Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang Perang Dunia II, sudah jadi rahasia umum jika Nazi Jerman merupakan salah satu kekuatan dunia yang maju di berbagai bidang sains dan teknologi.
Kemajuan itu berkat kontribusi beragam ilmuwan kawakan yang dipekerjakan Nazi. Pengembangan sains dan teknologi yang mereka lakukan ditujukan guna memenuhi impian Adolf Hitler untuk menguasai Eropa dan dunia.
Baca Juga
Kapabilitas para ilmuwan itu -- meski beberapa di antaranya adalah penjahat perang yang terlibat dalam Holocaust -- memicu ketertarikan khusus dari negara-negara lain, seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Advertisement
Sehingga, ketika Perang Dunia II berakhir, Negeri Paman Sam dan Negeri Tirai Besi berlomba-lomba memburu dan merekrut para ilmuwan eks-Nazi Jerman tersebut.
Tujuannya, agar inovasi sains dan teknologi mereka dapat diserap oleh kedua negara itu -- yang tengah gencar berlomba mengungguli satu sama lain kala Perang Dingin.
Di sisi lain, para ilmuwan itu pun dengan senang hati membelot ke AS dan Soviet, demi terhindar dari Pengadilan Tribunal Nuremberg untuk Penjahat Perang Nazi Jerman.
Berikut, 4 ilmuwan Nazi yang direkrut dan membantu pengembangan senjata dan teknologi Amerika Serikat, seperti dirangkum dari Listverse (22/3/2018).
1. Walter Schieber
Schieber memiliki peran vital dalam riset teknologi peperangan Nazi Jerman. Hitler mempekerjakannya sebagai salah satu figur yang meneliti segala hal seputar senjata kimia dan efeknya terhadap manusia dalam perang.
Ia pun tergolong sebagai salah satu ilmuwan yang sukses di bidangnya. Buktinya, Hitler menganugerahi Schieber dengan penghargaan War Merrit Cross atas jasanya terhadap Reich Ketiga.
Ketika Perang Dunia II berakhir, kapabilitas Schieber di bidang senjata kimia memicu ketertarikan Brigadir Jenderal Charles Loucks, Komandan Korps Kimia Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army Chemical Corps).
Loucks pun memanfaatkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh Schieber seputar gas sarin dan tabun, serta kedekatannya dengan Komandan Paramiliter Partai Nazi (Schutzstaffel) Heinrich Himmler, demi keuntungan militer AS selama 10 tahun lebih.
Sepuluh tahun kemudian, Schieber direkrut oleh Badan Intelijen AS (CIA). Tak jelas apa yang ia kerjakan bersama lembaga tersebut.
Namun, pegiat teori konspirasi menduga, Schieber merupakan salah satu sosok yang membantu pengembangan senjata kimia untuk AS selama bertahun-tahun.
Advertisement
2. Arthur Rudolph
Saat masih menjadi bagian dari NSDP (nama resmi Partai Nazi), Rudolph disebut bertanggung jawab mengawasi ribuan Yahudi yang diperbudak dan persona non grata Nazi dalam sistem kerja paksa. Ia juga berkontribusi bagi Nazi Jerman untuk bidang ilmu pengetahuan roket dan rudal.
Namun, usai Perang Dunia II, Rudolph menjadi satu dari sekitar 1.600 ilmuwan Nazi Jerman yang dibawa dari Eropa ke Amerika Serikat pada tahun 1947 -- sebuah operasi klandestin yang dikenal dengan nama Operation Paperclip -- dengan tujuan untuk menyerap ilmu pengetahuan mereka demi kemajuan teknologi Negeri Paman Sam.
Sejak 1947 - 1960-an, Rudolph yang telah direkrut dan dijadikan warga negara AS dipekerjakan untuk pembuatan Saturn V Rocket milik Badan Antariksa AS (NASA) -- sebuah proyek yang menjadi cikal bakal belasan misi Apollo NASA.
Namun, pada 1984, Kementerian Hukum dan Kehakiman AS terpaksa mendakwa Rudolph karena didesak oleh berbagai pihak yang telah mengetahui catatan kelamnya saat Perang Dunia II silam.
Namun, dakwaan itu hanya berujung pada pencabutan kewarganegaraan AS Rudolph, tanpa adanya hukum pidana.
3. Werner von Brauhn
Wernher von Braun lahir di keluarga aristokrat Jerman pada 1912. Ia kemudian belajar teknik mesin dan fisika di Berlin.
Pada 1932, karya Von Braun di bidang roket menarik tentara Jerman dan ia diberikan hibah untuk terus melanjutkan pengembangannya. Ia kemudian direkrut untuk memimpin unit roket artileri dan pada 1937 ia menjadi direktur teknis di fasilitas pengembangan di Peenemünde di Laut Baltik.
Roket tercanggih yang diproduksi di Peenemünde adalah rudal balistik jarak jauh A-4 dan rudal anti-pesawat Wasserfall. Rudal A-4 diproduksi jauh sebelum negara-negara lain mulai mengembangkan senjata tersebut.
Pada 1944, Nazi mengubah nama A-4 menjadi V-2 dan mulai meluncurkan roket ke London, Inggris, dan Antwerp, Belgia. Meski menimbulkan banyak korban, rudal tersebut datang terlalu terlambat untuk mempengaruhi hasil perang.
Menjelang akhir Perang Dunia II, Von Braun dan 400 anggota timnya melarikan diri sebelum Uni Soviet menginvasi. Tentara AS pun dengan cepat menyita lebih dari 300 gerbong kereta yang mengangkut suku cadang V-2.
Para ilmuwan Jerman kemudian dibawa ke Amerika Serikat dan menetap di Fort Bliss, Texas, di mana mereka, termasuk von Braun, melanjutkan pengembangan roket untuk NASA dan AS.
Di akhir hayatnya, von Braun merupakan pensiunan pejabat tinggi NASA dengan torehan pencapaian luar biasa dan sebagai seorang warga negara Amerika Serikat.
Namun, ia terbebas dari hukuman dan pertanggungjawaban atas dugaan kejahatan perang yang ia lakukan pada Perang Dunia II.
Advertisement
4. Kurt Blome
Adolf Hitler mempekerjakan Kurt Blome untuk mengepalai divisi riset kanker Nazi Jerman. Namun, di samping itu, Blome bertanggungjawab atas proyek lain, yakni, pengembangan senjata biologis.
Seusai perang, Blome sempat dipersidangkan di Tribunal Nuremberg atas dakwaan eksperimen terhadap manusia. Namun, ia dibebaskan dari dakwaan berkat intervensi Amerika Serikat.
Ia kemudian dipekerjakan oleh Korps Kimia Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army Chemical Corps) untuk menangani riset senjata biologis dan efeknya terhadap manusia dalam peperangan.
Blome juga diberikan rumah dan fasilitas riset di Jerman Barat, di mana ia terus melanjutkan penelitiannya untuk Amerika Serikat, hingga meninggal pada 1969.