Sukses

UU Terorisme Arab Saudi Dikritik

Organisasi Amnesti Internasional mengkritik sebuah undang-undang antiteror rahasia yang tengah disusun pemerintah Arab Saudi.

Liputan6.com, Riyad: Organisasi Amnesti Internasional mengkritik sebuah undang-undang antiteror rahasia yang tengah disusun pemerintah Arab Saudi. Undang-undang itu, lanjut Amnesti, jika diberlakukan akan membatasi banyak hal termasuk memberangus aksi unjuk rasa damai. Sejumlah pasal disebutkan berpotensi melanggar hak asasi manusia.

Sejumlah pasal itu termasuk masa penahanan tersangka yang panjang tanpa proses pengadilan, membatasi akses bantuan hukum, dan memperbanyak ancaman hukuman mati. Para tersangka kejahatan terorisme ini setelah ditahan dilarang berhubungan dengan dunia luar selama 120 hari, lebih lama ketimbang perintah pengadilan.

Pemerintah Arab Saudi menegaskan undang-undang itu dirancang untuk menjerat para teroris, bukan mereka yang berbeda pendapat dengan pemerintah. Sejauh ini, pemerintah Arab Saudi belum memberikan komentar resminya soal kekhawatiran Amnesti Internasional ini.

Tetapi seorang pejabat senior Arab Saudi yang tak ingin disebut namanya membenarkan adanya rancangan undang-undang itu, namun menolak berkomentar soal isi undang-undang tersebut. Undang-undang ini juga memperluas definisi kejahatan terorisme dengan memasukkan kegiatan yang dianggap membahayakan reputasi negara dan membahayakan persatuan nasional.

Salah satu kegiatan yang bisa dijerat undang-undang ini adalah mempertanyakan integritas penguasa Arab Saudi. Dan, menurut undang-undang baru ini, pelakunya diancam hukuman penjara minimal selama 10 tahun.

Amnesti mengatakan sejumlah provisi dalam undang-undang itu kontradiktif dengan kewajiban legal kerajaan, termasuk kontradiktif dengan Konvensi PBB melawan penyiksaan. Philip Luther dari The Charity mengatakann undang-undang ini adalah ancaman serius kebebasan perbendapat di Arab Saudi.

"Jika undang-undang ini diberlakukan maka pemerintah akan dengan mudah untuk menuding kegiatan sekecil apapun sebagai aksi terorisme," kata Luther seperti dikutip BBC Indonesia, Jumat (22/7).(ADO)
    Video Terkini