak pihak bertanya-tanya, ada apa. Namun, bagi mantan wakil Perdana menteri Australia, Tim Fischer, ini pertanda AS "menurunkan" derajat Negeri Kanguru di mata mereka. Dianggap tak penting lagi.

Hubungan AS-Australia alami pasang surut pasca-Donald Trump jadi Presiden AS. Pada Januari 2017, keduanya dikabarkan saling melontarkan kata-kata kasar ketika membahas kebijakan pengungsi lewat sambungan telepon.

Tidak hanya itu, Trump bahkan dikabarkan menutup telepon dengan tiba-tiba.

Belakangan, hubungan AS-Australia jadi sorotan, setelah New York Times mengungkapkan bahwa utusan khusus Canberra untuk Inggris, Alexander Downer "terlibat" dalam urusan investigasi FBI terkait campur tangan Rusia dalam pilpres AS 2016. Demikian seperti dikutip dari News.com.au, Rabu (3/1/2018).

Fischer kepada Fairfax Media mengatakan, tak kunjung ditunjuknya Dubes AS untuk Australia sebagai tanda tensi meninggi antarkedua negara.

AS hingga saat ini tak juga menunjuk dubes baru, setelah John Berry meninggalkan posnya di Canberra pada September 2016 lalu.

Wakil Kepala Misi AS, James Carouso bertindak sebagai dubes semenjak September 2016. Adapun, nama yang digadang-gadang jadi dubes Australia adalah Laksamana Harry Harris. Namun, tak kunjung juga datang.

Acting ambassador James Carouso (kiri) yang kini menggantikan Dubes John Berry, semenjak meninggalkan posnya dari September 2016 (New.com.au)

"Ini menurut saya sudah nyaris dianggap penghinaan diplomatik," kata Fischer. "Australia sudah diturunkan derajatnya. Kita kini adalah prioritas paling bawah," kata dia.

Acting Ketua Partai Buruh Tanya Plibersek, menyuarakan hal yang sama, politikus perempuan itu mengatakan akan sangat "mengecewakan" jika Australia tidak menjadi prioritas pemerintah Trump.

"Ini adalah kekhawatiran bahwa Australia belum memiliki duta besar penuh dari Amerika Serikat," katanya. "Padahal, hubungan Australia dan AS penting."

Plibersek mengatakan, dia tidak ingin mengobarkan ketegangan. Namun, ia menambahkan, "Tentu yang kami inginkan adalah kabar penunjukan penuh lebih cepat."

Pemimpin Partai Buruh itu juga mengkritik penanganan Pemerintah Turnbull dalam menangani hubungan dengan sekutu penting lainnya dan mitra dagangnya.

"Kami baru-baru ini dalam beberapa tingkat mengalami konflik resmi dengan pemerintah China. Tak hanya itu, sungguh luar biasa kami memiliki seorang Menteri Luar Negeri yang menyerang pemerintah Selandia Baru," kata Plibersek.

Belakangan ini, Australia memiliki banyak periode yang sangat canggung dalam hubungan kami dengan mitra perdagangan utama kami dan diplomatik belakangan ini," bebernya lagi. 

Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mengatakan bahwa dia tidak khawatir dengan kisah Alexander Downer yang berpotensi merusak hubungannya dengan Presiden AS Donald Trump.

Namun, Partai Buruh menginginkan penjelasan mengenai keterlibatan diplomat Australia dalam penyelidikan FBI.

2 dari 2 halaman

Bocornya Rahasia Rusia Trump ke Diplomat Australia

Eks penasihat kampanye Trump George Papadopoulos mengatakan kepada Alexander Downer dalam sebuah pertemuan di London pada Mei 2016 bahwa Rusia memiliki ribuan email yang akan mempermalukan kandidat Demokrat Hillary Clinton.

Australia menyampaikan informasi tersebut kepada FBI setelah email partai Demokrat dibocorkan, menurut Times, yang mengutip empat mantan pejabat AS dan asing saat ini serta mantan pejabat yang mengetahui peran Australia tersebut.

Para pengacara Papadopoulos  terhadap artikel New York Times. Penasihat Istimewa Gedung Putih, Ty Cobb menolak berkomentar tentang laporan itu.

"Kami menghormati Special Counsel dan proses yang tengah ia lakukan. Kami tak akan berkomentar soalnya ini," kata Cobb dalam pernyataannya.

Special Counsel merujuk kepada Department of Justice special counsel Robert Mueller yang memimpin investigasi campur tangan Rusia.