Sukses

Ramalan Supermoon Sinyal Perang Dunia III, Kaitannya?

Seorang pria mengklaim fenomena supermoon sebagai pertanda datangnya kiamat, seperti yang diceritakan di dalam kitab suci.

Liputan6.com, Knox - Seorang figur di dunia maya menyebut fenomena super blue blood moon yang akan terjadi malam nanti, telah diriwayatkan di dalam kitab Injil. Ramalan tentang supermoon itu konon berusia ribuan tahun lalu, dan menandakan 'akhir dunia' sebelum kedatangan kembali Yesus Kristus.

Dilansir dari laman Express.co.uk pada Rabu (31/1/2018), sosok yang mengeluarkan pernyataan kontroversial itu merupakan seorang pastur bernama Paul Begley. Ia merupakan pimpinan Jemaat Kerasulan Paul Begley yang berbasis di kota Knox di negara bagian Indiana, Amerika Serikat (AS).

Dalam sebuah video di situs jejaring sosial, Begley berujar bahwa umat manusia tengah berada di kehidupan akhir zaman, dan fenomena supermoon adalah penanda awalnya.

Perang Dunia III, menurut Begley, akan dipicu oleh serangan terhadap Israel. Ia menjelaskan bahwa deklarasi Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh Amerika Serikat (AS), merupakan penanda awal akhir kiamat yang dimaksudnya.

Begley merujuk apa yang disebutnya sebagai pernyataan Nabi-Nabi: "Ketika hal tersebut (pengakuan kedaulatan Israel sepenuhnya) terjadi, maka tanda akhir zaman pun semakin terlihat, dan manusia kian dekat dengan kehadiran juru selamat."

Pernyataan tersebut didasarkan oleh Begley pada surat Lukas ayat 25-26 di kitab Injil, yang menunjukkan bahwa akhir kehidupan manusia akan terjadi ketika muncul tanda-tanda khusus, yang dalam hal ini adalah merujuk pada fenomena supermoon.

Menurut pemahamannya, Yesus berkata bahwa akan datang suatu masa ketika matahari, bulan, dan bintang berada pada posisi sejajar, sehingga mengakibatkan naiknya permukaan laut, memicu getaran di permukaan Bumi.

"Apa lagi yang Anda ragukan? Semua bukti sudah jelas terlihat," ujar Begley yang telah mengunggah sederet video tentang pertanda akhir zaman selama delapan tahun terakhir.

 

Simak video menarik di bawah ini:

 

2 dari 3 halaman

Rusia Diduga Memiliki Torpedo Pemusnah Massal

Video tersebut juga menyebut bocoran dokumen rahasia milik Pentagon, yang menunjukkan Rusia sedang membuat sebuah robot pengendali 'torpedo kiamat' yang dapat menghancurkan kota-kota pesisir dalam sekali serang.

"Rusia sedang menciptakan sebuah torpedo penghancur kota bernama Kanyon, yang konon dapat merusak kota pesisir, dan membuatnya tidak layak huni hingga beberapa dekade lamanya," ujar Begley.

Ia menambahkan, torpedo terkait digerakkan oleh teknologi robot dengan intelejensia buatan (AI), dan berkekuatan hingga 100 mega-ton thermal senjata nuklir. Hal itu sama dengan ledakan 100 ton TNT.

"Dua kali lebih dahsyat dari senjata nuklir yang pernah dibuat sepanjang sejarah," lanjutnya.

Bergley menyebut ancaman serangan itu sangat mungkin terjadi pasca-terjadinya fenomena supermoon.

Dalam unggahan video terkait, Begley juga membeberkan bukti-bukti yang menurutnya sebagai sabotase Rusia pada jalur komunikasi antara Timur Tengah dan Eropa.

Sebanyak 95 persen lalu lintas internet saat ini menggunakan medium 200 jalur kabel serat optik yang ditanam di bawah laut.

Menurut Begley, Rusia telah melakukan sabotase penyadapan di beberapa titik, khususnya pada jalur kabel serat optik yang melintas di Laut Merah dan Laut Mediterania.

3 dari 3 halaman

Asal Usul Nama Super Blue Blood Moon

Penamaan fenomena super blue blood moon didasarkan atas tiga peristiwa gerhana yang terjadi dalam waktu bersamaan, yaitu supermoon, bloodmoon, dan bluemoon.

Supermoon merupakan penamaan terhadap fenomena Bulan penuh yang menandakan posisi terdekat Bulan dengan Bumi.

Sedangkan blood moon adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gerhana Bulan total, di mana cahaya Matahari petang yang menyinari Bumi terefleksi ke permukaan Bulan.

Adapun blue moon lebih merujuk siklus penanggalan, ketika Bulan purnama kedua terjadi di bulan yang sama.

Tidak seperti gerhana Matahari total yang terjadi pada Agustus 2017, fenomena Super blue blood moon dapat dilihat secara aman dengan mata telanjang.

Fenomena tersebut juga akan terjadi selama lebih dari satu jam, jauh lebih lama dari gerhana Matahari total yang terjadi kurang dari tiga menit.