Liputan6.com, Jakarta - Setidaknya 39 dilaporkan orang tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat di landasan Bandara Tribhuvan, Kathmandu, Nepal. Pesawat US-Bangla Airlines terbakar saat mendarat pukul 14.15 waktu setempat pada Senin, 12 Maret 2018.
Menurut manajer bandara, penyebab kecelakaan diduga pesawat mendekati landasan pacu dari arah yang salah. Sebanyak 31 jasad ditemukan di lokasi kecelakaan, dan delapan lainnya meninggal di rumah sakit, demikian kata juru bicara polisi, Manoj Neupane.
Baca Juga
Kejadian serupa juga terjadi di Rusia, namun insiden kali ini menimpa pesawat militer. Dalam kecelakaan maut yang terjadi di Suriah, sebanyak 39 tentara Rusia dilaporkan tewas.
Advertisement
Kementerian Pertahanan Rusia mengabarkan, pesawat An-26 mengalami kecelakaan saat mendarat di pangkalan udara Hmeimim, di dekat kota pesisir Latakia. Pesawat jatuh sekitar 500 meter dari landasan pacu. Kesalahan teknis diduga menjadi penyebab insiden tersebut.Â
Mengutip situs Wonderlist, Senin (26/3/2018), ada banyak faktor penyebab pesawat celaka. Selain karena cuaca, penyebab seperti human error, kesalahan teknis, dan gangguan dari luar bisa mempengaruhi jatuhnya pesawat.
Berikut 6 penyebab kecelakaan pesawat yang paling sering terjadi di dunia.
1. Angin
Angin yang berembus dari atas, belakang atau samping bisa membuat pesawat terbalik karena angin punya kemampuan untuk menghilangkan udara dari sekitar sayap pesawat. Dalam kasus seperti ini, pesawat akan kehilangan kecepatan saat berada di ketinggian tertentu.
Yang paling berbahaya dari fakta seperti ini adalah microburst: aliran udara yang mendadak, kuat, dan terlokalisasi. Awak pesawat di seluruh dunia menjalani pelatihan ekstensif untuk mengahadapi microburst karena akibatnya sangat fatal bagi pesawat yang mendarat atau lepas landas.
Di bawah ini adalah beberapa kecelakaan pesawat terparah sepanjang sejarah penerbangan:
• 1956 Kano Airport, BOAC Argonaut
• 1971 Copenhagen Airport, Malév Ilyushin Il-18 (HA-MOC)
• 1975 John F. Kennedy International Airport, Eastern Airlines Flight 66, Boeing 727-225 (N8845E)
• 1982 New Orleans International Airport, Pan Am Flight 759, Boeing 727-235 (N4737)
• 1985 Dallas/Fort Worth International Airport, Delta Air Lines Flight 191, Lockheed L-1011 TriStar (N726DA)
• 1992 Faro Airport, Martinair Flight 495, McDonnell Douglas DC-10 (PH-MBN)
• 1994 Charlotte/Douglas International Airport, USAir Flight 1016, Douglas DC-9 (N954VJ)
Advertisement
2. Perangkat Lunak
Saat ini pesawat mengandalkan pendaratan otomatis ketika jarak pandang pilot hanya 75 meter -- biasanya di malam hari dan cuaca berkabut. Teknologi benar-benar mengambil alih "penglihatan" ketika mata manusia tidak mampu melakukannya.
Sebagai contoh, pada 14 September 1993, kecelakaan pesawat menimpa Lufthansa A320-211. Pesawat milik maskapai penerbangan Jerman ini mengalami kecelakaan di bandara Warsawa, Polandia, setelah melewati landasan pacu saat ingin mendarat.
Kecelakaan pesawat dengan nomor penerbangan 2904 tersebut memakan dua korban jiwa, satu kru dan satu penumpang. Penyebabnya yaitu pesawat menabrak bukit di ujung landasan Bandara Chopin Warsawa, Polandia.
Saat mendekati landasan pacu (runway) 11, area sekitar dinyatakan aman untuk mendarat (clear). Namun mereka mendapat peringatan tentang angin yang mendadak berubah. Setelahnya, hujan turun.
Saat mendarat, roda-roda pesawat meluncur di atas landasan yang basah dan cenderung licin. Di satu sisi, komputer pesawat masih terprogram untuk penerbangan di udara, dengan demikian A320-211 menonaktifkan sistem pengeremannya.
Pilot yang melihat posisi pesawat tak pas dengan landasan pacu, memutuskan untuk mengarahkan pesawat ke kanan. Terlambat, pesawat telah menabrak bukit. Si jago merah mulai berkobar di sayap kiri dan menembus kabin penumpang.
3. Bahasa
Bahasa Inggris adalah bahasa standar yang diterapkan di seluruh industri penerbangan. Namun, aksennya bisa disalahpahami.
Miskomunikasi antara pilot dan petugas menara kontrol dapat menyebabkan kecelakaan fatal, terutama saat mendarat. Situasi ini semakin sulit ketika jarak pandang dibatasi oleh para pilot itu sendiri.
Advertisement
4. Pilot Kurang Tidur dan Kelelahan
Biasanya, seorang pilot mengalami kelelahan karena jam kerja yang tidak dapat diprediksi, masa tugas yang panjang, dan kurang tidur. Terjaga selama 17 jam tanpa henti setara seperti darah yang mengandung alkohol 0,5%.
Selain itu, pilot harus berkonsentrasi penuh, terutama selama tiga menit saat akan lepas landas atau mendarat, karena 80% dari semua kecelakaan terjadi dalam situasi ini.
Pilot harus memegang kendali pesawat dengan tangannya sendiri dan mematikan mode autopilot. Selain itu, seorang pilot juga harus benar-benar berkonsentrasi pada dini hari sekitar pukul 03.00, yang mana menjadi titik rendah fisiologis tubuh. Pilot memiliki waktu pergantian (shift) yang berlangsung hingga 20 jam -- lebih lama dari pengemudi truk.
Survei NASA mengungkapkan, 70% pilot pesawat AS tertidur di kokpit setidaknya sekali selama penerbangan. Juga setidaknya, satu pilot cadangan harus selalu terjaga di kokpit.
5. Bunuh Diri Pilot
Pilot adalah orang yang harus bertanggungjawab mengendalikan pesawat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan burung besi. Namun, beberapa kasus menunjukkan pilot melakukan bunuh diri saat pesawat sedang terbang.
Misalnya, pada tahun 1999 kasus EgyptAir Flight 990. Co-pilot secara sadar menabrakkan pesawat ke Samudra Atlantik, sementara sang kapten tidak ada.
Pada tahun 1982, kasus Japan Airlines Flight 350, kapten yang mengalami gangguan mental mencoba bunuh diri dengan membalikkan pesawat, padahal pesawat itu dekat dengan landasan pacu. Akibatnya, 24 dari 174 penumpang tewas.
Dalam kasus Germanwings Flight 9525 (Airbus A320-200), co-pilot Andreas Lubitz mengunci pilot dari kabin dan menabrakkan pesawat dengan sengaja.
Akibatnya, maskapai penerbangan ini harus mengadopsi aturan baru pasca insiden tersebut: setidaknya dua personel berwenang harus disertakan dalam kokpit pesawat.
Advertisement
6. Rudal
Pesawat penumpang bisa dihantam rudal ainti-pesawat dari tanah atau laut. Pesawat penumpang tidak mampu menghindari atau melakukan serangan balasan terhadap rudal, karena berat dan volumenya.
Jika rudal menghantam bagian sayap, pesawat akan meledak di udara karena di situlah letak bahan bakar. Pesawat komersial tidak memiliki sistem untuk melacak rudal, jadi satu-satunya peluang pilot untuk berjaga-jaga adalah melihat rudal yang datang dari tanah.
Sistem pelacak radar surface to air missile (SAM), seperti SA-11, dianggap berbahaya bagi pesawat sipil, karena mereka terbang dengan kecepatan dan ketinggian yang stabil. Selain itu, pesawat sipil yang terbang di ketinggian ribuan kaki lebih mudah terdeteksi oleh radar SAM.
Pada 17 Juli 2014, Malaysia Airlines Flight 17, sebuah Boeing 777-200ER, terbang dari Amsterdam ke Kuala Lumpur, ditabrak oleh rudal Buk milik Soviet di dekat Donetsk, Ukraina. Seluruh penumpang, total 283 orang, dan 15 awak dilaporkan tewas seketika. Delapan puluh di antaranya adalah anak-anak.