Liputan6.com, Jakarta - Berbagai lembaga swadaya masyarakat pemerhati isu buruh migran Indonesia mengutuk sikap Pemerintah Arab Saudi, yang tanpa pemberitahuan, mengeksekusi mati TKI bernama Zaini Misrin asal Bangkalan, Madura pada Minggu, 18 Maret 2018 di Mekkah.
Seperti dikutip dari sebuah rilis gabungan pada Senin (19/3/2018), Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia, Jaringan Buruh Migran, dan Human Rights Working Group, "Mengecam dan mengutuk eksekusi hukuman mati terhadap Zaini Misrin. Eksekusi tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling dasar: yaitu hak atas hidup."
Advertisement
Baca Juga
Lebih lanjut, keempat LSM itu menjelaskan bahwa "Pemerintah Arab Saudi telah melanggar prinsip-prinsip tata krama hukum internasional dengan tidak pernah menyampaikan Mandatory Consular Notification baik pada saat dimulainya proses peradilan ... dan juga pada saat eksekusi hukuman mati dilakukan."
Keempat LSM itu juga mendesak Pemerintah RI untuk mengeluarkan Nota Protes Diplomatik kepada Pemerintah Arab Saudi, serta mengerahkan sumber daya politik dan diplomasi untuk mengupayakan pembebasan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia.
Menurut catatan Kementerian Luar Negeri RI, ada sekitar 142 WNI di seluruh dunia yang terancam hukuman mati. Sebagian besar di antaranya berada di Arab Saudi dan Malaysia.
Kasus Zaini Misrin
Zaini Misrin dituduh membunuh majikannya di Kota Mekkah pada tahun 2004. Kemudian, pada tahun 2008, Pengadilan Mekkah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Zaini.
Sepanjang proses hukum itu berjalan, otoritas Saudi tak memberikan kabar kepada pihak pemerintah Indonesia.
Pemerintah Arab Saudi baru memberitahu proses hukum yang dijalani oleh Zaini kepada pihak RI ketika yang bersangkutan sudah divonis hukuman mati, yakni pada 2008. Usai itu, barulah pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah penundaan dan pembebasan Zaini dari vonis hukuman mati.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia, Hariyanto mengindikasikan, selama proses hukum berjalan, pemerintah Saudi tidak memberikan pemenuhan hak-hak hukum yang optimal kepada Zaini.
"Ditambah lagi, menurut informasi yang kami peroleh, sepanjang proses hukum, Zaini berkali-kali mengaku tidak melakukan pembunuhan itu. Kita juga menyayangkan sikap Saudi yang tidak memberikan hak-hak hukum yang optimal bagi Zaini sepanjang proses hukum tersebut," kata Hariyanto saat dihubungi Liputan6.com, Senin 19 Maret 2018.
Sementara itu, rilis gabungan dari Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia, Jaringan Buruh Migran, dan Human Rights Working Group juga mengindikasikan hal serupa.
"Menurut pengakuan Zaini Misrin (sebelum dieksekusi), ia dipaksa untuk mengakui melakukan pembunuhan setelah mengalami tekanan dan intimidasi dari otoritas Saudi Arabia. Pada proses persidangan hingga dijatuhkan vonis hukuman mati, Zaini Misrin juga tidak mendapatkan penerjemah yang netral dan imparsial."
Keempat LSM itu juga menjelaskan bahwa ada sejumlah 'kejanggalan dan ketidakadilan' dalam proses hukum tersebut, serta 'pengabaian terhadap prinsip peradilan yang bebas'.
Kabar eksekusi mati Zaini Misrin beredar di kalangan media Indonesia pada Senin, 19 Maret 2018 pagi hari, lewat sebuah rilis resmi berantai dari Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia, Jaringan Buruh Migran, dan Human Rights Working Group.
Hingga berita ini turun, pihak Kementerian Luar Negeri RI belum menyampaikan keterangan resmi.
Namun, menurut informasi yang diperoleh Liputan6.com, Kemlu RI telah berkoordinasi dengan berbagai otoritas terkait dan pelbagai LSM pemerhati buruh migran Indonesia. Termasuk berencana untuk menggelar konferensi pers terkait langkah Arab Saudi mengeksekusi mati Zaini Misrin.
Advertisement