Liputan6.com, London - Seorang dokter bedah di Inggris dijatuhi denda puluhan ribu pound setelah melakukan tindakan yang tak etis dan berbahaya kepada pasiennya.
Ia mengaku mengukir inisial namanya sendiri tepat pada hati (liver) dua orang pasiennya yang menjalani operasi transplantasi. Demikian seperti dikutip dari Asia One, Minggu (14/1/2018).
Simon Bramhall (53 tahun) menggunakan mesin prosedur operasi endoskopik 'Argon plasma coagulation (APC)' untuk mengukir 'S.B' pada liver kedua pasiennya yang tak sadarkan diri akibat anestesi.
Advertisement
Baca Juga
APC melibatkan penggunaan jet gas argon terionisasi (plasma) yang diarahkan ke organ yang hendak dioperasi menggunakan sebuah alat 'probe'.
Probe ditempatkan pada jarak tertentu pada sasaran yang hendak dioperasi, dan gas argon dipancarkan untuk kemudian diionisasi oleh listrik tegangan tinggi. Prosedur itu akan menghasilkan luka seperti habis terbakar.
Atas perbuatannya, sang dokter bedah itu harus menghadapi dakwaan pidana sesuai dengan hukum setempat. Bahkan, kasus itu diproses hingga sampai ke meja hijau.
"Apa yang Anda lakukan adalah sebuah penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran terhadap rasa percaya yang diberikan pasien tersebut kepada Anda," kata Hakim Paul Farer dari Pengadilan Birmingham Crown kepada Bramhall saat persidangan.
Akibat perbuatannya, Hakim menjatuhkan vonis 12 bulan pelayanan masyarakat (community order) atau 120 jam kerja tak berbayar.
Tak hanya itu, sang dokter bedah itu juga dijatuhi denda sebesar 10.000 pound sterling (setara Rp 182 juta) atas perbuatannya.
Agar Tak Tegang
Kasus itu mencuat setelah seorang rekan sejawat mengetahui aksi Bramhall -- yang ia lakukan saat masih bekerja untuk Queen Elizabeth Hospital di Birmingham pada tahun 2014.
Saat melakukan pemeriksaan, seorang dokter bedah lain melihat inisial Bramhall pada hati salah seorang pasien. 'Cap inisial' itu memiliki panjang-lebar sekitar 4 cm.
Baik pada saat pemeriksaan maupun kala menyatakan kesaksian persidangan, Bramhall mengatakan bahwa tindakan tersebut semata-mata dilakukan hanya demi menghilangkan ketegangan di ruang operasi.
"Saya paham, Anda sedang lelah dan stres, sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan Anda. Namun, hal itu dilakukan sebagai sebuah 'arogansi profesi' yang justru mengarah ke sebuah tindak pidana," kata Hakim Farer.
"Saya menerima alasan Anda yang tidak bermaksud untuk menyakiti, namun tetap saja, perbuatan itu dapat membahayakan pasien," lanjutnya menceramahi sang dokter bedah itu.
Advertisement
Telah Mengundurkan Diri
Jauh sebelum kasusnya mencapai vonis, Barmhall telah mengundurkan diri dari Queen Elizabeth Hospital di Birmingham pada tahun 2014.
Ia juga telah diberikan surat peringatan resmi dari dewan profesionalitas kedokteran General Medical Council Inggris pada Februari 2017.
Kini, Bramhall bekerja untuk lembaga kesehatan pemerintah National Health Service di Hertforshire, London utara.
Mengomentari vonis putusan Barmhall, Queen Elizabeth Hospital mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Barmhall melakukan kesalahan dalam konteks situasi klinis yang kompleks. Namun kini, kasusnya telah ditangani oleh otoritas yang berwenang."
Menjelaskan mengenai apakah ada kerugian fisik atau materiil bagi pasien atas perbuatan Barmhall, pihak rumah sakit mengatakan, "Tidak ada dampak apapun terhadap kualitas hasil klinisnya.