Liputan6.com, Islamabad - Sebuah saluran berita publik di Pakistan secara resmi mempekerjakan seorang presenter televisi transgender. Ini merupakan keputusan kontroversial yang pertama kalinya terjadi di dalam sejarah pertelevisian di negeri yang dipimpin oleh Perdana Menteri Shahid Khaqan Abbasi.
Marvia Malik, nama presenter transgender tersebut, merupakan seorang lulusan Ilmu Jurnalistik yang juga berprofesi sebagai model.
Dilansir dari BBC pada Selasa (27/3/2018), Marvia mengaku tidak kuasa menahan haru, saat dirinya diterima bekerja sebagai presenter berita di stasiun televisi Koheenor.
Advertisement
Â
Baca Juga
Ia resmi membacakan berita pada Jumat malam, 23 Maret 2018, setelah sebelumnya menjalani latihan intensif selama tiga bulan.
"Ini mimpi saya, dan saya masih tidak percaya bisa menapaki tangga untuk meraihnya," ujarnya dengan perasaan senang.
"Hasil kerja keras ini, saya harap, turut bantu memberi harapan bagi komunitas transgender untuk bisa meningkatkan kualitas hidupnya," lanjutnya Marvia.
Menurutnya, kelompok transgender sudah selayaknya menerima hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat Pakistan lainnya. Tidak ada lagi diskriminasi, dan tidak ada lagi anggapan sebagai gender yang tidak dikehendaki.
Ia menambahkan: "Keluarga saya tahu saya telah menjadi model, dan mereka juga tahu bahwa saya bekerja sebagai pembaca berita. Ini adalah era media sosial, dan tidak ada yang tidak diketahui keluarga saya. Tapi mereka masih tidak mengakui saya," tukasnya berusaha tegar.
Â
Simak video perubahan aktor macho Bollywood menjadi transgender berikut:Â
Kelompok Transgender Sulit Mencari Sumber Penghidupan
Di Pakistan, kelompok transgender kerap mengalami diskriminasi di tengah masyarakat, dan hampir tidak ada peluang bagi mereka untuk mendapat pekerjaan layak.
Hingga pada akhirnya, banyak dari kaum transgender terpaksa mengemis dan terlibat dalam praktik prostitusi, guna mendapatkan uang.
Namun, pada awal bulan ini, Senat Pakistan memberikan suara untuk mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU), yang melindungi hak-hak kelompok transgender. RUU tersebut memungkinkan kelompok transgender menentukan identitas gender mereka sendiri.
Pada Juni 2016, seorang aktivis transgender berusia 23 tahun meninggal setelah penundaan dalam menerima perawatan medis.
Alisha, yang ditembak delapan kali, berada dalam kondisi kritis ketika dirawat di rumah sakit.
Menurut beberapa temanya, staf kesehatan kebingungan memutuskan untuk menempatkan Alisha di bangsal pria atau wanita.
Akibat perdebatan tentang gender, Alisha pun mengalami koma berhari-hari karena telat mendapat pertolongan segera.
Advertisement