Sukses

Jerman Beli Drone Bersenjata Pertama Rp 15,3 Triliun

Persetujuan pembelian drone bersenjata Jerman yang pertama segera rampung, meski menuai pertentangan politik.

Liputan6.com, Berlin - Jerman sudah hampir merampungkan persetujuan pembelian pesawat drone bersenjata yang pertama, model yang dirancang Israel dari perusahaan raksasa dirgantara Eropa, Airbus.

Persetujuan yang bernilai hampir 900 juta euro atau sekitar Rp 15,3 triliun itu termasuk biaya pelatihan dan pemeliharaannya.

Kendati demikian, seperti dikutip dari VOA News, Minggu (15/4/2018), persetujuan tersebut menuai pertentangan politik. Alasannya, karena kekhawatiran bahwa kepemilikan drone tempur mungkin akan membuat Jerman lebih mungkin untuk turut dalam tindakan militer di luar negeri.

Dalam jawaban tertulis atas pertanyaan dari anggota parlemen partai Kiri yang beroposisi, Andre Hunko, Kementerian Pertahanan Jerman mengatakan kementerian itu berencana menandatangani persetujuan sebelum akhir Mei.

Jawaban pemerintah itu, yang diperoleh Associated Press pada Jumat 13 April malam waktu setempat, menambahkan persetujuan itu memperkirakan penempatan drone Heron TP Jerman sebelum pertengahan tahun 2020.

Persetujuan awal tidak mencakup pembelian persenjataan atau pelatihan mengenai penggunaan senjata tersebut.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

2 dari 2 halaman

Taksi Paduan Drone

Sebelumnya, sebuah perusahaan merencanakan peluncuran alat angkut dengan 18 rotor listrik yang merupakan persilangan antara drone dan helikopter. Rencananya diuji sebagai mesin terbang dalam proyek taksi pada 2018.

Taksi udara itu dikabarkan akan berterbangan mengantar penumpang. Setidaknya, begitulah visi perusahaan pemula E-Volo dari Jerman ketika memamerkan Volocopter 2X.

Dikutip dari Asia One pada Sabtu 8 April 2017, Volocopter memiliki fasilitas 2 tempat duduk. Dengan sistem pengendali oleh pilot menggunakan tongkat joystick.

Menurut E-Volo, Volocopter 2X dikembangkan agar mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang Jerman. Siapa pun yang nantinya memiliki izin khusus akan diperbolehkan menerbangkannya.

Namun demikian, perusahaan itu belum memberikan tanggapan terhadap permohanan perincian lebih jauh yang diajukan oleh CNBC.

Pihak E-Volo sedang mengupayakan mendapatkan registrasi komersial untuk pesawat terbang itu, agar bisa dipakai sebagai alat transportasi penumpang.

Selanjutnya disebutkan bahwa Volocopter 4 kursi sedang dikembangkan dan diharapkan mendapat persetujuan dari otoritas penerbangan Federal Aviation Authority (FAA) di Amerika Serikat (AS) dan European Aviation Safety Agency di Eropa.

Kendaraan sejenis Volocopter memiliki keunggulan kemampuan lepas landas dan mendarat secara tegak (vertical take-off and landing, VTOL), sehingga bisa mengangkasa dan mendarat hanya dalam sebidang kecil permukaan. Cocok untuk kawasan perkotaan.

Untuk diketahui, E-Volo bukan satu-satunya perusahaan yang mencoba taksi dengan sistem VTOL. Ehang dari China telah mengembangkan quadcopter yang oleh pemerintah Uni Emirat Arab disebut-sebut akan mulai terbang di Dubai tahun lalu.

Airbus juga tidak mau ketinggalan. Raksasa dirgantara Eropa itu juga sedang mengembangkan taksi terbang tanpa pilot.