Sukses

3 Komentar Stephen Hawking Seputar Donald Trump dan Politik Dunia

Berikut, 3 komentar mendiang Stephen Hawking seputar Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan dinamika politik dunia

Liputan6.com, London - Ilmuwan terkemuka Stephen Hawking mengembuskan napas terakhir pada usia 76 tahun, Rabu 14 Maret 2018 waktu setempat.

Di tengah keterbatasan fisiknya, almarhum Stephen Hawking merupakan pria berotak encer alias jenius. Telah banyak teori-teori rumit mengenai kosmologi, gravitasi kuantum, dan lubang hitam yang telah ia cetuskan.

Selain mencetuskan teori-teori ilmiah, Hawking juga kerap dimintai pendapat soal hal-hal lain, termasuk urusan politik. Beberapa urusan politik yang kerap ia komentari salah satunya adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Berikut, 3 komentar mendiang Stephen Hawking seputar Donald Trump dan dinamika politik dunia, seperti Liputan6.com kutip dari berbagai sumber pada Rabu (14/3/2018).

2 dari 4 halaman

1. Donald Trump dan Pilpres AS 2016

Ketika dimintai pendapat tentang dinamika politik seputar Donald Trump dan kepopulerannya dalam Pilpres AS 2016 lalu, Stephen Hawking mengaku kesulitan mencerna hal itu.

"Saya tak bisa," kata Hawking dalam program Good Morning Britain di ITV, seperti dikutip dari CNN, Selasa 31 Mei 2016.

"Ia adalah demagogue."

Demagogue merujuk pada istilah politikus yang menarik dukungan dengan memanfaatkan hal populer yang menarik juga prasangka dari banyak orang.

Kala itu, Hawking pun masih hidup untuk menjadi saksi bawah komentarnya berujung pada kenyataan. Kepopuleran Donald Trump pada Pilpres AS 2016 berujung pada kemenangannya sebagai Presiden Amerika Serikat.

3 dari 4 halaman

2. Hawking Bicara Soal Brexit

Hawking, yang sebelumnya mengaku cemas dengan perkembangan Pemilu AS -- dengan nada bercanda -- juga angkat bicara soal isu lepasnya Inggris dan Uni Eropa atau yang dikenal sebagai Brexit.

Ia berharap warga Inggris memilih tetap bersama dengan Uni Eropa.

"Sudah berakhir hari-hari ketika kita bisa berdiri di atas kaki sendiri menghadapi dunia. Kita butuh untuk menjadi bagian dari kelompok negara yang lebih besar, dalam hal keamanan maupun perdagangan," kata ilmuwan berusia 74 tahun itu.

"Ada dua alasan jelas mengapa kita harus tetap bergabung. Pertama, hal itu mendukung mobilitas manusia. Para siswa bisa datang ke sini dari negara-negara Eropa, anak-anak kita juga bisa belajar di negara Eropa lain," kata dia.

"Lebih penting lagi di bidang riset, pertukaran kemampuan memungkinkan proses transfer yang lebih cepat, dan membawa orang-orang baru dengan ide-ide yang berbeda. Tanpa pertukaran tersebut, kita akan terisolasi secara kultural dan picik, lebih jauh dari mana kemajuan dibuat."

 

4 dari 4 halaman

3. Presiden Donald Trump dan Kesepakatan Iklim Paris

Ilmuwan terkemuka Stephen Hawking mengatakan bahwa keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk hengkang dari kesepakatan iklim Paris dapat menyebabkan situasi yang tak dapat diperbaiki.

Hawking mengatakan, tindakan tersebut dapat mengubah Bumi menjadi planet panas raksasa seperti Venus.

Profesor asal Inggris itu juga mengkhawatirkan adanya agresi antarmanusia, sebagai dampak perubahan iklim. Menurutnya, harapan terbaik untuk bertahan hidup adalah tinggal di planet lain.

Hawking kerap mengutarakan kekhawatirannya akan masa depan spesies manusia. Kekhawatiran itu khususnya diutarakan atas keputusan Presiden Trump untuk menarik diri dari kesepakatan Paris yang bertujuan untuk mengurangi tingkat CO2 dalam atmosfer.

"Kita telah mendekati titik kritis di mana pemanasan global menjadi tidak dapat diubah lagi. Tindakan Trump bisa mendorong Bumi berubah menjadi Venus, dengan suhu dua ratus lima puluh derajat, dan hujan asam sulfat," ujar Stephen Hawking seperti dikutip dari BBC, Senin 3 Juli 2017.