Liputan6.com, Singapura - Pemerintah Singapura menggelar rapat besar bersama sejumlah petinggi media sosial, Kamis 22 Maret 2018. Selain Google dan Twitter, salah satu pihak yang paling "menonjol" di antara mereka adalah Facebook. Ini karena isu Cambridge Analytica sedang panas-panasnya.
Suasana tanya-jawab yang digelar dalam rapat parlemen Singapura terkesan kaku, lebih mirip dengan proses pemeriksaan dalam sidang di pengadilan.
Baca Juga
Pertemuan ini dilakukan oleh Komite Khusus guna mencari jalan keluar untuk memerangi kebohongan di dunia maya.
Advertisement
Pihak Facebook yang hadir saat itu ialah Vice President untuk Bidang Kebijakan Publik di Asia Pasifik, Simon Milner. Ia dihujani pertanyaan oleh Menteri Hukum dan Urusan Dalam Negeri Singapura, K. Shanmugam.
Selama hampir tiga jam, Milner menghadapi tekanan pertanyaan demi pertanyaan yang dilancarkan Shanmugam.
Dalam sebuah rekaman yang diunggah oleh pemerintah Singapura, Milner terlihat tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Shanmugam.
Separuh dari waktu jajak pendapat dimanfaatkan Shanmugam untuk mengulik penyebab bobolnya 50 juta data pribadi pengguna Facebook, raksasa media sosial asal Amerika Serikat. Pasalnya, Shanmugam menilai Facebook tidak transparan dalam melindungi data pribadi penggunanya.
Skandal ini terungkap dari pengakuan Christopher Wylie, yang ikut mendirikan perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica. Perusahaan ini memanfaatkan akses terhadap data pengguna Facebook untuk mempengaruhi preferensi pemilih di Pemilihan Presiden AS tahun 2016 yang dimenangi Donald Trump.
Atas kasus tersebut, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, "diserang" kritik dari banyak pihak. Banyak yang menganggap bahwa Facebook gagal melindungi privasi pengguna.
"Tujuan diselenggarakannya rapat ini adalah untuk membahas penyebab tersebarnya kebohongan di ranah daring di Singapura. Saya dan kolega saya, serta pihak lain dalam panel, datang ke sini dan mempersiapkan jawaban tentang topik itu dan membantu komite memahaminya," kata Milner setelah hampir 30 menit dicecar Shanmugam, seperti dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (31/3/2018).
Dalam sesi tanya-jawab yang disiarkan lewat video tersebut, Milner juga mengatakan, "Menurut saya tidak adil menanyakan begitu detail kepada saya tentang fakta-fakta yang disampaikan kolega saya di parlemen lain, di negara lain, tentang aktivitas Facebook di negara yang bersangkutan."
Sebelumnya tim Facebook dipanggil Parlemen Inggris untuk menjawab kasus yang sama: bagaimana mungkin Facebook membiarkan akses data pengguna dimanfaatkan untuk kepentingan politik?
Menteri Shanmugam berkali-kali menepis bantahan yang dilakukan Milner. Semakin sering Milner membantah, semakin detail pertanyaan yang dilancarkan Shanmugam.
"Tanya-jawab di Parlemen Inggris sebelumnya sangat relevan untuk mengeksplorasi seberapa besar kami bisa mempercayai kalian, Facebook dapat dipercayai untuk menjawab pertanyaan saat kami tanyai. Apakah Facebook dapat menjadi mitra yang bisa dipercayai? Apakah Pemerintah Singapura dapat mempercayai Facebook akan menyampaikan kebenaran? Kebenaran sepenuhnya, dan tidak ada hal lain kecuali kebenaran dalam proses di mana saksi-saksi menyampaikan informasi di bawah sumpah," ucap Shanmugam.
"Atau, apakah kamu akan melakukan apa pun yang kamu bisa untuk memberikan jawaban ala pengacara atau jawaban yang disiapkan pengacara?” lanjutnya dengan wajah mengeras.
"Mengapa Facebook tidak secara terbuka mengakui adanya kebobolan data yang digunakan oleh Cambridge Analytica sedini mungkin? Padahal kebobolan data itu terjadi antara tahun 2014-2015. Mengapa baru tahun 2018 setelah adanya pengakuan Wylie, Facebook mengakui hal itu?" imbuhnya lagi.
Berikut ini potongan video saat petinggi Facebook menjawab sejumlah pertanyaan dalam acara tersebut:
Berkaitan Dengan Keamanan Nasional
Selain menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kemampuan Facebook dalam menjalankan kebijakan internal, melindungi privasi pengguna, Shanmugam juga menyampaikan perspektif keamanan nasional Singapura.
"Mengapa kami mencari jawaban-jawaban ini? Karena kami melihat konsekuensi yang kami hadapi berkaitan dengan keamanan nasional," tegasnya.
Shanmugam mengatakan, dengan mendengarkan jawaban petinggi Facebook sebelumnya, termasuk yang dimuat di media massa, sangat jelas bahwa Facebook tidak ingin memutuskan apakah sebuah konten yang diunggah di media sosial itu berisi kebenaran atau kebohongan.
"Atau kalian tidak akan menghapus sesuatu hanya karena informasinya bohong? Kalian tidak mau diregulasi. Kalian lebih memilih meregulasi berdasarkan pedoman internal Facebook," tambah Shanmugam.
Singapura menggelar rapat akbar di parlemen, yang mana menghadirkan menteri terkait dan pelaku industri. Pemerintah setempat berencana menerbitkan aturan hukum untuk memerangi penyebaran berita bohong di dunia maya.
Menghadapi kritik yang mendunia, Pendiri dan CEO Facebook, Mark Zuckerberg, akhirnya meminta maaf. Mark memasang iklan permintaan maaf berisi lima kalimat dengan tandatangannya di koran besar seperti New York Times, Wall Street Journal dan Washington Post.
Advertisement