Sukses

Cara Jitu Presiden Korsel Pertemukan Kim Jong-un dan Donald Trump

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, terlihat sangat lincah mengupayakan pertemuan damai antara Korea Utara dan Amerika Serikat. Ini sepak terjangnya.

Liputan6.com, Seoul - Persiapan menuju pertemuan perdana antara Presiden Amerika Serikat (AS) Doanld Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, terus dikawal dengan semangat oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Rencananya, pertemuan bersejarah itu akan digelar pada April mendatang. 

Saat ini, Presiden Moon tengah meraih popularitas tinggi di dalam dan luar negeri. Hal itu, salah satunya, didukung oleh ambisi untuk mempertemukan Kim dengan Trump. Keduanya merupakan musuh selama bertahun-tahun yang saling mengejek dan mengancam.

Seperti dilansir dari Associated Press pada Minggu (18/3/2018), sejak menjadi Presiden Korsel, Moon selalu mempertahankan agar Korsel memimpin isu Korea Utara. Bahkan, warga Korsel menyamakan negaranya seperti udang yang terjebak di antara paus. Paus itu seperti AS dan Korut.

Pemerintahan Trump mewaspadai Moon, karena hubungan Korsel dan Korut yang lebih besar, bahkan saat Pyongyang melakukan ledakan ujicoba nuklir terbesar dan rudal balistik antarbenua. Akhirnya Moon terpaksa melangkah lebih serius dengan bergabung pada sanksi Trump dan mengkampanyekan tekanan melawan Pyongyang.

Moon memerintahkan tes rudal setelah Korut menguji senjata mereka. Dia juga mengizinkan Amerika Serikat untuk memasang sistem pertahanan rudal berteknologi tinggi, meski ada tentangan kuat oleh China. 

Cara menangani AS, juga Moon pelajari sejak masih menjabat Kepala Staf Presiden Liberal Roh Moo-hyun. Roh diketahui memiliki hubungan yang kaku dengan Presiden AS George W. Bush mengenai Korea Utara.

"Moon menyadari mengapa hubungan dengan AS sengsara selama pemerintahan Roh, sehingga dia akan tahu betul bagaimana menangani AS," kata Analis Institut Sejong pribadi di Korea Selatan, Lee Daewoo.

Cepatnya rencana pertemuan kedua pemimpin negara tersebut membuat terkejut semua orang di dunia. Lantaran permusuhan yang mendalam di antara Korsel dan Korut. Perundingan antara kedua Korea baru dua kali terjadi sejak mulai muncul isu 'pecah kongsi' pada 1945 silam.

Kali ini, awal proses pertemuan berawal dari penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang. Pada Januari, pertemuan pertama Korut dan Korsel untuk membahas pertandingan pada Februari. Kala itu, Kim mengirim adik perempuannya, Kim Yo Jong. Dia adalah anggota keluarga Kim pertama yang singgah di Korea Selatan sejak Perang Korea 1950-1953.

 

Dunia Menaruh Pehatian pada Pertemuan Presiden Moon dan Kim Jong-un

Selain itu, perundingan KTT antara AS dan Korea Utara diperantarai oleh utusan Moon. 10 Diplomasi Korsel bertemu dengan Kim Jong Un pada 5-6 Maret di Pyongyang. Dalam pertemuan itu juga menawarkan Kim untuk berbicara dengan Trump.

Moon menyebut pertemuan puncak tersebut sebagai sebuah 'keajaiban'. "Dunia menaruh perhatian. Nasib Republik Korea dan Semenanjung Korea tergantung pada apakah kita dapat memanfaatkan peluang ini." kata Moon pada penasihatnya.

Pertemuan antara Kim dan Trump masih ada kemungkinan tak terjadi. Terlebih pihak Korut yang enggan meninggalkan program uji coba nuklirnya yang sudah menghabiskan waktu untuk pembangunan selama puluhan tahun.

Senjata nuklir adalah inti dari pemerintah Kim, yang selalu menyebut kebijakan 'Byungjin', yang secara bersamaan memperkuat gudang senjata nuklirnya dan memperbaiki ekonomi. Bahkan media Pyongyang juga belum secara resmi mengonfirmasi perundingan tersebut, apakah ditolak atau diterima.

Dan untuk Trump, dia ingin ada denuklirisasi jika AS berkunjung ke Korut. Korea Utara mengatakan bahwa denuklirisasi di semenanjung bisa dilakukan bila AS benar-benar menarik 80.000 tentaranya dari Korsel dan Jepang, dan menghentikan latihan militer tahunan dengan Korea Selatan, yang menurut Korut itu adalah latihan invasi.

Selain pujian, rencana Moon juga bisa menjadi berantakan dan tak ada hasilnya. Mungkin Moon akan dikritik dari pihak konservatif Korsel dan AS karena tawarannya bisa menolong Korut untuk menyempurnakan program nuklirnya.

"Ini bukan usaha yang buruk untuk bertemu Kim Jong Un dalam dialog melalui Olimpiade, tapi kami tetap bekerja sebagai utusan Korea Utara dan saya pikir itu menjadi risiko diplomatik," kata Go Myong-Hyun dari Korea Selatan yang berbasis di Asan Institute for Policy Studies.

Namun Lee di Sejong Institute mengatakan setiap rincian dalam dialog seharusnya tidak disalahkan pada mediator (perantara).

Dan jika perundingan gagal, Lim Eul Chul di Universitas Kyungnam Korea Selatan mengatakan bahwa hubungan masa depan Korea bisa lebih baik untuk mempertemukan Pyongyang dan Washington ke meja perundingan.

 

 

Teks: Fellyanda Suci Agiesta

Sumber: Merdeka.com

 

 

Simak video ketikja Presiden Jokowi dan Preside Korea Selatan hebohkan sebuah mall di Bogor berikut:Â