Sukses

Polisi Filipina Tembak Mati 13 Tersangka Kasus Narkoba dalam Satu Hari

Sebanyak 13 tersangka kasus narkoba tewas ditembak mati oleh polisi Filipina dalam operasi penuh selama 24 jam di utara Manila.

Liputan6.com, Manila - Kepolisian Filipina menembak mati 13 orang tersangka kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang, serta menahan lebih dari 100 orang dalam operasi pemberantasan narkotika yang dilakukan pada Rabu, 21 Maret 2018.

Dilansir dari The Guardian pada Kamis (22/3/2018), operasi besar-besaran tersebut terjadi dalam satu hari di sembilan titik di Provinsi Bulacan, yang terletak di utara ibukota Manila.

Provinis Bulacan adalah tempat 32 orang tersangka narkoba ditembak mati sekaligus dalam satu hari pada bulan Agustus lalu.

Pada pertengahan Februari lalu, sebanyak 10 tersangka narkoba juga tewas ditembak mati oleh polisi Filipina dalam sebuah insiden berdarah yang terjadi di malam hari.

"Operasi ini adalah bagian dari kampanye kami dalam memerangi peredaran obat-obatan terlarang, dan semua bentuk kriminalitas lainnya di provinsi ini," kata kepala polisi Bulacan Romeo Caramat dalam sebuah pernyataan.

"Sayangnya, 13 dari tersangka terbunuh ketika petugas kami melayangkan tembakan untuk membela diri, tak lama setelah para tersangka yang bersenjata itu mulai menyerang karena terdesak," lanjutnya menjelaskan.

Dalam operasi tersebut, polisi Filipina turut menangkap lebih dari 100 orang terduga dengan bukti 19 buah senjata api dan 250 paket narkotika, yang dikumpulkan dalam operasi selama hampir 24 jam.

 

Simak video tentang aksi penghancuran deretan mobil mewah milik koruptor Filipina berikut: 

2 dari 2 halaman

4.000 Tersangka Ditembak Mati

Lebih dari 4.000 warga Filipina telah ditembak mati oleh pihak kepolisian, dan ribuan lainnya tewas terbunuh oleh pasukan bersenjata anonim, selama berlakunya kebijakan kontroversial dalam perang 20 bulan melawan narkotika.

Mayoritas penerapan kebijakan tersebut terjadi di seputar wilayah Manila dan beberapa provinsi di sekitarnya, seperti Bulacan dan Cavite.

Kelompok pemerhati hak asasi manusia dan lawan politik Duterte mengatakan, eksekusi terhadap pengguna narkoba dan pengedar kecilnya kian mengkhawatirkan, dan terkesan tanpa penyidikan mendalam.

Akan tetapi, polisi bersikeras bahwa mereka yang tewas adalah semua pengedar yang melakukan perlawanan dengan kekerasan.

Bulan lalu, seorang jaksa di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, membuka pemeriksaan awal atas pengaduan yang menuduh Presiden Duterte, dan setidaknya 11 pejabat, terkibat kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pemerintah Filipina pekan lalu menyampaikan kepada PBB mengenai keputusannya untuk mundur dari ICC. Alasannya, menurut Presiden Duterte, karena negara yang dipimpinnya 'diserang' secara berlebihan oleh para pejabat PBB atas tuduhan pelanggaran hukum internasional.