Liputan6.com, Washington DC - Presiden Donald Trump telah meminta para pejabat di Departemen Pertanian dan Departemen Perdagangan, untuk kembali bergabung dengan Trans-Pasific Partnership atau kemitraan Trans-Pasifik , usai menarik diri tahun lalu karena kebijakan 'America First'.
Menurut salah seorang sumber di Senat AS, hal itu merupakan perubahan visi ekonomi Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Time.com pada Jumat (13/4/2018), para pejabat terkait telah diberikan tugas oleh Presiden Trump, untuk melakukan peninjauan kebijakan dagang AS yang bersinergi dengan kemitraan Trans-Pasifik.
Advertisement
Baca Juga
Donald Trump juga telah mengatakan kepada Perwakilan Perdagangan AS, Robert Lighthizer, dan Kepala Penasihat Ekonomi Larry Kudlow, bahwa ia berkomitmen membuka lebih banyak pasar luar negeri untuk para petani lokal.
"Saya yakin ada banyak hal khusus yang ingin mereka negosiasikan, tetapi presiden berkali-kali menegaskan kembali secara umum kepada kita semua, dan melihat langsung ke Larry Kudlow dan berkata, 'Larry, selesaikanlah," kata Senator dari Negara Bagian Nebraska Ben Sasse, dari Partai Republik.
Sebanyak sebelas negara telah menandatangani kemitraan Trans-Pasifik bulan lalu.
Penolakan Donald Trump terhadap kesepakatan itu memicu pertanyaan besar, apakah proteksi ketat terhadpa pertanian lokal akan menghambat pertumbuhan ekonomi AS.
Pat Roberts, Senator Kansas yang juga ketua Komite Pertanian, Nutrisi dan Kehutanan Senat mengatakan: "Saya sangat terkesan, Trump telah menugaskan Kudlow dan Lighthizer, itu pasti akan menjadi berita baik bagi seluruh negara-negara produsen pertanian."
Simak video pilihan berikut:
Bos IMF Ingatkan Aksi Proteksionisme Bayangi Pertumbuhan Global
Sementara itu, International Monetary Fund (IMF) memperingatkan bahwa aksi proteksionisme dapat mengganggu sistem perdagangan global yang sudah dijalani selama ini.
Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde menuturkan, sistem globalisasi atau perdagangan global yang telah mengubah dunia selama generasi terakhir berisiko lantaran menuju era proteksionisme. Hal itu disampaikan Lagarde saat pidato di Asia Global Institute, Hong Kong.
"Sistem regulasi dan juga tanggung jawab bersama ini akan terancam hancur. Ini akan menjadi kegagalan kebijakan kolektif yang tak bisa dimaafkan," tutur dia, seperti dikutip dari CNBC pada Kamis, 12 April 2018.
Kekhawatiran Lagarde ini dipicu oleh perang dagang yang didorong oleh langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memberlakukan tarif tinggi pada semua impor baja dan aluminium yang datang ke Amerika Serikat.
Hal tersebut dipandang akan memicu pembalasan dari China dan juga dari banyak mitra dagang termasuk Uni Eropa.
Hingga kini, AS dan China telah mengumumkan besaran total tarif yang akan diberlakukan untuk impor barang.
Ekonom menilai, hal tersebut melumpuhkan pertumbuhan ekonomi global dan tenaga kerja. Meski langkah-langkah penerapan tarif impor barang belum diberlakukan, pasar sangat sensitif terhadap perkembangan perdagangan dari dua negara itu.
Advertisement