Sukses

Mengaku Tak Enak Badan, Aung San Suu Kyi Batalkan Pidato di Australia

Kabar tak enak badan Aung San Suu Kyi disampaikan kedutaan besar Myanmar di Australia.

Liputan6.com, Canberra - Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengaku  "tak enak badan" dan membatalkan kehadirannya untuk menyampaikan sebuah pidato yang sejatinya berlangsung di Sydney pada Selasa 20 Maret 2018.

Penampilannya, yang dijamu oleh Institut Lowy, dijadwalkan sebagai satu-satunya pidato publik Suu Kyi di Australia pada KTT ASEAN.

Dikutip dari Australia Plus pada Senin (19/3/2018), Suu Kyi juga diharapkan untuk menerima pertanyaan dari para undangan.

Acara ini kemungkinan akan menarik protes mengenai penderitaan Muslim Rohingya di Myanmar, serupa dengan yang terlihat pada akhir pekan lalu.

Ratusan ribu warga Rohingya terdampar dalam kondisi mengenaskan di Bangladesh setelah melarikan diri dari kekerasan dan perusakan rumah mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Aung San Suu Kyi, yang merupakan Konselor (setingkat Perdana Menteri) Negara Myanmar ini mendapat kritik publik dan pribadi yang bertubi-tubi mengenai masalah ini.

"Sore ini, Institut Lowy diberitahu oleh Kedutaan Besar Myanmar bahwa Konselor Negara tak bisa berpartisipasi dalam acara ini karena ia merasa tidak enak badan. Acara tersebut sekarang dibatalkan," sebut Institut Lowy Institute dalam sebuah pernyataan.

Suu Kyi mendapat kehormatan penuh saat berkunjung ke Canberra pada hari Senin. Kala itu dia mengadakan pembicaraan pribadi dengan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull.

Kedua pemimpin tersebut membahas krisis pengungsi Rohingya yang sedang berlangsung.

Turnbull mendorong Aung San Suu Kyi untuk mencapai sebuah resolusi sehingga para pengungsi bisa kembali ke rumah masing-masing.

Turnbull juga menjelaskan kepada Aung San Suu Kyi bahwa Australia bersedia memberi bantuan untuk Myanmar dan Bangladesh demi membantu menyelesaikan keadaan darurat tersebut.

 

2 dari 2 halaman

Penghargaan HAM Aung San Suu Kyi Dicabut Museum Holocaust AS

Museum Memorial Holocaust Amerika mencabut penghargaan HAM terkemuka yang sebelumnya diberikan kepada Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar yang juga pemenang Nobel Perdamaian.

Pencabutan penghargaan pada 6 Maret 2018 tersebut lantaran Aung San Suu Kyi dinilai tidak berusaha menghentikan atau mengakui pembersihan warga Rohingya di Myanmar.

Dalam pernyataan tertulisnya museum itu mengatakan, di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional Untuk Demokrasi menolak bekerja sama dengan PBB, mendorong pidato bernada kebencian terhadap Muslim-Rohingya, dan secara aktif mencegah wartawan mengungkap "skala kejahatan" di negara bagian Rakhine.

"Ketika serangan militer terhadap Rohingya terungkap pada tahun 2016 dan 2017, kami berharap Anda--sebagai seseorang yang kami dan banyak pihak lainnya menghargai komitmen Anda atas martabat manusia dan hak asasi universal--akan melakukan sesuatu untuk mengutuk atau menghentikan kampanye brutal militer dan untuk mengedepankan solidaritas terhadap warga Muslim-Rohingya," demikian tulis pernyataan itu.

Video Terkini