Sukses

8-3-1917: Revolusi Februari Gulingkan Tsar Terakhir Rusia

Pemerintahan Tsar Nicholas II dianggap feodal dan korup, sehingga memicu revolusi besar bertajuk Revolusi Februari, yang di kemudian hari menandai berdirinya Uni Soviet.

Liputan6.com, St. Petersburg - Tanggal 8 Maret 1917 silam, Rusia mengalami sebuah peristiwa besar yang dijuluki sebagai Revolusi Februari, sebuah revolusi yang menjembatani perpindahan sistem politik ke tangan rezim komunis.

Penamaan 'Februari' sendiri didasarkan pada penerapan kalender Julian yang digunakan oleh Rusia di era kekuasaan Tsar.

Kala itu, kerusuhan dan aksi mogok kerja dilakukan oleh hampir seluruh rakyat Rusia di bagian barat. Alasannya adalah karena kekuasaan Tsar Nicholas II dipenuhi oleh praktik feodalisme yang berujung pada lesunya ekonomi dan kian langkanya pasokan pangan ke rakyat. Demikian Today In History yang dilansir dari History.com pada Rabu (7/3/2018).

Kasus korupsi di lingkup pemerintahan dikabarkan meningkat tajam. Hal itu terjadi bersamaan dengan kemunduran ekonomi Rusia, di mana dipicu oleh sulitnya menyaingi derap kemajuan sektor industri negara-negara di kawasan Eropa Barat.

Selain itu, kekuasaan Tsar Nicholas II juga kerap menginterupsi wewenang Duma, sebutan untuk parlemen Rusia yang dibentuk pasca-revolusi pertanahan di tahun 1905.  

Hal tersbeut kian diperparah dengan keterlibatan Rusia di Perang Dunia I yang dianggap sia-sia, karena tidak mampu menyamai kekuatan militer canggih yang dimiliki Jerman.

Lambat laun, kekuatan militer Rusia pun mengendur lantaran ribuan tentaranya tewas di medan perang, ratusan armada rusak parah, dan biaya yang dikeluarkan membengkak.

Karena kelesuan ekonomi tidak mungkin membaik dalam waktu dekat, para golongan moderat pun akhirnya bergabung dengan kelompok radikal untuk menggulingkan rezim Tsar.

 

 Simak video tentang nasib nahas yang menimpa mata-mata Inggris untuk Rusia berikut: 

2 dari 2 halaman

Aksi Demo Berujung Kerusuhan Terburuk di Sepanjang Sejarah Rusia

Tepat di pagi hari di tanggal 8 Maret 1917, aksi protes besar-besaran dilakukan oleh rakyat yang berteriak meminta roti di jalan-jalan utama kota Petrograd – nama lampau dari kota St. Petersburg.

Aksi protes besar tersebut diikuti oleh sekitar 90.000 orang yang menolak imbauan pembubaran oleh pihak keamanan Rusia.

Karena tidak juga mendapat tanggapan dari pemerintahan Tsar, aksi protes pun berubah menjadi kerusuhan hebat pada 10 Maret.

Kerusuhan terjadi di banyak sudut kota, di mana kantor-kantor pemerintahan diserang secara membabi buta dengan lemparan batu, lemparan bom Molotov, hingga penjarahan.

Di waktu yang sama, serikat pekerja setempat menyerukan aksi mogok kerja secara total, dan memilih bergabung dengan para pendemo di pusat kota.

Barisan keamanan yang terdari dari polisi dan militer Tsar, baru bergerak pada 11 Maret, berupaya menghalau seluruh demonstran keluar dari kota Petrograd.

Upaya pertahanan yang dilakukan oleh pemerintah Rusia itu gagal memukur mundur massa, meskipun beberapa pendemo meninggal ditempat akibat hujaman peluru.

Melihat desakan yang kian genting tersebut, Tsar Nicholas II berusaha mengintervensi parlemen Duma, namun mendapat penolakan sangat keras – hampir tidak ada yang mendukung. Akhirnya karena kian terpojok, Tsar Nicholas II pun menanggalkan mahkotanya pada 15 Maret 1917.

Sementara itu, Vladimir Lenin, pemimpin Revolusi Bolshevik pada 1905, yang mengungsi ke Swiss, kembali ke Rusia untuk melanjutkan kontrol terhadap revolusi Rusia menuju pembentukan raksasa komunis bernama Uni Soviet.