Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Badan Nuklir Internasional (IAEA), Yukia Amano, menyatakan bahwa program rudal dan persenjataan nuklir yang dikembangkan Korea Utara adalah sebuah ancaman.
Isu Korea Utara adalah salah satu poin yang Amano singgung saat melakukan dialog bilateral dengan Wakil Menteri Luar Negeri RI Abdurrahman M Fachir di Gedung Kemlu RI di Jakarta, pada Senin, 5 Februari 2018.
"Saya menyinggung isu Korea Utara saat bertemu Pak Fachir. Meski tak membahasnya secara detail, saya katakan bahwa DPRK (Democratic People's Republic of Korea) adalah sebuah risiko ancaman, tak hanya bagi kawasan sekitarnya, tapi juga bagi dunia," kata Amano yang diwawancarai usai dialog bilateral dengan Wamenlu RI di Jakarta, Senin (5/2/2018).
Advertisement
Lebih lanjut, Amano mengatakan bahwa proyek nuklir yang dikerjakan Korea Utara, menurut penilaiannya, jelas-jelas ditujukan untuk kepentingan persenjataan "The Hermit State".
Baca Juga
"Apalagi, mereka mengombinasikan proyek persenjataan itu dengan program rudal jarak jauh, yang jelas semakin menambah ancaman bagi komunitas internasional,"Â ucap Amano.
Oleh karena itu, Amano mendesak agar komunitas dunia -- termasuk Indonesia -- terus membahas solusi untuk isu tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kerja sama internasional, ketimbang mengambil langkah sepihak atau unilateral.
"Komunitas internasional harus membahas isu Korea Utara bersama-sama, itu penilaian saya," tambah Amano.
Sikap Indonesia
Wamenlu Fachir belum bisa menyempatkan waktu untuk memaparkan hasil pertemuannya dengan Dirjen IAEA, Yukia Amano. Kendati demikian, menyikapi proyek pengembangan nuklir dan rudal Korea Utara, RI telah jelas-jelas menyatakan menentang program tersebut.
Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir, pada September 2017 lalu menyatakan bahwa pemerintah Indonesia mengecam segala bentuk aktivitas tes rudal dan persenjataan nuklir yang dilakukan Korea Utara. Indonesia juga mendesak agar "The Rogue State" segera mematuhi peraturan dan hukum internasional, serta sanksi dan resolusi yang diberikan oleh Dewan Keamanan PBB.
"Indonesia mengecam tindakan uji coba rudal karena membahayakan masyarakat sipil dan melewati negara lain. Kita juga meminta agar Korea Utara menghormati aturan dan hukum internasional yang ada, serta menyarankan negara lain untuk menahan diri dan menjaga stabilitas di Semenanjung Korea," papar Arrmanatha.
Membahas Kerja Sama Proyek Radiasi Nuklir untuk Agrikultur
Memaparkan hasil dialog bilateral dengan Wakil Menteri Luar Negeri RI Abdurrahman M Fachir, Dirjen IAEA Yukia Amano menjelaskan bahwa organisasinya dan pemerintah Indonesia akan menyepakati kerja sama pemanfaatan nuklir non-destruktif untuk kepentingan agrikultur.
Seperti dikutip dari rilis resmi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), IAEA dan pemerintah RI direncanakan akan melakukan penandatanganan Practical Arrangements on Enhancing Technical Cooperation Amongst Developing Countries (TCDC) and strengthening South-South Cooperation.
"Kita juga membahas rencana kerja sama mengenai diversitas agrikultur kacang kedelai dan padi di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi radiasi nuklir," kata Amano memaparkan hasil pertemuannya dengan Wamenlu Fachir.
"Mungkin beberapa waktu mendatang akan kerja sama bilateral IAEA - Indonesia itu akan disepakati," ia menjelaskan.
Radiasi nuklir kerap digunakan para periset untuk melakukan rekayasa genetika terhadap sejumlah varietas agrikultur, guna menciptakan bibit-bibit unggul yang berkualitas dari segi ketahanan tumbuh-kembang dan nutrisi.
Beberapa varietas agrikultur Indonesia yang diketahui akan menjadi salah satu fokus kerja sama IAEA - RI adalah tumbuhan kacang kedelai untuk produksi massal dan pangan olahan -- seperti tempe, tahu, oncom, dan produk olahan soybean lainnya.
Kementerian Pertanian RI bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), pada Agustus 2017 lalu telah berkomitmen untuk menggunakan sejumlah varietas bibit kacang kedelai hasil rekayasa genetika radiasi nuklirs, guna meningkatkan produksi dan kualitas produk olahan turunan soybean andalan Indonesia, yakni tempe.
"IAEA dan Badan PBB untuk Urusan Agrikultur dan Makanan (FAO) mendukung dan siap membantu komitmen tersebut," seperti dilansir dari laman resmi IAEA.org.
Advertisement