Liputan6.com, Hong Kong - Pendukung demokrasi di Hong Kong mengecam keras langkah pemerintah yang menghalangi aktivis politik muda pro-demokrasi berusia 21 tahun untuk maju dalam Pemilu Hong Kong 2018 pada Maret mendatang.
Para aktivis menilai langkah tersebut merupakan upaya terbaru dari rezim di Tiongkok untuk membungkam oposisi pro-demokrasi di wilayah otonomi khusus Hong Kong. Demikian seperti dikutip dari VOA News (1/2/2018).
Lewat sebuah surat, seorang pejabat Komisi Pemilu Hong Kong mempertanyakan platform dan ideologi partai yang mengusung sang aktivis, Agnes Chow (21 tahun dan seorang perempuan) dari Partai Demosisto yang berhaluan pro-demokrasi.
Advertisement
Baca Juga
Sang pejabat Komisi Pemilu mempertanyakan slogan Partai Desmosisto yang berbunyi "menggalakkan penentuan nasib sendiri dan demokrasi". Pejabat itu juga menilai partai tersebut beserta platform yang diusungnya tak menghormati konstitusi Hong Kong.
Akibat penghalangan itu, sekitar 2.000 orang berkumpul pada Minggu, 28 Januari 2018 di pusat pemerintahan Hong Kong untuk mengecam keputusan tersebut.
"Kalau kita tidak berjuang untuk hak-hak kita, mereka akan merebut setiap hak kita, sampai kita tidak punya hak apa-apa," kata mantan anggota parlemen dan seorang pengacara, Margaret Ng, kepada peserta unjuk rasa.
Massa juga meneriakkan, "Kami akan berjuang di pengadilan, kami akan berjuang di Hong Kong, kami akan berjuang di seluruh dunia!"
Selama unjuk rasa itu berlangsung, Agnes Chow mengingatkan bahwa anggota-anggota partainya telah dipukul secara fisik, dipecat dari jabatan mereka, dan dipenjarakan. "Kalau rezim yang berkuasa melakukan ini, sasarannya bukan saja saya, atau para demokrat, tetapi semua penduduk Hongkong."
"Keputusan diskualifikasi ini mengatakan kepada semua warga Hong Kong, kita hanya boleh memilih orang yang diterima oleh rezim,"Â ucap Chow.
Anggota parlemen pro-demokrasi dan ahli-ahli hukum mengatakan, diskualifikasi Agnes Chow diduga kuat disebabkan oleh penyaringan politik, serta mencerminkan sebuah keputusan yang tidak adil, tak berlandaskan hukum, serta sarat prasangka dari pemerintah otonomi Hong Kong -- yang diduga sangat dipengaruhi dan dikendalikan oleh China.
Pemimpin Partai Demosisto Dipenjara
Aktivis Hong Kong sekaligus pemimpin Partai Demosisto, Joshua Wong, kembali dipenjara untuk kesekian kalinya dalam tiga bulan terakhir. Pemenjaraan itu dilakukan pada Rabu, 17 Januari 2018.
Joshua Wong (21 tahun) ditangkap sehubungan dengan tindakan yang dilakukannya pada demonstrasi Hong Kong 2014 silam. Demikian seperti dilansir The Guardian, 17 Januari 2018.
Saat itu, ia diduga menghalang-halangi aparat untuk membongkar perkemahan massa aksi pro-demokrasi dalam demo Hong Kong 2014--yang dikenal dengan nama Umbrella Movement.
Dalam berkas perkara, Hakim Andrew Chan mendeskripsikan keterlibatan Joshua dalam upaya penghalang-halangan operasi pembongkaran itu sebagai tindakan yang "dalam dan luas".
"Dia memainkan peran utama pada hari itu. Satu-satunya hukuman yang tepat untuk Tn. (Joshua) Wong adalah pemenjaraan segera," ucap Hakim Chan, yang kemudian menjatuhkan vonis bui selama 3 bulan.
Berarti, pemenjaraan pada Rabu, 17 Januari itu menjadi yang kedua kalinya bagi Joshua harus mendekam di balik jeruji atas tuduhan yang sama.
Aktivis lain, Raphael Wong, juga divonis penjara 4 bulan 15 hari atas insiden serupa.
Sidang Banding Ditolak
Sebelumnya, Joshua telah mengaku bersalah atas tuduhan tersebut.
Ia juga berstatus bebas bersyarat demi menunggu sidang banding atas vonis hukuman enam bulan karena melakukan pelanggaran lain terkait Umbrella Movement.
Begitupun Raphael yang turut mengajukan sidang banding.
Namun, Hakim Chan menolak pengajuan sidang banding keduanya.
Kendati demikian, pengacara para kedua aktivis Hong Kong itu mendorong hakim untuk mempertimbangkan kembali keputusannya dan diberi pemeriksaan lebih lanjut pada Rabu 17 Januari.
Advertisement