Liputan6.com, Baghdad - Pengadilan Irak menjatuhkan hukuman mati kepada seorang wanita berkewarganegaraan Jerman. Dia diduga bepergian ke Suriah bersama dua anak perempuannya untuk bergabung dengan ISIS.
Perempuan itu diduga salah satu dari sejumlah perempuan yang ditangkap pada Juli 2017 lalu saat Irak merebut Kota Mosul dari ISIS.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Independent, Minggu (21/1/2018), pengadilan di Baghdad mengatakan, perempuan Jerman yang namanya tidak diketahui itu berperan untuk "menyediakan bantuan logistik kepada ISIS".
Juru bicara Mahkamah Agung, Abdul-Sattar Bayrkdar, mengatakan bahwa wanita tersebut mengakui bergabung dengan ISIS setelah melakukan perjalanan dari Jerman ke Suriah, lalu ke Irak bersama kedua putrinya. Kedua anak perempuan tersebut kemudian menikahi militan.
Dia diyakini telah tinggal di wilayah Mannheim di Jerman saat melakukan perjalanan ke Suriah, tapi dilaporkan berasal dari Maroko.
"Dia sekarang menghadapi hukuman gantung, meski masih bisa mengajukan banding atas hukumannya," kata Bayrkdar.
Pasukan Irak telah menahan sejumlah wanita asing setelah mereka mengusir ISIS dari bekas wilayahnya di Irak utara dan tengah.
Menahan Militan Asing
Diperkirakan, lebih dari 27Â ribu militan asing, termasuk 6.000 orang Eropa, telah melakukan perjalanan ke Irak dan Suriah sejak awal Musim Semi Arab pada 2011. Namun tidak semuanya bergabung dengan ISIS menurut data yang diterbitkan oleh Grup Soufran.
Seorang militan ISIS Rusia dijatuhi hukuman mati di Irak tahun lalu karena bergabung dengan kelompok garis keras tersebut.
Sementara, salah satu dari mereka yang dipenjara tengah menunggu persidangan adalah remaja Jerman, Linda Wenzel, yang melarikan diri ke Suriah saat baru berusia 15 tahun.
Wenzel juga menghadapi hukuman mati jika terbukti bersalah membantu ISIS. Otoritas Irak mengatakan bahwa dia mengaku bekerja sebagai penembak jitu selama pertempuran tersebut namun Wenzel mengklaim bahwa dia kebanyakan dipelihara sebagai pembantu rumah tangga.
Irak mengumumkan kemenangan bulan lalu atas ISIS, yang menguasai hampir sepertiga dari negara tersebut pada 2014. Namun, kelompok teror tersebut terus melakukan pengeboman dan serangan lainnya di negara tersebut.
Advertisement