Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji bahwa pemerintahannya tidak akan mengizinkan pembangunan kamp migran seperti Calais Jungle.
Janji ini harus diutarakan lantaran ia menerima kritik tajam dari beberapa sekutunya.
Baca Juga
Dalam sebuah pidato tertutup di Calais, Macron menjanjikan kebijakan imigrasi yang lebih tertata, dengan toleransi nol, untuk kamp pengungsian seperti Calais Jungle, sebuah perkampungan pengungsi dan migran di sekitar Calais, Prancis, yang mulai digunakan pada bulan Januari 2015 sampai Oktober 2016.
Advertisement
Kamp ini adalah contoh khusus dari isu migran yang terjadi di sekitar Calais.
Mereka mencoba memasuki Inggris melalui Port of Calais atau Eurotunnel dengan menumpang truk, kapal feri, mobil, atau kereta api yang menuju Inggris.
Kini, area yang menjadi rumah bagi sekitar 10.000 migran itu terlihat sangat kumuh.
"Tidak akan ada rekonstruksi Jungle dan tidak ada toleransi terhadap pendudukan ilegal di ruang publik," kata Macron dalam pidatonya, dilansir Channel News Asia, Selasa (16/1/2018).
Ketika Jungle dibongkar pada akhir 2016, ratusan migran tetap tinggal di Calais. Mereka kemudian mencoba menyelundup ke dalam truk-truk yang melintasi Selat Inggris.
Sudah sejak lama Calais menjadi titik awal hubungan Prancis dan Inggris. Bahkan ketika kunjungan pertamanya ke London sebagai presiden, Macron meminta kerja sama yang lebih baik untuk mengelola perbatasan.
Setelah berbicara dengan Perdana Menteri Inggris Theresa May, Macron meminta tanggapan spesifik mengenai anak-anak bawah umur yang terdampar di perbatasan, padahal mereka memiliki kerabat di Inggris.
Juru bicara May menanggapi bahwa Inggris telah mengembalikan sebagian besar anak pencari suaka yang tidak didampingi, yang mana masalah tersebut menjadi titik ketegangan dalam perundingan pada hari Kamis.
Serangan Sekutu
Negara-negara di Eropa kini sedang berjuang mengatasi gelombang migran gelap, termasuk Prancis.
Macron mengecam kebijakan Uni Eropa, karena dinilai tidak adil dan tidak koheren. Ia bahkan mengulangi seruannya kepada Uni Eropa agar mau mendirikan kantor suaka bersama.
Dia tidak mendukung pernyataan Uni Eropa: pencari suaka harus ditangani di negara di mana mereka tiba. Menurutnya, hal itu bisa menciptakan beban besar bagi negara penampung.
Ia berkomentar, para migran harus mengajukan permohonan suaka di negara Uni Eropa manapun. Dengan ini, negara yang dimasuki migran tidak perlu bertanggung jawab mengurusi keberadaan mereka.
Imigrasi menimbulkan tantangan politik yang sulit bagi Macron, dengan partai baru yang dibentuknya Republic On The Move (LREM).
Sedangkan Kementerian Dalam Negeri menuturkan, Prancis telah mengeluarkan 262.000 izin tinggal tahun lalu, 35 persen diberikan untuk pengungsi.
Pada hari Selasa, mantan ajudan seniornya, Jean Pisani-Ferry, menulis sebuah surat terbuka untuk Macron, disertai beberapa masukan dari serikat buruh kiri-tengah (centre-left trade union).
Mereka mengklaim bahwa Macron mempertaruhkan citranya sebagai seorang humanis.
Dikabarkan melalui surat kabar lokal Le Monde, mereka mendesak Macron untuk mewujudkan cita-cita rakyat dan mengakhiri upaya penghalangan masuknya migran ke Prancis.
Â
Advertisement