Liputan6.com, Naypyidaw - Untuk pertama kalinya Militer Myanmar mengakui bahwa pasukannya terlibat dalam tewasnya warga Rohingya dalam kekerasan yang pecah di Rakhine sejak Agustus 2017.
Dikatakan dalam sebuah penyelidikan bahwa empat pasukan keamanan terlibat dalam pembunuhan 10 warga Rohingya di desa Din Din dekat Maungdaw.
Dikutip dari BBC, Kamis (11/1/2018), laporan itu mengatakan, keempat orang tersebut telah membantu warga desa melakukan serangan balas dendam terhadap apa yang mereka sebut dengan "teroris Bengali".
Advertisement
Pada bulan lalu, Militer Myanmar mengumumkan bahwa mereka akan menginvestigasi sebuah kuburan di dekat Inn din yang berisi 10 kerangka manusia.
Baca Juga
Hasil penyelidikan yang diunggah ke laman Facebook Panglima militer Myanmar mengatakan bahwa pembunuhan itu terjadi pada 2 September.
"Memang benar bahwa baik penduduk desa maupun aparat keamanan mengakui bahwa mereka membunuh 10 teroris Bengali," ujarnya dengan menggunakan istilah yang digunakan untuk menyebut militan Rohingya.
"Militer akan bertanggung jawab atas mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan dan yang melanggaran kesepakatan."
"Insiden ini terjadi karena warga desa Buddha diancam dan diprovokasi oleh para teroris," imbuh keterangan terkait Rohingya tersebut.
Militer Myanmar: Kami Tak Bersalah atas Krisis Rohingya
Merupakan hal yang langka ketika militer Myanmar mengakui kesalahannya. Pada November 2017, Militer Myanmar merilis hasil investigasi internal yang menyatakan bahwa pihaknya tidak bersalah atas krisis di Rakhine. Mereka menyangkal telah membunuh warga Rohingya, membakar desa mereka, memperkosa wanita dan anak perempuan, serta mencuri harta benda.
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah ke Facebook, militer Myanmar mengatakan bahwa pihaknya telah mewawancara ribuan penduduk desa yang mendukung bantahan mereka.
Menurut mereka, penduduk desa sepakat bahwa pasukan keamanan tidak menembak warga yang tak bersalah, tidak melakukan kejahatan seksual dan pemerkosaan, tidak menangkap, menyerang, dan membunuh warga desa.
Militer Myanmar juga mengatakan, pasukannya tidak mencuri perak, emas, kendaraan dan ternak warga desa, tidak membakar masjid, tidak mengancam warga desa agar keluar dari Myanmar, dan tidak membakar rumah-rumah.
Advertisement
Bantahan Komunitas Internasional
Pernyataan tersebut bertentangan dengan bukti yang disampaikan oleh sejumlah organisasi dan koresponden media. Sementara itu, PBB menyebut bahwa apa yang terjadi di Rakhine merupakan pembersihan etnis.
Amnesty International mengatakan, laporan militer Myanmar tersebut merupakan upaya untuk menutup-nutupi kejahatan yang mereka lakukan.
Selama ini akses media ke daerah tersebut sangat dibatasi. Namun, seorang koresponden BBC Asia Tenggara, Jonathan Head, mengaku melihat seorang pria membakar sebuah desa milik warga Rohingya di depan polisi bersenjata.
Lebih dari setengah juta warga Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine sejak Agustus 2017. Hal itu terjadi setelah diadakannya operasi kontra-pemberontakan dalam menanggapi serangan militan ke sejumlah pos polisi yang menewaskan beberapa pasukan keamanan.
Para pengungsi yang berhasil mencapai Bangladesh mengatakan, tentara Myanmar telah membakar desa mereka, menyerang, dan membunuh warga sipil.