Liputan6.com, Jakarta - Inggris meningkatkan kehadiran militer mereka di lautan Asia Pasifik sepanjang awal tahun 2018, menunjukkan keseriusan Britania Raya untuk memperluas cakupan pengaruh militer dan geo-politik mereka di salah satu kawasan yang kerap menjadi panggung unjuk kekuatan maritim antarnegara dan rute pelayaran tersibuk di dunia.
Hal itu dibuktikan dengan pengiriman tiga kapal perang ke kawasan tersebut dalam rentang waktu Februari - April, antara lain, fregat HMS Sutherland (telah di kawasan sejak Februari), transport-amfibi HMS Albion (baru tiba pada April), dan fregat HMS Argyll (masih dalam perjalanan).
Rencana misi pelayaran ketiga kapal itu telah diungkapkan awal tahun ini, ketika Menteri Pertahanan Inggris, Gavin Williamson, melakukan kunjungan kerja ke salah satu negara sekutu terdekat Britania di Asia Pasifik, Australia.
Advertisement
Dalam keterangan pers di Sydney, Williamson menjelaskan bahwa salah satu misi pelayaran HMS Sutherland ke Asia Pasifik dan Australia adalah demi menegaskan status kebebasan bernavigasi di kawasan Laut China Selatan.
"(Dari Australia) kapal itu akan berlayar melalui Laut China Selatan (untuk menuju Inggris) dan menegaskan bahwa Angkatan Laut kami punya hak untuk melakukan itu," kata Williamson di Australia seperti dikutip dari The Guardian, 14 Februari 2018.
Baca Juga
Dua bulan berlalu, misi dan kapal armada AL Inggris di Asia Pasifik semakin bertambah. Kapal transport-amfibi HMS Albion, yang membawa sekitar 300 Royal Navy dan 200 Royal Marines Commando Inggris, turut merapat ke kawasan tersebut.
Tak hanya sebagai simbolisasi penegasan prinsip kebebasan bernavigasi di Asia Pasifik serta terkhusus Laut China Selatan, kapal-kapal tersebut kini berperan sebagai perpanjangan tangan Inggris untuk mempertegas Resolusi Dewan Keamanan PBB seputar sanksi Korea Utara.
"Sampai Korea Utara memenuhi janji-janji mereka untuk mematuhi sanksi internasional dengan melakukan aksi nyata (menghentikan serta melucuti program rudal dan nuklir), Inggris akan terus bekerja erat dengan mitra di kawasan untuk menekan dan memaksa pematuhan sanksi, demi menjamin keamanan di kawasan dan Inggris sendiri," kata Menhan Williamson mengomentari pengerahan HMS Albion ke Asia Pasifik, seperti dilansir The Independent, 11 April 2018 lalu.
Komentar senada juga diutarakan oleh Kapten HMS Albion (Kol. AL) Tim Neild.
"Pengerahan HMS Albion dalam operasi maritim ini, serta kolaborasi kami dengan sekutu kunci di kawasan, termasuk Indonesia, menunjukkan komitmen kami untuk meneggakkan sanksi-sanksi Resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut (terhadap Korea Utara)," kata Kapten HMS Albion (Kol. AL) Tim Neild di Tanjung Priok, Minggu, 22 April 2018.
Beberapa waktu terakhir, sejumlah negara kerap menangkap basah sejumlah kapal yang melakukan ship-to-ship cargo transfer dengan kapal terafiliasi Korea Utara di kawasan Asia Pasifik.
Aktivitas itu dituding berkontribusi sebagai suplai ekonomi dan komoditas alternatif bagi domestik Korea Utara -- yang mengalami keterbatasan transaksi ekonomi dengan komunitas internasional akibat sanksi yang diterapkan oleh DK PBB. Bahkan, transaksi ilegal itu juga disebut-sebut mendanai proyek rudal dan nuklir Korea Utara.
"Ke mana pun kami pergi dan berlayar, kami punya tanggung jawab untuk menegakkan hukum dan resolusi internasional," tambah Kapten AL Inggris tersebut.
Ada Motif Ekonomi?
Pengerahan kapal-kapal itu juga menunjukkan bahwa AL Inggris akan memiliki armada kapal di wilayah Asia Pasifik untuk pertama kalinya sejak 2013 dan mempertahankan kehadiran yang hampir konstan di sana sepanjang tahun 2018.
Testing the water menjadi istilah yang tepat bagi misi pelayaran HMS Sutherland, HMS Albion, dan HMS Argyll ke Asia Pasifik pada awal tahun ini. Karena diprediksi, Inggris tak akan membatasi diri dengan hanya mengerahkan tiga kapal ke Asia Pasifik.
Britania diperkirakan akan mengirim lebih banyak lagi kapal dengan kapabilitas yang lebih mumpuni, ke kawasan tersebut untuk beberapa waktu ke depan.
Hal itu dibuktikan dengan komentar Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson pada Juli 2017, yang menyatakan niatnya untuk mengirim kapal induk Inggris ke Asia Timur dan Pasifik.
"Salah satu hal pertama yang akan kita lakukan dengan dua kapal induk kolosal baru yang baru saja kita bangun adalah mengirim mereka pada kebebasan operasi navigasi ke kawasan Asia-Pasifik, untuk menegaskan prinsip kebebasan bernavigasi, penegakan hukum internasional, dan mengamankan lalu-lintas vital pelayaran perdagangan dunia," kata Menlu Johnson tahun lalu, seperti dikutip dari The Diplomat, 23 April 2018.
Kepentingan Ekonomi?
Namun, ada satu aspek dalam komentar Boris Johnson tersebut yang patut digarisbawahi seputar misi pelayaran AL Inggris ke kawasan Asia-Pasifik.
Pengamat menilai, komentar Johnson yang menginginkan Inggris berfokus pada 'lalu-lintas pelayaran perdagangan dunia' di Asia Pasifik menunjukkan bahwa operasi kemaritiman itu (dan pada waktu-waktu mendatang) juga memiliki motif ekonomi -- di samping mempertegas kembali pengaruh militer dan geo-politik Britania di kawasan.
"Pasca-Brexit, Inggris kini mervitalisasi kepentingan ekonomi mereka ... menumbuhkan pasar dan mitra dagang baru di luar Eropa. Dan Asia adalah tempat yang potensial -- serta akrab -- bagi Inggris, dengan konsekuensi signifikan di masa depan," kata John Wright, pengamat dari Japan Country Director, International Affairs, Headquarters Pacific Air Forces, AS, seperti dikutip dari The Diplomat.
Sejak tahun lalu, Inggris telah memulai mengkaji kemungkinan untuk bergabung dengan Perjanjian Komprehensif dan Progresif yang dipimpin Jepang untuk Kemitraan Trans-Pasifik, atau yang lebih dikenal sebagai TPP-11. Langkah Inggris pengkajian untuk bergabung dengan kemitraan itu pun dinilai sesuai dengan momentum geo-politik terkini di kawasan.
Inggris memiliki hubungan baik dengan Jepang dan Korea Selatan -- di mana kedua negara merupakan sekutu lama Britania Raya.
Anggota TPP-11 pun tampak terbuka jika seandainya Inggris bergabung dengan kerja sama ekonomi multilateral di Pasifik itu. Karena, London mampu mengisi kekosongan kursi Amerika Serikat yang meninggalkan organisasi tersebut pada awal tahun 2017.
"Partisipasi Inggris dalam TPP-11 dapat memberikan dampak signifikan bagi Inggris, karena organisasi itu memiliki pasar yang sangat dibutuhkan setelah London kehilangan mitra perdagangan dengan Uni Eropa pasca-Brexit," tambah Wright.
Advertisement