Sukses

Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar Kunjungi Kamp Pengungsi Rohingya

Saat Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar Win Myat Aye berkunjung ke kamp pengungsian Kutupalong, ia sempat berdialog dengan tokoh masyarakat Rohingya.

Liputan6.com, Dhaka - Seorang menteri Myanmar pada hari Rabu, 11 April 2018, mengunjungi salah satu kamp pengungsi warga muslim Rohingya di Bangladesh.

Seperti dikutip dari Channelnewsasia.com, Rabu (11/4/2018), Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar, Win Myat Aye, bertemu dengan 30 tokoh masyarakat Rohingya di kamp pengungsian Kutupalong, dekat dengan perbatasan Kota Cox's Bazar. Sejumlah pengungsi dikabarkan berusaha menjalankan aksi protes atas kedatangan Win Myat Aye.

Seorang pejabat mengatakan bahwa sekelompok pengungsi yang mengadakan protes dilarang membentangkan spanduk yang merinci daftar tuntutan warga Rohingya.

Oleh pejabat Bangladesh dan PBB, Win Myat Aye, diberi penjelasan singkat mengenai situasi di kamp pengungsian yang sangat luas itu.

Kepada Win Myat Aye, para tokoh masyarakat Rohingya menegaskan bahwa "tidak aman bagi mereka untuk kembali".

Ini merupakan pertama kalinya seorang anggota kabinet Myanmar mengunjungi kamp pengungsi yang kotor dan penuh sesak sejak operasi militer dimulai pada Agustus lalu.

Operasi militer Myanmar merupakan respons atas serentetan serangan pemberontak, yang memaksa sekitar 700.000 warga Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh.

Jumlah tersebut menambah daftar panjang pengungsi Rohingya di Bangladesh. Tercatat 300.000 warga Rohingya telah lebih dulu menyelamatkan diri ke Bangladesh.

Pada November 2017, Bangladesh dan Myanmar menandatangani perjanjian untuk memulangkan sekitar 750.000 pengungsi. Myanmar telah menyetujui sejumlah pengungsi untuk dipulangkan. Namun, sejauh ini tak seorang pun yang kembali.

Dugaan kekerasan terhadap warga muslim Rohingya dilaporkan telah lama terjadi. Namun, penindasan pada 2017 dinilai menjadi momentum eksodus massal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Terkait dugaan peristiwa pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran, dan penjarahan yang menimpa warga muslim Rohingya, PBB dan Amerika Serikat menjulukinya sebagai "tindak pembersihan etnis".

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Takut Kembali

Syed Ullah, seorang tokoh masyarakat Rohingya yang bertemu dengan Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar mengatakan, pihaknya marah karena Win Myat Aye menyebut mereka sebagai "orang Bangladesh".

"Kami menunjukkan kartu verifikasi nasional orang tua kami, kami sampaikan bahwa mereka adalah Rohingya yang hidup di Myanmar. Namun, Menteri tetap mengatakan saya orang Bangladesh. Itu benar-benar tidak masuk akal," terang Syed Ullah kepada AFP.

Win Myat Aye masih akan berada di Bangladesh selama dua hari ke depan. Dalam lawatannya, ia dijadwalkan juga akan bertemu dengan sejumlah pejabat Bangladesh di Dhaka.

Banyak pengungsi Rohingya mengatakan mereka takut kembali meski telah tercapai kesepakatan repatriasi, mereka takut tragedi penindasan yang memaksa mereka mengungsi terulang lagi.

Sejak lama, Myanmar memiliki kebijakan yang tidak menganggap Rohingya sebagai warga negara mereka, tetapi imigran gelap dari Bangladesh.

Sekian lama pula, Rohingya menuntut pengakuan kewarganegaraan, akses terhadap kesehatan dan pendidikan, serta jaminan bahwa mereka dapat kembali ke kampung halaman mereka di Rakhine. Bukan ditempatkan di kamp pengungsian.