Sukses

Korea Selatan Akan Menjadi 'Teman' dalam Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump

Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Changbeom, mengaku sangat optimis dengan rencana pertemuan antara Korea Utara dan Amerika Serikat.

Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan perdana antara Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, dan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Mei mendatang, memicu optimisme di kalangan komunitas global, tidak terkecuali oleh negeri serumpun Korea Selatan.

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, tampak sangat aktif mengawal isu perdamaian di semenanjung Korea, yang salah satunya melalui inisiatif membentuk tim gabungan dalam agenda Olimpieade Musim Dingin PyeongChang lalu.

"Harapan utama kami (Korea Selatan) tentunya adalah mewujudkan Semenanjung Korea yang damai, dan jalinan persahabatan yang kian erat dengan Korea Utara," ujar Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Changbeom, di Jakarta pada Selasa (10/4/2018).

Menurutnya, berbagai pertemuan yang telah dilakukan antara kedua negara, menunjukkan hasil yang positif.

Namun, untuk kemungkinan hasil apa yang akan didapat nantinya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Korea Selatan dan Korea Utara, Dubes Kim mengaku belum bisa berkata banyak.

"Pembahasan ini nantinya akan cukup sulit, dan Korea Selatan tidak ingin bersikap gegabah. Korea Utara menyanggupi sebagian besar inisiatif yang kami ajukan, dalam beberapa waktu terakhir …. (itu) adalah pencapaian yang baik," jelas Dubes Kim.

"Kita lihat nanti saja, semoga berjalan dengan sangat baik," lanjutnya.

Ketika disinggung mengenai rencana pertemuan antara Kim Jong-un dan Donald Trump pada Mei mendatang, Dubes Kim Changbeom mengatakan bahwa pihaknya di Korea Selatan, akan dengan senang hati mengawal pelaksanaannya.

Menurutnya, Korea Selatan akan bertindak sebagai teman dalam rencana pertemuan bersejarah tersebut.

Namun, ketika Liputan6 menanyakan maksud 'teman' tersebut, Dubes Kim enggan menjelaskan lebih lanjut.

Dubes Kim Changbeom justru menyinggung tentang tanggapan dunia internasional, khususnya negara-negara sahabat -- termasuk Indonesia, yang mendukung dengan positif agenda pertemuan tersebut.

"Saya tidak bisa bilang dampaknya akan seperti apa (ke Indonesia), namun melihat bahwa dunia menaruh pehatian cukup besar terhadap hal ini, maka saya kira hal ini bisa memengaruhi beberapa hal dalam politik global, tapi saya tidak tahu itu akan seperti apa," ujarnya.

 

 

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un Terjadi pada Awal Mei atau Juni

Pertemuan antara Donald Trump dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, akan berlangsung pada Mei atau awal Juni. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Donald Trump.

"Kami akan bertemu dengan mereka pada Mei atau awal Juni, dan saya rasa kedua belah pihak akan saling menghormati dan semoga saja akan tercapai kesepakatan denuklirisasi," ujar Donald Trump di Gedung Putih pada Senin, 9 April 2018, seperti dikutip dari Nypost.com pada Selasa, (10/4/2018).

"Saya harap semoga ini akan menjadi hubungan yang berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya," tegas Presiden ke-45 Amerika Serikat tersebut.

Sebelum Donald Trump mengonfirmasi waktu pertemuan, sejumlah pejabat Amerika Serikat lebih dulu menjelaskan bahwa Korea Utara membuka diri untuk membahas denuklirisasi.

Jika kelak tatap muka antara Kim Jong-un dan Donald Trump benar-benar terjadi, maka sejarah akan mencatat momen itu sebagai pertemuan pertama Presiden Amerika Serikat dengan pemimpin Korea Utara.

Kedua negara dikabarkan telah mengadakan pertemuan rahasia untuk mempersiapkan pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un.

Donald Trump sendiri menyalahkan para pendahulunya karena ia menilai mereka tidak berbuat banyak untuk menyelesaikan perselisihan antara Washington dan Pyongyang.

"Ini seharusnya dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya dan mereka memutuskan untuk tidak melakukannya. Mereka tidak bisa menyelesaikannya. Tapi sebenarnya, ini akan lebih mudah jika dilakukan lima atau 10 atau 20 tahun lalu. Bagaimana pun, pertemuan dengan Korea Utara sedang dipersiapkan. Ini akan sangat menarik bagi dunia," ungkap Donald Trump.

Hubungan antara kedua pemimpin tersebut dinilai kontroversial, khususnya selama tahun pertama pemerintahan Donald Trump. Selama itu, Korea Utara dilaporkan telah meningkatkan program senjatanya serta meluncurkan sejumlah rudal yang membuat Jepang dan Korea Selatan ketar-ketir.

Amerika Serikat membalas tindakan Korea Utara tersebut dengan menjatuhkan sejumlah sanksi. Donald Trump pun pernah mengancam akan merespons penuh Korea Utara jika rezim Kim Jong-un menyerang wilayah negaranya atau sekutunya.