Sukses

Selain Indonesia Bubar 2030, Novel yang Dikutip Prabowo Ramal China Jadi Negara Adidaya

Selain Indonesia Bubar 2030, novel Ghost Fleet yang dikutip Prabowo juga meramalkan China jadi adidaya. Seperti apa?

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, novel fiksi-menegangkan (thriller-fiction) karya Peter W Singer dan August Cole yang berjudul Ghost Fleet: A Novel of the Next World War tengah menjadi sorotan di Indonesia.

Penyebabnya, sebuah video viral menunjukkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengutip beberapa peristiwa dalam karya sastra itu, kala berpidato di hadapan kader partai tahun lalu. Dalam kesempatan itu, Prabowo menyebut tentang Indonesia bubar 2030.

Pidato tersebut kini ramai diperbincangkan setelah Partai Gerindra menguggahnya di akun resmi partai berlambang kepala burung Garuda.

"Di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030," kata Prabowo dalam video yang diunggah Senin 19 Maret 2018.

Ini bukan pertama kali Prabowo berkoar soal runtuhnya Indonesia.

Mantan Panglima Kostrad itu pernah melontarkan pendapat serupa saat berbicara dalam acara bedah buku "Nasionalisme, Sosialisme, dan Pragmatisme. Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo" di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI, Senin 27 September 2013.

Pada kesempatannya berpidato di FEB UI, Prabowo mengeluarkan tiga buku rujukan yang ia beli di luar negeri.

Tiga buku itu antara lain; "Destined for War: Can America and China Escape Thucydides's Trap?" karya Graham Allison; "War by Other Means: Geoeconomics and Statecraft" karya Ambassador Robert D. Blackwill; dan salah satunya, "Ghost Fleet: A Novel of the Next World War" karya Peter W. Singer dan August Cole.

Buku yang disebut terakhir, Ghost Fleet, merupakan novel berlatar belakang kisah konflik global masa depan yang melibatkan China dan Amerika Serikat (AS).

Dalam novel tersebut, Indonesia -- yang disinggung di awal plot -- digambarkan telah menjadi sebuah negara gagal (Failed state) pasca perang yang terjadi di dekat wilayah kedaulatan Tanah Air.

Setelah itu, nama 'Indonesia' pun sedikit disinggung novel itu dan hanya digunakan sebagai sub-latar peristiwa alur cerita.

Lantas, bagaimana novel tersebut mengilustrasikan China menjadi negara adidaya?

 

 

Saksikan juga video berikut:

2 dari 3 halaman

China Temukan Gas dan Kalahkan AS

Sejatinya, karya sastra yang ditulis oleh dua orang pakar geo-politik Amerika Serikat itu lebih dominan membahas konflik masa depan berskala global -- seperti yang diilustrasikan pada judulnya -- alias Perang Dunia III.

Berlatar pada 'masa depan yang tak begitu jauh', Singer dan Cole memfokuskan plot novel itu pada persaingan China dan Amerika Serikat guna menjadi kekuatan global (global superpower).

Singer dan Cole membuka plot novel dengan menjelaskan latar belakang geo-politik dunia pada 'masa depan yang tak begitu jauh' tersebut.

Disebutkan bahwa Indonesia telah menjadi negara gagal (failed state) pasca Perang Timor II. Namun, penulis novel tak merinci sebab-musabab perang itu bermula.

Di wilayah lain, Arab Saudi juga disebutkan mengalami krisis, usai sebuah bom radioaktif jatuh di salah satu kota mereka, Dhahran. Akibatnya harga minyak menjadi tak stabil.

Sementara dalam periode waktu yang berdekatan, China digambarkan tumbuh menjadi negara besar.

Berkat sukses menemukan tambang gas di Palung Mariana, Tiongkok memanfaatkan kekayaan penjualan sumber daya alam itu untuk mengembangkan teknologi militer mereka, bahkan hingga mengungguli Negeri Paman Sam.

Menyusul hal itu, China tak lagi dikuasai oleh Partai Komunis, melainkan konsorsium pebisnis dan ahli strategi militer yang bernama 'The Directorate'.

Memanfaatkan keunggulan teknologi militer teranyar dan kerja sama dengan Rusia, China berhasil mengatasi beragam ancaman yang mampu mengganggu stabilitas. Termasuk, menghancurkan seluruh alutsista pembawa rudal nuklir Amerika Serikat di kawasan.

China, yang didukung Rusia (yang berjaya di Eropa), kemudian tumbuh menjadi penguasa Asia-Pasifik. Jangkauan kekuasaan mereka juga terbentang hingga ke Hawaii, negara bagian AS di Pasifik. Dan semua itu, membuat Negeri Paman Sam kewalahan.

Demi mengatasi hal itu, Amerika Serikat akhirnya mengembangkan 'Ghost Fleet' mereka; kombinasi alutsista jadul dan baru yang dipersiapkan untuk melakukan serangan balik terhadap China-Rusia.

3 dari 3 halaman

Seperti Kejadian Nyata

Seperti dikutip dari National Interest, Emerson Brooking -- pakar kebijakan pertahanan di Council on Foreign Relations -- menyebut, 'perang di masa depan seperti yang digambarkan oleh Ghost Fleet, dipenuhi dengan beragam pertempuran yang menggunakan bermacam-macam teknologi'

"Perang terjadi di darat-laut-udara, menggunakan beragam teknologi, baik konvensional hingga super-canggih sekalipun, termasuk peperangan siber. Drone berseliweran ... dan strategi pertempuran dipimpin oleh para jenius-jenius Silicon Valley," tulis Brooking dalam National Interest.

Lebih lanjut, Brooking mengatakan bahwa apa yang membuat novel itu 'menarik' adalah, "Cara penulis melakukan riset mendalam, sehingga setiap teknologi militer yang digambarkan berpotensi ada di masa depan."

Namun Brooking menyayangkan bagaimana novel itu luput menjelaskan latar belakang politik yang mendasari konflik berskala global tersebut.

Sehingga, sangat berlebihan rasanya jika pengandaian masa depan konstelasi geo-politik dunia akan seperti yang tergambar dalam Ghost Fleet.

"Hanya ada pembahasan semu tentang konflik yang terjadi di Timur Tengah, NATO, dan dinamika politik yang ada. Tapi memang, pembaca sangat dimanjakan dengan alur cerita menegangkan, cepat, dan penuh aksi di setiap lembaran halamannya," ulas Brooking.

Di sisi lain, penulis novel itu pun juga menyimpulkan hal serupa.

Dalam sebuah Tweet yang ditujukan untuk merespons Prabowo -- yang memprediksi bahwa masa depan global, terkhusus Indonesia, akan seperti novel tersebut -- Peter Singer tampak menyangsikan prediksi itu.

"Pemimpin oposisi Indonesia mengutip #GhostFleet dalam pidato kampanyenya yang berapi-api. Ada banyak liku-liku terkait buku ini, namun itu mungkin yang paling istimewa..." tulis Peter Singer dalam akunnya @peterwsinger.

Kendati demikian, sejumlah media asing melaporkan bahwa beberapa Perwira Angkatan Bersenjata AS merekomendasikan agar novel tersebut dibaca oleh para kadet, calon perwira, dan prajurit Negeri Paman Sam, karena --meski fiksi-- dianggap realistis menggambarkan geo-politik dan perkembangan militer dunia.

Tertarik membacanya?