Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi mengimbau akan membuat senjata nuklir, jika Iran telah berhasil membuatnya.
Hal itu diutarakan oleh Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman saat diwawancarai media Amerika Serikat CBS News.
Mengawali pernyataannya, sang pangeran mengatakan bahwa sejatinya, Saudi tak ingin membuat bom nuklir -- mengingat keanggotaan mereka dalam Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons sejak 1988.
Advertisement
Namun, "Jika Iran membuat bom nuklir, kami juga akan melakukannya sesegera mungkin, tanpa ragu." Demikian seperti dikutip dari BBC (16/3/2018).
Baca Juga
Saat ini, tak diketahui apakah Iran memiliki senjata nuklir atau senjata pemusnah massal lainnya, menurut penilaian Biological Weapons Convention.
Di sisi lain, Negeri Para Mullah tengah menandatangani Pakta Kesepakatan Nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Pakta itu merupakan kesepakatan antara Iran dengan sejumlah pihak yang terdiri dari Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB (China, Prancis, Rusia, Inggris, AS), plus Jerman dan Uni Eropa.
Menurut pakta itu, Iran sepakat terhadap sejumlah hal, salah satunya adalah pengurangan stok uranium (bahan baku nuklir) hingga 98 persen. Kepatuhan Iran akan ditukar dengan pencabutan sanksi dari negara-negara yang menandatangani kesepakatan tersebut.
Pakta itu memiliki mekanisme pengawasan rutin. Secara berkala, per-90 hari, para negara anggota akan memberikan sertifikasi kepatuhan kepada Iran setelah melakukan peninjauan.
Kendati demikian, beberapa pihak menaruh kecurigaan kepada Iran -- salah satunya Amerika Serikat -- dan menuduh Teheran 'diam-diam' tetap mengembangkan senjata nuklir.
Namun, ada pula beberapa pihak yang turut menaruh kecurigaan kepada Arab Saudi, menuduh Negeri Petrodollar itu 'diam-diam' mengembangkan senjata nuklir.
Pada 2013 misalnya, Gary Samore, eks penasihat bidang non-proliferasi untuk Presiden Barack Obama; dan Amos Yadlin, eks Kepala Intelijen Israel, menuduh Arab Saudi berinvestasi ke Pakistan untuk membuat senjata nuklir. Tak diketahui apakah tuduhan itu benar-benar terbukti.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Mengilustrasikan Rivalitas Saudi - Iran
Komentar Pangeran Bin Salman, mengilustrasikan intensitas rivalitas 'adu kekuatan' kedua negara di kawasan yang telah terjadi sejak beberapa dekade silam.
Rivalitas itu menyentuh beragam aspek, mulai dari proyeksi kekuatan hingga menanamkan pengaruh pada berbagai negara tetangga dalam proxy conflict di kawasan.
Contohnya seperti pada Perang Saudara di Suriah dan Yaman.
Mengomentari tentang upaya penanaman pengaruh Negeri Para Mullah pada sejumlah proxy conflict itu, sang Putra Mahkota mengatakan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khomenei merupakan, "Hitler baru di kawasan Timur Tengah".
"Ia (Khomenei) punya proyek khusus di Timur Tengah, seperti Hitler yang ingin memperluas wilayahnya."
Di sisi lain, keterlibatan Arab Saudi dalam setiap proxy conflict di kawasan, juga turut menuai kecaman dari beberapa pihak.
Sejumlah media kemudian mengkritik Saudi, seperti Middle East Eye atau Middle East Monitor kerap melaporkan bahwa pendanaan besar dan campur tangan militer yang dilakukan Riyadh di Perang Saudara Yaman sejatinya, semakin memperkeruh situasi dan krisis kemanusiaan yang terjadi di negara tersebut.
Namun, Pangeran Bin Salman punya justifikasi tersendiri terkait hal tersebut.
Ia mengatakan bahwa Saudi tak ingin sikap Iran yang 'serupa Nazi dan Hitler' mengancam Timur Tengah.
"Kami tak ingin peristiwa yang sama terjadi di Timur Tengah," jelas Bin Salman.
Advertisement