Liputan6.com, New York - Pada 31 Januari 2018, pertama dalam 152 tahun, penduduk Bumi disuguhkan rangkaian fenomena alam luar biasa. Peristiwa ini saling berkonvergensi dan langka terjadi, yakni gerhana Super Blue Blood Moon -- perpaduan Supermoon, Blue Moon dan Blood Moon. Terakhir kali fenomena itu terjadi pada 31 Maret 1866.
Sebuah laporan mengungkapkan, meski tak ada bulan purnama pada Februari 2018, tapi ada dua hal yang menggantikannya pada Maret 2018. Pertama, Worm Moon atau bulan purnama yang terjadi pada 1 Maret (disebut juga Lenten Crow Crust Chaste Sugar dan Sap Moon). Kedua, Blue Moon yang terjadi pada 31 Maret.
Baca Juga
Merupakan hal yang jarang terjadi: dalam satu bulan terdapat dua kali bulan purnama, meskipun hal serupa juga dialami pada Januari.
Advertisement
Dikatakan oleh ilmuwan, ini menjadi tahun terakhir penampakan Blue Moon, tidak akan ada lagi sampai tahun 2020. Demikian seperti dikutip dari Travel And Leisure, Minggu 11 Maret 2018.
Seorang astronom bahkan menyebut, Blue Moon berikutnya -- setelah Maret 2018 -- akan terjadi pada 18 Mei 2019.
Menentukan Hari Raya Keagamaan
Meski tidak memiliki arti signifikan secara astronomi, masih banyak penganut keyakinan yang memanfaatkan bulan purnama sebagai penentu tanggal dan hari dari upacara keagamaan.
Perayaan Paskah umat Kristiani diselenggarakan tiap hari Minggu setelah Bulan purnama pertama setelah Spring Equinox atau Ekuinoks Musim Semi.
Tahun ini, equinox terjadi pada hari Selasa, 20 Maret. Jadi dalam kasus ini, tanggal Paskah ditentukan oleh Blue Moon yang terjadi pada 31 Maret.
Ekuinoks sendiri terjadi dua kali dalam satu tahun, yaitu sekitar 20 Maret dan 22 September, ketika sumbu Bumi tidak terinklinasi terhadap Matahari dan pusat Matahari berada di bidang yang sama dengan khatulistiwa Bumi.
Advertisement