Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka perayaan Imlek dan memperkenalkan kebudayaan Taiwan, Diabolo Dance Theater -- sebuah grup seni -- menampilkan tarian Diabolo di hadapan warga Indonesia.
Diabolo dancing atau tarian Yoyo adalah sebuah permainan yang memadukan gerakan seni. Tampilan interaktif dan agresif sangat melekat dalam tarian khas Taiwan ini.
Baca Juga
Bertempat di Sense Ballroom and Dinning Theater, Jakarta, ratusan penonton memadati ruang pertunjukkan. Enam orang penari wanita muncul dalam sesi pertama. Dengan uletnya, para penari ini melempar yoyo dengan tongkat yang sudah tersambung dengan tali.
Advertisement
Masing-masing penari menunjukkan keterampilannya melempar Yoyo satu sama lain. Penonton sontak bertepuk tangan melihat kelihaian para penari Diabolo ini.
Pertunjukkan spektakuler tersebut tak hanya menampilkan keahlian masing-masing penari dalam memainkan yoyo. Tampilan memukau juga berhasil disuguhkan berkat pencahayaan yang sangat indah. Warna biru mendominasi pertunjukkan. Sebab, "Ocean Celebration" diangkat sebagai tema utama dalam pertunjukkan kali ini.
Chang Fu-Mei, team leader dari rombongan Diabolo Dance Theater mengatakan bahwa tema "Ocean" atau laut diangkat karena Taiwan adalah negara yang dikelilingi oleh lautan.
"Salah satu alasan mengapa Ocean Celebration dijadikan sebagai tema dalam pertunjukkan ini karena Taiwan adalah negara yang dikelilingi oleh lautan," kata Chang saat ditemui sebelum pertunjukkan dimulai di Sense Ballroom, Rabu 7 Maret 2018 malam.
"Saya berharap dengan adanya pertunjukkan Diabolo ini dapat meningkatkan misi pertukaran budaya antara Taiwan dan Indonesia," ujarnya.
Chang juga menjelaskan, masing-masing penari dari teater yang dipimpinnya sudah mulai berlatih tarian Diabolo sejak delapan tahun bahkan ada yang memulainya sejak kecil.
"Indonesia adalah negara tujuan misi budaya terakhir yang kami kunjungi. Perjalanan kami dimulai dari Jepang, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam dan hari ini berakhir di Indonesia," tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut hadir pula Kepala Perwakilan Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) John Chen. Menurutnya, penampilan khusus dari kelompok seni Taiwan ini adalah salah satu bagian dari New Southbound Policy program.
"New Southbound Policy adalah misi yang dapat menghubungkan dari satu orang ke orang lain (connect from people to people)," ujar John Chen.
"New Southbound Policy tak melulu bicara soal masalah ekonomi. Pertukaran budaya juga termasuk di dalamnya," tambah John Chen.
Setelah para penonton di Jakarta dibuat puas dengan penampilan dari grup tari Taiwan Diabolo Dance Theater, kota di Indonesia selanjutnya yang akan disambangi adalah Pekan Baru (9 Maret 2018) dan Surabaya (11 Maret 2018).
Saksikan juga video berikut:
Mengenal Tarian Suku Tsou di Alishan Taiwan
Selain tarian Diabolo atau permainan Yoyo, Taiwan juga punya kesenian lain yang tak kalah menarik.
Beberapa waktu lalu, tim Liputan6.com berkesempatan mengunjungi Alishan, Chiayi, Taiwan untuk melihat lebih dekat suku Tsou yang jadi permata di negara tersebut. Suku Tsou adalah warga asli Taiwan bagian selatan yang menyimpan banyak keunikan. Salah satunya adalah tarian khas dari suku tersebut.
Langkah kaki dari sepuluh penari yang saling berpegangan tangan begitu seirama. Sesekali kepala mereka angkat ke atas, sebagai bentuk perwujudan rasa syukur pada pencipta alam.
"Tarian ini menggambarkan rasa syukur kepada Tuhan," ujar Lu Shan Bao, pemandu wisata lokal.
Suku Tsou adalah penduduk lokal di bukit Alishan yang terletak di kabupaten Chiayi, Taiwan. Wisatawan dapat menyaksikan penampilan mereka di Yuyupas -- sebuah panggung penampilan yang jadi lokasi unjuk bakat.
Suku Tsou, yang juga dijuluki permata bagi warga Taiwan, dikenal sebagai pendulang minat turis mancanegara. Sebab, tak hanya ramah pada pengunjung, mereka yang didominasi kaum muda ini punya banyak talenta. Terbukti dari penampilan tarian dan nyanyian lagu daerah yang begitu apik.
Menurut Mooh, seorang penari pria di Yuyupas, setiap hari ada 400 wisatawan lokal dan mancanegara yang hilir mudik secara bergantian.
"Setiap hari ada 400 orang yang datang. Jika hari libur tiba, maka jumlah bisa bertambah," ujar Mooh.
"Saya penduduk asli Alishan. Sudah lima tahun saya bekerja sebagai penari," tambahnya.
Bagi Mooh, bekerja di Yuyupas bukan hanya sekedar untuk menari saja. Berpakaian ala suku Tsou ini dianggapnya sebagai cara melestarikan budaya.
"Meski terlahir dari keluarga tentara, saya tetap merasa senang ketika bekerja di Yuyupas," ujar pria berusia 26 tahun tersebut.
Legenda menyebut bahwa ada sekelompok orang yang tiba di Pulau Taiwan. Sekelompok orang itu lantas ingin meloloskan diri dari kawasan Alishan dan Pulau Taiwan lewat jalur laut. Tetapi langkah itu gagal, sebab ada sejumlah ikan raksasa yang menghalangi jalan mereka.
Lalu, Tuhan mengirimkan burung raksasa yang menjelma jadi wanita cantik. Pada bagian kaki burung tersebut, terdapat pola garis hitam, biru dan merah -- yang kemudian jadi warna utama pada pakaian suku Tsou.
Untuk menikmati suasana liburan di Yuyupas, pengunjung harus membeli tiket seharga NT 300 atau setara dengan Rp 144 ribu (NT 1 = Rp 480). Dengan harga tersebut, pengunjung dapat melihat hamparan kebun teh, penampilan tari dan menyanyi, serta suasana alam tempat tinggal suku Tsou. Namun, harga itu belum termasuk biaya makan siang.
Advertisement