Sukses

Dubes RI Klarifikasi Tudingan Miring Media soal Kunjungan Jokowi ke Selandia Baru

Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya juga memprotes dan mengaku kecewa terhadap artikel yang ditulis jurnalis New Zaeland Herald itu.

Liputan6.com, Wellington - Kunjungan kenegaraan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi ke Selandia Baru pekan lalu menuai pemberitaan miring dari media setempat.

Dua hari lalu, jurnalis politik Selandia Baru untuk surat kabar New Zaeland Herald, Audrey Young mempublikasikan tulisan opini seputar kunjungan Jokowi ke Negeri Kiwi.

Tulisan opini itu berjudul "Visiting leaders show disrespect by failing to share platform with Jacinda Ardern".

Dalam artikel opini itu (yang tanpa satupun memuat kutipan narasumber, pakar, atau pengamat politik), Young mengkritik Jokowi karena sang Presiden RI 'menolak untuk melakukan konferensi pers bersama' usai melakukan dialog bilateral dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.

"Saat berkunjung, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru mengusulkan konferensi pers bersama antara Presiden Jokowi dengan PM Jacinda Ardern. Tapi, ia (Jokowi) menolak," tulis Young seperti dikutip dari NZ Herald.

Young juga menilai sikap Jokowi 'sebuah penghinaan' terhadap PM Selandia Baru.

"Meski Ardern bersikap diplomatik dengan menyebut sikap itu bukan sebuah penghinaan, justru sebaliknya," lanjutnya.

Perempuan itu juga menulis bahwa 'Jokowi tampak ingin menghindari pertanyaan-pertanyaan sensitif, seperti isu Papua Barat' dengan menolak melakukan konferensi pers bersama.

Usai tulisan itu terbit, baik versi cetak atau daring, beragam komentar dari publik deras mengalir -- termasuk yang bernuansa negatif.

Menuai Protes dari Dubes RI di Selandia Baru

Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya memprotes dan mengaku kecewa terhadap artikel yang ditulis jurnalis New Zaeland Herald itu.

"Kami sudah melayangkan protes keras kepada si penulis dan mendesaknya untuk membuat klarifikasi karena apa yang dia tulis tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya," kata Dubes Tantowi dalam sebuah pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com (26/3/2018).

Padahal, lanjut Tantowi, lawatan Jokowi ke Selandia Baru dan pertemuan dengan PM Jacinda Ardern sejatinya 'sukses, positif dan konstruktif, serta membuahkan hasil yang produktif bagi kedua negara'.

"Kami sangat kecewa dengan pemberitaan yang ditulis oleh Audrey Young yang dibuat tanpa dukungan fakta dan konfirmasi baik dari pemerintah Selandia Baru maupun KBRI Wellington selaku perwakilan Pemerintah Indonesia," lanjutnya.

"Kami juga kecewa tulisan yang dibuat berdasarkan asumsi si penulis tersebut telah menciptakan persepsi yang salah tentang Presiden Joko Widodo," lanjut sang Duta Besar RI untuk Selandia Baru.

2 dari 2 halaman

Klarifikasi Dubes Tantowi

Dalam sebuah pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com, Dubes RI untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya mengklarifikasi latar belakang di balik tak terselenggaranya konferensi pers usai pertemuan bilateral Presiden Jokowi dan PM Ardern pada pekan lalu.

"Yang benar, keputusan untuk tidak membuat keterangan Pers adalah usulan dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru yang kemudian diadopsi menjadi keputusan bersama," kata Tantowi.

"Untuk konsumsi publik, hasil-hasil pertemuan akan disarikan dalam pernyataan bersama (joint statement) yang akan dimuat di website resmi kedua negara. Sebagai tamu, kami menghargai posisi yang diambil oleh tuan rumah. Kami mendukung sepenuhnya karena tidak ada yang salah dengan sikap tersebut," lanjutnya.

Sang Dubes juga mengatakan bahwa sejatinya, Jokowi, sebagai presiden dari negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, 'menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan indepensi Pers sebagai salah satu pilar demokrasi'.

Indonesia dan Selandia Baru tahun ini merayakan 60 tahun hubungan diplomatik.

Dalam kurun waktu tersebut, banyak yang sudah dicapai oleh kedua negara dari mulai perdagangan, investasi, pendidikan, pertanian, pariwisata, penanganan bencana, politik sampai dengan kerjasama di bidang pertahanan dan kontra terorisme.

Kedua negara sepakat untuk meningkatkan derajat hubungan dari Strategic ke Comprehensive. Kedua negara juga berkomitmen untuk meningkatkan perdagangan dari NZ$ 1,6 miliar ke NZ$ 4 miliar sebelum 2024.

Video Terkini