Liputan6.com, PyeongChang - Korea Utara tiba-tiba membatalkan sebuah acara kebudayaan yang dijadwalkan terselenggara bersama Korea Selatan.
Acara kebudayaan tersebut merupakan bagian dari rangkaian Olimpiade Musim Dingin di PyeongChang, yang rencananya akan dilaksanakan pada 4 Februari di Gunung Kumgang, Korea Utara.
Melalui telegram, Korea Utara menyatakan pembatalan disebabkan adanya pemberitaan yang bias dan menghina Korea Utara yang dilakukan oleh media-media Korea Selatan.
Advertisement
Menurut laporan BBC, Senin (29/1/2018), Kementerian unifikasi Korea Selatan mengatakan, Korea Utara juga marah atas pemberitaan media lokal yang mengisukan adanya parade militer pada 8 Februari, sehari menjelang pembukaan Olimpiade.
Atas sikap Korea Utara tersebut, Korea Selatan menyatakan kecewa. Mereka menegaskan bahwa Korea Utara harus menjunjung tinggi semua kesepakatan yang telah dibuat.
Padahal, seluruh kegiatan dan aktivitas yang berkaitan dengan Olimpiade telah dipandang sebagai bentuk penguatan kedua negara.
Sedangkan sebelumnya, Korea Selatan memutuskan bahwa pihaknya tidak akan membayar biaya pesawat untuk menerbangkan para pemain skinya ke Gunung Kumgang karena ini akan melanggar sanksi internasional terhadap program nuklir Korea Utara.
Kesepakatan Kedua Negara
Korea Utara dan Korea Selatan telah membahas Olimpiade PyeongChang pada bulan lalu. Kedua negara sepakat untuk berada di bawah satu bendera unifikasi.
Selain itu, akan ada tim hoki es wanita gabungan, meski para pemain dari negara-negara tersebut mengalami perbedaan kosakata perihal terminologi hoki.
Akan ada 10 atlet hoki es Korea Utara di ajang olahraga bergengsi tersebut, yang berlangsung antara tanggal 9 dan 25 Februari 2018. Dalam olahraga juga termasuk ski lintas alam (cross-country skiing) dan seluncur indah. Korea Utara juga mengirimkan ratusan delegasi, pemandu sorak dan pemain.
Perundingan yang menghasilkan kesepakatan tersebut terjadi setelah ketegangan di semenanjung Korea memuncak dalam beberapa dekade terakhir. Korea Utara telah membuat kemajuan pesat dalam program senjata nuklir dan konvensionalnya.
Uji coba rudal balistik terakhirnya pada 28 November 2017 memicu serangkaian sanksi baru dari PBB yang menargetkan pengiriman bahan bakar.
Segera setelah itu, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyatakan negaranya bersedia untuk berdialog secara terbuka.
Advertisement