Sukses

Bantu Korea Utara, 27 Kapal dan 21 Perusahaan Masuk Daftar Hitam DK PBB

DK PBB mengumumkan langkah baru terhadap Korea Utara. 27 kapal, 21 perusahaan, dan satu orang masuk dalam daftar hitam menyusul upaya mereka membantu Korea Utara.

Liputan6.com, New York - Dewan Keamanan PBB mengumumkan langkah-langkah baru terhadap Korea Utara, yaitu memasukkan 27 kapal, 21 perusahaan, dan satu orang ke dalam daftar hitam. Entitas tersebut dituding membantu Korea Utara menghindari sanksi sebelumnya.

Langkah ini meningkatkan tekanan terhadap Korea Utara, menjelang pertemuan puncak antara Kim Jong-un, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Seperti dikutip dari nytimes.com, pada Minggu, (1/4/2018), sejumlah kapal tanker dan kapal kargo yang masuk daftar hitam dilarang bersandar di pelabuhan di seluruh dunia atau aset mereka akan dibekukan. Sementara itu, seluruh perusahaan ekspedisi akan menghadapi pembekuan aset. Sebagian besar nama, sebelumnya telah lebih dulu masuk daftar hitam Kementerian Keuangan AS pada Februari 2018.

Disebutkan bahwa perusahaan yang masuk daftar hitam termasuk 12 yang berpusat di Korea Utara, tiga di Hong Kong, dan dua di China.

Sebagai tanggapan terhadap percepatan program nuklir dan rudal Korea Utara, Dewan Keamanan PBB telah mengadopsi serangkaian resolusi sanksi dalam beberapa tahun terakhir. Sanksi terberat dijatuhkan tahun lalu, melarang ekspor kunci Korea Utara seperti batu bara, makanan laut, dan tekstil serta secara drastis mengurangi jumlah minyak yang diizinkan untuk diimpor ke negara itu.

Belakangan, Korea Utara dituding menggunakan dokumen palsu untuk melanjutkan ekspor batu bara dan impor minyak melalui transfer antar kapal di laut lepas.

"Persetujuan dari paket sanksi bersejarah ini adalah tanda yang jelas bahwa komunitas internasional bersatu dalam upaya kami untuk menjaga tekanan maksimum terhadap rezim Korea Utara," terang Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley.

Haley menegaskan bahwa sanksi terbaru merupakan "paket daftar hitam" terbesar yang menargetkan Korea Utara.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Perkembangan di Semenanjung Korea

Sejumlah analis mengatakan bahwa kemauan Kim Jong-un untuk bertemu dengan Presiden Moon Jae-in dan Donald Trump tak lepas dari keinginannya untuk meringankan sanksi.

Namun, Washington dan sekutunya telah bersumpah akan terus menekan Korea Utara lewat sanksi hingga negara itu berkomitmen untuk denuklirisasi.

Seperti dikutip dari The Guardian pada 29 Maret 2018, jadwal pertemuan antara pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan sudah disepakati, yakni pada 27 April 2018 di Zona Demiliterisasi di Panmunjom. Sementara itu, pertemuan antara Kim Jong-un dengan Trump belum diumumkan detailnya.

Dalam perkembangan lainnya, pekan lalu, Kim Jong-un melakukan lawatan perdananya ke China di mana ia bertatap muka dengan Presiden Xi Jinping.

Sejak akhir November 2017, Pyongyang berhasil menahan diri dari uji coba senjata. Meski demikian, menurut laporan Jane’s Intelligence Review dan the Center for International Security and Cooperation di Stanford University, citra satelit menunjukkan bahwa negara itu tengah "menyalakan" reaktor nuklir baru yang mampu menghasilkan plutonium, salah satu bahan bakar utama yang digunakan dalam senjata nuklir.

Di tengah ketidakpastian situasi di Semenanjung Korea, Kim Jong-un dinilai terus membuka diri. Teranyar, ia diketahui bertemu dengan Ketua Komite Olimpiade Internasional, Thomas Bach. Keduanya bertatap muka di Pyongyang pada Jumat waktu setempat.

Bach menjelaskan bahwa pemimpin Korea Utara tersebut berkomitmen untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Panas 2020 di Tokyo dan Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing. Sebelumnya, Korea Utara lebih dulu telah ikut serta dalam Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan, pada awal tahun ini.