Sukses

Israel Tolak Seruan PBB untuk Selidiki Pembunuhan 16 Warga Palestina

Sekjen PBB, Antonio Guterres, dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini menyerukan agar dilakukan penyelidikan independen atas kematian 16 warga Palestina. Namun Israel menolaknya.

Liputan6.com, Tel Aviv - Israel menolak seruan Sekjen PBB, Antonio Guterres, dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, untuk menyelidiki pembunuhan 16 warga Palestina dalam bentrokan berdarah di perbatasan Jalur Gaza. Penolakan tersebut disampaikan oleh Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Lieberman.

Kepada stasiun radio milik negara, Lieberman menegaskan, tidak akan ada penyelidikan. "Dari sudut pandang (Pasukan Pertahanan Israel atau IDF), mereka melakukan apa yang harus dilakukan. Saya rasa seluruh pasukan kita, layak mendapat pujian," terang Lieberman seperti dikutip dari The Guardian, Senin (2/4/2018).

Israel menuding, kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza, memanfaatkan "kerusuhan yang terjadi untuk menyamarkan teror". Israel juga menyebut bahwa kegaduhan ini menunjukkan upaya serangan terhadap militer mereka di sepanjang perbatasan.

Sementara itu, menurut Israel, informasi yang dirilis otoritas Jalur Gaza yang menyebutkan bahwa lebih dari 750 warga terluka adalah terlalu dibesar-besarkan.

Tindakan tentara Israel yang menewaskan warga Palestina mendapat pujian dari PM Benjamin Netanyahu. Melalui Twitter, pada Sabtu, 31 Maret 2018 ia menyatakan, "Tentara kami melakukan tugas dengan sangat baik. Israel bertindak dengan semangat dan kebulatan tekad untuk melindungi kedaulatan dan keamanan warganya."

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Demonstrasi Enam Minggu

Kekerasan pecah pada Jumat, 30 Maret 2018, ketika demonstran Palestina tengah berdemonstrasi untuk memperingati Hari Tanah Palestina, yaitu hari di mana enam warga Israel keturunan Arab tewas di tangan polisi dan pasukan Israel dalam aksi pada tahun 1976. Unjuk rasa ini menentang rencana pencaplokan tanah Palestina di Galilea seluas 2.000 hektar.

Demonstrasi akan berlangsung selama enam pekan atau dalam istilah lain dikenal dengan sebutan The Great March of Return. Mereka menuntut pengungsi dan keturunannya diizinkan kembali ke rumah keluarga mereka di Israel.

Aksi ini didukung oleh Hamas dan sejumlah faksi politik lainnya di Palestina. Dan setiap Jumat, yang merupakan hari suci bagi umat Islam, jumlah massa yang turun ke jalan jauh lebih besar.

Menurut laporan The Guardian, tidak ada perintah khusus bagi pasukan Israel dalam menghadapi para demonstran, namun seorang Juru Bicara mengatakan bahwa siapapun yang mendekati "perbatasan musuh" merupakan ancaman potensial.

"Orang-orang itu mendekati pagar (perbatasan), mencoba menembus dan masuk, merusak infrastruktur atau menggunakan area itu sebagai tempat beraktivitas berpotensi ditembak," demikian keterangan Letnan Kolonel Peter Lerner dari IDF.

Jalur Gaza telah diblokade selama satu dekade oleh Israel dan Mesir, yang secara ketat mengontrol barang-barang dan orang-orang yang memasuki daerah itu.

Demonstrasi di Jalur Gaza dilaporkan pecah pada dua konsentrasi. Kelompok pertama adalah perempuan dan anak-anak yang berjarak ratusan meter dari pagar perimeter. Sementara, kelompok kedua adalah para pemuda yang lebih dekat dengan pagar pembatas.

Sejauh ini belum ada laporan korban di pihak Israel. Pihak Israel mengklaim 10 dari korban tewas di pihak Palestina berasal dari kelompok Hamas. Namun, Hamas mengonfirmasi hanya lima anggotanya yang meninggal dalam peristiwa itu.

The Great March of Return akan berujung pada peringatan Nakba yang jatuh setiap 15 Mei. Nakba merupakan peringatan tahunan yang menandai pengusiran bangsa Palestina hingga mendorong terbentuknya Israel pada 1948.