Liputan6.com, Ghouta Timur - Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan dilakukannya penghentian serangan oleh Pasukan Pemerintah Suriah selama lima jam per harinya di daerah Ghouta Timur.
Hal tersebut akan dimulai pada Selasa (27/2/2018) dan mencakup pembentukan koridor kemanusiaan untuk memungkinkan warga pergi dari daerah yang dikuasai oleh pemberontak itu.
Daerah di dekat Damaskus itu merupakan rumah bagi 393.000 warga. Dalam sepekan terakhir, mereka terjebak dalam "neraka" akibat serangan intensif Pasukan Pemerintah Suriah yang dibantu Rusia untuk melawan pemberontak.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari BBC, Selasa (27/2/2018), sejumlah kelompok pemantau melaporkan, lebih dari 560 orang tewas dalam delapan hari terakhir.
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, mengumumkan bahwa "jeda kemanusiaan" akan berlangsung dari pukul 09.00 hingga pukul 14.00 waktu setempat.
Dalam sebuah pernyataan lebih lanjut, Kemenhan Rusia mengatakan bahwa Bulan Sabit Merah Suriah akan membantu mendirikan koridor kemanusiaan. Warga di Ghouta Timur akan menerima informasi hal tersebut melalui selebaran, pesan teks, dan video.
Permintaan DK PBB
Perintah Vladimir Putin itu berbeda dengan apa yang diminta oleh Dewan Keamanan PBB. Pada Sabtu, 24 Februari 2018, DK PBB meminta semua pihak untuk menunda serangan setidaknya selama 30 hari.
Penundaan itu bertujuan agar pengiriman bantuan kemanusiaan dan evakuasi medis dapat dilakukan.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada 26 Februari mengatakan bahwa resolusi tersebut harus dilaksanakan dengan segera.
"Ghouta Timur tak dapat menunggu. Ini merupakan waktu untuk menghentikan neraka dunia ini," tegas Guterres.
Namun Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Viktorovich, mengatakan bahwa gencatan senjata yang diamanatkan PBB akan dimulai saat semua pihak sepakat akan hal itu.
Â
Advertisement
Dugaan Penggunaan Senjata Kimia
Kelompok pemantau asal Inggris, Syrian Observatory for Human Rights, melaporkan bahwa sebanyak 36 orang tewas di Ghouta Timur sejak resolusi gencatan senjata DK PBB dikeluarkan pada akhir pekan lalu.
Pada Senin, 26 Februari 2018, sebanyak 22 orang dilaporkan tewas dalam serangan udara dan artileri di kota Douma dan Harasta.
Sebuah organisasi yang beroperasi di wilayah pemberontak, Syria Civil Defence, mengatakan bahwa sembilan orang tewas dalam serangan yang menargetkan sebuah bangunan di Douma.
Sementara itu sejumlah sopir ambulans mengatakan, tercium bau klorin usai terjadi ledakan di kota al-Shifuniya sekitar pukul 18.30 pada Senin.
Di sisi lain Pemerintah Suriah berulang kali membantah bahwa pihaknya menggunakan senjata kimia.