Sukses

Akhir Tragis Saudara Kembar Tiga Korban Eksperimen

Sebuah eksperimen sosial dengan sengaja memisahkan bayi kembar tiga. Setelah bertahun-tahun, ketiganya akhirnya bertemu secara tak sengaja.

Liputan6.com, New York - Sekelompok kembar tiga yang bertahun-tahun terpisah, akhirnya mengetahui bahwa mereka adalah bagian dari eksperimen sosial. Percobaan tersebut memberikan pengaruh signifikan terhadap kehidupan ketiganya.

Dilansir dari laman Metro.co.uk pada Jumat (2/2/2018), saudara kembar tiga: Robert Sharfran, Eddy Galland, dan David Kellman, menyadari keterikatan darah di antara ketiganya saat menempuh pendidikan tinggi di Amerika Serikat (AS).

Hal tersebut bermula ketika Robert bertemu teman sekamarnya, Michael Domitz, di New York. Michael mengaku bahwa kebiasaan hidup Robert sangat mirip dengan teman kamar sebelumnya, Eddy Galland.

Setelah bertatap muka langsung, Robert dan Eddy langsung menyadari bahwa mereka adalah kembar. Keduanya pun berusaha menelusuri jejak masa lalunya melalui kantor kependudukan AS.

Setelah berbulan-bulan penelusuran, keduanya menemukan fakta mereka diadopsi oleh dua orangtua berbeda di hari kelahirannya pada 12 Juli 1961 di Long Island, New York.

Kisah kembar yang terpisah lama itu kemudian dimuat di beberapa surat kabar nasional, dan memunculkan fakta baru yang mengejutkan, yakni ada seorang lagi kembaran mereka bernama David Kellman.

David menghubungi Robert dan Eddy karena menyadari dirinya memiliki banyak kesamaan dengan dua saudara kembarnya itu.

Selanjutnya, pertemuan ketiga saudara kembar itu menjadi salah satu kisah haru yang paling diingat oleh warga New York. Bahkan, majalah Vanity Fair, sempat memuat kisahnya sebanyak empat halaman di suatu edisi di tahun 1986 silam.

"Ketika kami kembali bersatu, ada perasaan bahagia yang sulit diungkapkan, dan itu terus berlangsung dari tahun ke tahun," ujar Robert.

 

 

Saksikan video menarik tentang bayi kembar berikut:

2 dari 2 halaman

Eksperimen Sosial yang Berujung Tragedi

Eksperimen terhadap kembar tiga tersebut dilakukan oleh seorang psikiater asal New York, Peter Neubauer. Ia berkeinginan meneliti tentang bagaimana jika anak kembar dibiarkan hidup terpisah satu sama lain.

Masing-masing orang tua angkat tidak pernah diberi tahu bahwa bayi yang mereka adopsi adalah kembar tiga. Neubauer justru mengatakan ketiganya telah kehilangan ibu yang meninggal saat melahirkan.

Kembar tiga tersebut dipantau secara saksama pertumbuhannya. Setiap setahun sekali, ketiganya diberikan jadwal terpisah untuk melakukan tes intelejensi, sikap, dan sifat.

Tumbuh kembang mereka, seperti ketika belajar berbicara dan mengenderai sepeda, dicatat dengan baik dalam bentuk rekaman audio video, serta catatan ilmiah.

Claire Kellman, ibu angkat dari David Kellman, mengaku telah mencium sesuatu yang janggal sejak lama.

"Saya ingat, David kecil pernah tiba-tiba berkata bahwa dia memiliki saudara laki-laki, ketika bangun tidur," ujar Claire.

"Dia juga sering berkata dia memiliki teman imajinasi yang memiliki wajah serupa, hingga sempat membuat saya berpikir ia diganggu oleh makhluk halus," lanjutnya.

Saat ketiganya bertemu untuk pertama kali, masing-masing keluarga merasa khawatir akan status hukum mereka. Namun ketiganya kemudian memilih tetap mempertahankan orangtua angkatnya masing-masing, meskipun memilih untuk tidak lagi tinggal bersama.

Ketiganya kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di tempat yang sama, dan tinggal dalam satu atap. Mereka juga sempat membuka restoran di kawasan Queens, New York, dengan nama Triplets

Meskipun mengaku bahagia ketika kembali bersatu, ketiganya justru tidak bisa menghindari berbagai konflik psikologis yang mendera. Bahkan, Eddy sampai bunuh diri di usia 33 karena depresi yang tidak beralasan.

Hingga pada akhirnya Robert dan David menemukan fakta, bahwa kemungkinan besar Eddy mewarisi masalah gangguan mental dari ibu kandungnya.

Kini keduanya berusia 56 tahun, dan hidup di New York, bertahan menghadapi masalah psikologi yang kerap menghampiri, seperti halusinasi dan kecemasan tanpa sebab.

Keduanya menolak disebut sebagai "partisipan" eksperimen sosial, melainkan menggangapnya sebagai "korban".