Sukses

Facebook Mengaku Produknya Digunakan untuk Menyerang Rohingya

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, mengakui bahwa produk media sosialnya telah digunakan untuk menyerang etnis Rohingya di Myanmar.

Liputan6.com, New York - Pemimpin sekaligus pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, mengatakan perusahaan media sosial itu sadar bahwa perangkatnya telah digunakan untuk menyebarkan propaganda anti-Rohingya di Myanmar.

"Saya ingat, pada suatu Sabtu pagi, saya mendapat telepon dan kami mendeteksi bahwa orang-orang berusaha menyebarkan pesan-pesan sensasional ... ke setiap sisi Konflik, pada dasarnya mengatakan pada Muslim, 'Hei, akan ada pemberontakan umat Buddha, jadi pastikan Anda bersenjata dan pergi ke tempat ini.' Dan kemudian hal yang sama di sisi lain," kata Zuckerberg, sebagaimana dikutip dari The Strait Times pada Rabu (4/4/2018).

Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh situs berita Vox pada Senin, 2 Maret 2018, Zuckerberg mengatakan bahwa Facebook menyadari perannya sebagai medium untuk menyebarkan pesan yang dapat memicu konflik di negara tersebut.

"Saya pikir sudah jelas bahwa orang-orang mencoba menggunakan produk kami untuk menghasut. Sekarang, dalam kasus itu, sistem kami mendeteksinya ... Kami berupaya menghentikan pesan-pesan negatif tersebut," jelas sang bos Facebook.

Serangan pasukan militan di negara bagian Rakhina, pada Agustus lalu, memicu tanggapan keras dari militer Myanmar, yang memaksa sekitar 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.

PBB dan beberapa negara Barat mengatakan penumpasan itu sebagai pembersihan etnis. Tetapi, Myanmar mengatakan pasukannya telah melancarkan kampanye penyerangan yang sah terhadap teroris.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Myanmar Belum Menjadi Pasar Penting bagi Facebook

Sementara itu, pemimpin redaksi Vox, Ezra Klein, yang mewawancarai Mark Zuckerberg, mengatakan bahwa digunakannya Facebook untuk 'mengompori' konflik Rohingya, adalah sebuah hal menyeramkan.

"Salah satu cerita menakutkan yang saya baca tentang Facebook, selama setahun terakhir, adalah bahwa ini telah menjadi sumber propaganda anti-Rohingya di Myanmar, dan dengan demikian menjadi bagian dari pembersihan etnis," ujar Zuckerberg.

Klein bertanya pada Zuckerberg, apakah Facebook terlalu besar untuk mengelola skala globalnya secara efektif.

Dia mengutip komentar Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia Human Rights Watch, bahwa sementara ini, Facebook dominan sebagai sumber berita di Myanmar.

Padahal, negara tersebut belum menjadi pasar yang sangat penting bagi Facebook, yang melihat keseluruhan Asia Tenggara sebagai 'lahan basah'.

Zuckerberg mengatakan, Facebook memang perlu menjadi perusahaan yang lebih global, dan mampu memahami dengan cukup baik perbedaan ekosistem di masing-masing negara.

"Ini adalah tantangan konstan, memastikan bahwa kami menaruh perhatian pada semua orang di banyak masyarakat di seluruh dunia," katanya.