Liputan6.com, Jakarta - Dari mana mulainya Perang Dunia III?
Menurut ulasan tentang dua perang dunia sebelumnya, konflik global dapat bermula dari tempat yang tidak diduga-duga.
Entah baik maupun buruk, orientasi politik global modern sekarang ini semakin saling terkait antara satu negara dengan negara lainnya.
Advertisement
Baca Juga
Dengan demikian, seperti dikutip dari National Interests (15/2/2018), sejumlah kekuatan besar seperti Amerika Serikat (AS), China, dan Rusia terus mempertahankan keberadaan mereka di beberapa kawasan strategis.
Tidak jarang, kekuatan-kekuatan itu saling bersinggungan. Ketegangan-ketegangan di daerah-daerah itulah yang oleh sejumlah pihak dianggap dapat memicu Perang Dunia III.
Kawasan-kawasan yang dimaksud, yang mungkin jadi lokasi pecahnya Perang Dunia III, dipaparkan secara singkat seperti berikut ini:
1. Semenanjung Korea
Semenanjung Korea telah menyedot perhatian masyarakat internasional karena sifat uring-uringan dan agresif pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Dalam beberapa kejadian, Korea Utara melontarkan ancaman perang terhadap Korea Selatan dan AS. Dua negara itu menanggapinya dengan keberadaan militer yang kuat di kawasan itu.
Namun demikian, bisa mudah terjadi eskalasi seandainya Korea Utara terus melanjutkan pembangunan rudal balistik antar benua yang bisa mencapai AS. Jika mampu melakukan itu, secara teori mereka mampu melancarkan serangan nuklir ke AS.
Sejumlah pihak memandang ini sebagai ancaman nyata dan mungkin terhadap AS yang kemudian menjadi terpaksa bertindak, termasuk mengobarkan perang.
Menteri Pertahanan James Mattis juga menyatakan bahwa serangan Korea Utara ke Jepang atau Korea Selatan dapat mengusik serangan balik oleh AS.
Di bawah kepemimpinan Kim Jong-un yang tidak rasional, risiko tinggi terkait krisis global mengintai Semenanjung Korea.
Advertisement
2. Taiwan
Negara ini bisa menjadi titik awal perselisihan antara Amerika Serikat dan China -- di samping Taiwan selaku tuan rumah.
Sejak perang saudara China pada 1940-an, Taiwan menjadi tempat pelarian pemerintah Nasionalis China.
Walaupun bertekad untuk menjadi negara merdeka, pulau itu secara teknis masih berada di bawah kendali China.
Tetap ada kemungkinan China mencoba merebut kembali kawasan itu dengan menggunakan kekuatan sehingga dapat menciptakan ketegangan luar biasa.
Apalagi dengan penandatanganan Pakta Hubungan Taiwan pada 1979 yang menempatkan Taiwan di bawah selubung perlindungan AS.
Tapi hal itu tidak menghentikan China melakukan pamer kekuatan di kawasan. Mereka melakukan beberapa operasi laut dan udara, dekat dengan Taiwan. Terlebih lagi dengan terpilihnya Donald Trump dan kedekatannya dengan Taiwan -- yang dianggap suatu pelanggaran terhadap kebijakan "One China Policy" oleh Tiongkok.
Setiap gerak-gerik oleh China dan Taiwan dapat turut memicu konflik global antara Beijing dan AS. Masih ada potensi persoalan yang memerlukan persiapan dua belah pihak.
3. Ukraina
Beberapa tahun setelah meletusnya perang saudara, gerakan separatisme, dan gangguan kedaulatan dilakukan Rusia terhadap Ukraina, kini, negara dengan ibu kota Kiev itu masih tetap tegang.
Gencatan senjata yang lemah di Ukraina Timur semakin diselingi oleh kekerasan antara milisi lokal pro-Kiev versus pro-Moskow.
Konflik bisa pecah dalam beberapa cara. Seperti, pemerintahan Ukraina yang runtuh dan kemudian menyulut Moskow untuk semakin besar menanamkan kepentingannya di Ukraina.
Selain itu, runtuhnya pemerintahan Ukraina juga bisa membawa sayap kanan ke tampuk kekuasaan, yang akan semakin menyulut konflik yang membara di provinsi-provinsi timur.
Meskipun pemerintah Trump telah mundur dari dukungan hangat yang ditawarkan ke Kiev oleh Presiden Obama, sebuah serangan militer Rusia yang serius ke Ukraina, yang dipicu oleh keruntuhan atau serangan, dapat memicu Uni Eropa dan Amerika Serikat ke dalam konflik melawan Moskow.
Advertisement
4. Suriah
Suriah sedang berada di tengah perang saudara yang ganas yang bermula dengan protes terhadap Presiden Bashar al-Assad pada 2011 dan dilanjutkan dengan pemberangusan kebebasan sipil yang meningkat menjadi pemberontakan.
Rusia dan Iran mendukung rezim Assad, sedangkan Amerika Serikat dan Israel mendukung pasukan-pasukan pemberontak. Hingga sekarang, setelah berlalu lebih dari 5 tahun, masih terjadi tarik-menarik kepentingan.
Perang itu memicu krisis besar-besaran kemanusiaan karena ratusan bahkan ribuan warga sipil terbunuh setiap bulan. Ribuan warga terus mengungsi untuk menyelamatkan diri.
Situasi bertambah parah dengan keberadaan ISIS yang mencaplok sebagian wilayah Suriah.
Presiden Donald Trump bertekad menerapkan kawasan-kawasan aman di Suriah, termasuk melalui penggunaan zona larangan terbang.
Jika larangan terbang ini diterapkan, maka Trump memberi wewenang kepada pasukan AS untuk menembak jatuh pesawat-pesawat tempur Rusia yang memasuki kawasan.
Aksi itu bisa saja menjurus kepada perang global atau bahkan Perang Dunia III.
5. Timur Tengah: Israel dan Teluk Persia
Sejak pendiriannya pada 1948, musuh-musuh Israel tidak ada habis-habisnya.
Negara Yahudi yang berbatasan dengan Mesir, Yordania, dan Laut Tengah itu dikelilingi oleh beberapa negara Arab yang sebagian besar kesal kepada Israel karena beberapa alasan.
Banyak negara Arab bersikeras bahwa Israel tidak berhak atas wilayahnya sekarang -- negeri zionis terus mencaplok wilayah sekitar, khususnya Palestina.
Karena itu, selama ini Israel terus memerangi tentangga-tetangganya. Dalam beberapa tahun belakangan, Iran, salah satu musuh bebuyutan Israel, telah mengambil langkah-langkah meningkatkan kemampuan nuklir atau bahkan senjata nuklir itu sendiri.
Jika Iran berhasil mendapatkan senjata nuklir, hal itu langsung menjadi ancaman bagi kemanana nasional Israel.
Guna menanggapinya, Israel merasa perlu menyerang terlebih dahulu.
Jika hal itu terjadi atau jika Iran menyerang Israel, kemungkinan besar perang akan pecah dan melibatkan Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Teluk Persia
Teluk Persia telah menjadi titik panas ketegangan global. Angkatan Laut Iran telah melakukan beberapa maneuver menantang dekat kapal-kapal perang AS di Teluk Persia.
Dalam beberapa kejadian, pihak Angkatan Laut AS harus memberikan tembakan peringatan ke arah kapal-kapal Iran.
Menurut beberapa petinggi, tindakan itu merupakan bagian dari upaya sengaja oleh pihak Iran agar meningkatkan ketegangan sebagai tanggapan atas frustrasi yang dirasakan terkait sanksi yang diterapkan pada mereka oleh AS dan beberapa negara lainnya.
Ketegangan semakin meningkat sejak terpilihnya Donald Trump yang sesumbar membatalkan perjanjian dengan Iran terkait uji rudal balistik yang dilakukan baru-baru ini.
Presiden Trump menegaskan bahwa aksi militer merupakan pilihan yang bisa dipakainya.
Saksikan juga video berikut ini:
Advertisement