Sukses

HUT Kim Jong-un Tak Jadi Hari Libur Nasional di Korea Utara?

Pemerintah Korea Utara dilaporkan tak akan menjadikan HUT Kim Jong-un sebagai hari libur nasional.

Liputan6.com, Pyongyang - Menjelang hari ulang tahun pemimpin Kim Jong-un yang jatuh pada 8 Januari nanti, pemerintah Korea Utara dilaporkan tak akan menjadikan HUT sang pemimpin sebagai hari libur nasional.

Sebuah sumber anonim dari Provinsi Pyongan Selatan mengatakan kepada media Korea Selatan Daily NK bahwa ulang tahun Kim Jong-un, yang dipercaya jatuh pada 8 Januari, tak tercantum dalam kalender nasional yang diproduksi dan diterbitkan oleh Rumah Penerbitan Bahasa Korea Utara. Demikian seperti dikutip dari USA Today, Sabtu (6/1/2018).

Persepsi warga Korea Utara yang menilai buruk kepemimpinan Kim Jong-un diduga kuat sebagai alasan utama HUT sang pemimpin tak dirayakan dan dijadikan hari libur nasional. Lanjut si sumber anonim kepada Daily NK.

Penilaian buruk itu dipicu oleh banyaknya warga Korut yang kehilangan pekerjaan mereka akibat perekonomian negara yang melemah karena sejumlah sanksi ekonomi dari komunitas internasional.

Kendati demikian, informasi dari si sumber anonim itu masih belum dapat diverifikasi lebih lanjut. Baik pemerintah Korea Selatan dan Korea Utara juga belum memberikan tanggapan resmi terkait kabar tersebut.

2 dari 3 halaman

Kejadian Tak Biasa

Jika benar HUT Kim Jong-un tak akan dijadikan hari libur nasional, hal itu merupakan sesuatu yang tak biasa dalam tradisi rezim di Korea Utara.

Menilik sejarah, rezim otoriter tersebut kerap melakukan selebrasi HUT para pemimpinnya.

HUT Kim Jong-il, ayah Kim Jong-un, dirayakan pada 16 Februari setiap tahunnya, dengan tajuk selebrasi bernama "Day of the Shining Star".

Hari kelahiran Kim Il-sung, yang jatuh pada 15 April juga turut dirayakan, dengan tajuk "Day of the Sun".

HUT keduanya dijadikan hari libur nasional oleh rezim Korea Utara. Hari ulang tahun tersebut juga kerap diwarnai dengan aksi parade akbar, yang dihadiri oleh ratusan ribu anggota militer dan warga sipil di Pyongyang.

3 dari 3 halaman

Sanksi Ekonomi dari PBB

Dewan Keamanan PBB kembali menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara, sebagai respons atas uji coba rudal balistik teranyarnya. Resolusi yang disusun Amerika Serikat itu mencakup langkah-langkah untuk mengurangi impor bahan bakar Korut hingga 90 persen.

Mitra dagang utama Korea Utara, China dan Rusia, menyetujui resolusi yang disusun AS tersebut.

Sejauh ini, Korea Utara sudah dikenai sanksi hukum dari AS, PBB, dan Uni Eropa.

Washington sendiri sudah menjatuhkan sanksi kepada Pyongyang sejak 2008, yakni dengan membekukan aset individu dan perusahaan yang terkait dengan program nuklir serta melarang ekspor barang dan jasa ke negara tersebut.

Dikutip dari BBC, Sabtu 23 Desember 2017, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan bahwa sanksi tersebut dengan jelas mengirim pesan bahwa segala pembangkangan oleh Korut akan direspons dengan hukuman dan isolasi lebih lanjut.

Presiden AS Donald Trump menyambut baik resolusi itu. Melalui Twitter-nya, ia mentwit bahwa dunia menginginkan perdamaian, bukan kematian.

"Dewan Keamanan PBB memilih 15-0 untuk memberi sanksi tambahan kepada Korea Utara. Dunia menginginkan kedamaian, bukan kematian!" tulis Donald Trump.

Perwakilan dari China, Wu Haitao, mengatakan bahwa pemungutan suara mencerminkan bulatnya posisi masyarakat internasional mengenai isu program senjata Korea Utara.

Kementerian Luar Negeri China menggambarkan situasi di Semenanjung Korea sebagai hal yang kompleks dan sensitif. Mereka meminta semua pihak untuk menahan diri dan melakukan upaya aktif untuk meredakan ketegangan.

Video Terkini