Liputan6.com, Kopenhagen - Pemerintah Denmark mengatakan akan membangun tembok sepanjang 43,5 mil atau sekitar 70 kilometer di perbatasan Jerman. Tembok pembatas ini dimaksudkan untuk mencegah masuknya babi hutan ke negara Skandinavia tersebut.
Babi hutan dikatakan berpotensi membawa infeksi mematikan demam babi Afrika. Meski belum ada kasus yang terdeteksi di Denmark, ada kekhawatiran penyakit ini bisa merugikan produsen atau rumah makan penyaji babi di dalam negeri.
Baca Juga
Penyebaran penyakit itu di Eropa timur menyebabkan masalah signifikan, karena hingga saat ini tidak ada vaksin untuk mencegahnya.
Advertisement
Demam babi Afrika tidak berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya, tetapi untuk peternakan babi konsumsi bisa berakibat fatal, penyakit ini mematikan di hampir semua kasus dalam 10 hari.
Menteri Pangan dan Lingkungan Denmark, Esben Lunde Larsen, mengatakan bahwa pemerintah tidak ingin mengambil risiko.
"Jika virus demam babi Afrika melanda Denmark, semua ekspor daging babi ke negara-negara ketiga akan dihentikan segera," kata Larsen menurut The Local, seperti dilansir dari The Independent, Minggu 25 Maret 2018.
Larsen menyebut, nilai ekspor daging babi Denmark mencapai 33 miliar krona atau sekitar Rp 7,6 triliun per tahun. Bila wabah penyakit itu merebak di Denmark, maka seluruh industri bisa lumpuh.
Demam babi Afrika sekarang sudah menjangkit Polandia, Republik Ceko, Rumania, Estonia, Latvia dan Lithuania dan baru-baru ini dilaporkan mendekati Denmark, menurut pemerintah.
Selain itu, Denmark juga akan memberlakukan denda yang lebih besar untuk impor makanan ilegal dan transportasi pengangkut hewan yang tidak dibersihkan dengan seksama. Para pemburu juga telah diberi pilihan baru untuk berburu babi hutan di malam hari.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Jurus Hong Kong Cegah Invasi Babi Hutan hingga ke Mal
Sementara itu, masyarakat Hong Kong tengah menghadapi ancaman kehadiran babi hutan, yang persentase kasusnya meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Pemerintah pun turun tangan dengan meluncurkan sebuah kebijakan tegas untuk mengendalikannya, yakni melalui suntik sterilisasi.
Pemimpin Departemen Lingkungan, Wong Kam-sing, mengajukan rencana ini ke DPR Hong Kong pada Rabu, 21 Maret 2018.
Dilansir dari South China Morning Post pada Kamis 22 Maret 2018, hal itu merupakan tanggapan terhadap pertanyaan anggota parlemen, tentang bagaimana pemerintah melindungi warga yang ketakutan oleh kehadiran babi hutan.
Jumlah laporan tentang babi hutan yang masuk ke Departemen Pertanian, Perikanan dan Konservasi (AFCD) Hong Kong meningkat dari 294 pada tahun 2013, menjadi 738 kasus pada tahun lalu.
Beberapa kesaksian, bahkan, menyebut babi hutan masuk ke dalam mal, komplek apartemen, dan taman hiburan di berbagai penjuru kota.
Adapun mengenai skema suntik sterilisasi, yang akan diujicobakan selama dua tahun ke depan, melibatkan ahli bedah hewan yang bertugas menyuntikkan babi hutan dengan vaksin kontrasepsi.
Setelahnya, petugas menanam implan microchip dan pemancar GPS, untuk mencatat efektivitas metode tersebut di kemudian hari.
Babi-babi liar itu kemudian dilepaskan kembali ke habitatnya, yakni hutan-hutan yang berada di perbatasan antara Hong Kong dan Shenzhen di wilayah China daratan.
Menurut Dr Howard Wong Kai-hay, direktur eksekutif pada Sekolah Kedokteran Hewan di City University, mayoritas kemunculan babi hutan tidak berujung pada penyerangan terhadap manusia, kecuali jika ada alasan tertentu yang membuatnya merasa terancam. Â
"Tetapi ketika mereka menyerang, mereka bisa berbahaya," ujar Dr Howard.
Advertisement