Sukses

KPU Afghanistan: Kondisi Tidak Aman Berisiko Menghambat Pelaksanaan Pemilu

Selama seminggu terakhir, telah terjadi serangan teror lebih dari dua kali di Afghanistan.

Liputan6.com, Kabul - Pasca-serangan teror bom bunuh diri di Kabul yang menewaskan 57 orang, dan juga melukai 100 orang lainnya, Komisi Pemilihan Umum Afghanistan mengaku khawatir terhadap menurunnya tingkat keamanan.

Jika tidak segera diatasi, kekhawatiran tersebut berisiko mengurangi partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suaranya pada pemilihan anggota parlemen dan distrik, yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. 

Mengutip laporan VOA Indonesia, Senin (23/4/2018), ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan bunuh diri yang dilakukan pada Minggu, 22 April 2018, di pusat distribusi kartu identitas di kota Kabul.

Saat itu, ratusan orang tengah berkumpul mengajukan pembuatan KTP untuk pemilihan yang akan datang.

Wakil Komisi Pemilihan Umum Afghanistan, Maazullah Dawlati, mengatakan ketidakamanan akan melemahkan moral pemilih dan mengganggu proses demokrasi.

Awal pekan lalu, pejuang Taliban secara paksa menculik tiga pekerja komisi dan dua anggota Pasukan Polisi Nasional Afghanistan dari pusat pendaftaran pemilih di provinsi Ghor, Afghanistan tengah. Mereka dibebaskan minggu lalu setelah para tetua setempat memediasi.

Kementerian Dalam Negeri Afganistan mengatakan Kepolisian Nasional telah melakukan segala upaya maksimal, untuk mengamankan pusat-pusat pendaftaran pemilih. 

Namun, para pakar keamanan menyalahkan badan intelijen Afghanistan atas serangan semacam itu, dan rasa takut akan ketidak-amanan bisa semakin menunda pemilihan anggota parlemen dan distrik. 

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Terjadi Empat Serangan Teror dalam Seminggu Terakhir

Sudah ada setidaknya empat serangan di pusat-pusat seperti itu sejak pendaftaran pemilih berlangsung seminggu lalu.

Serangan hari Minggu 22 April 2018 di Kabul, Afghanistan adalah paling mematikan sejak sedikitnya 100 orang tewas di sebuah distrik yang penuh dengan gedung-gedung pemerintah dan kedutaan besar di bulan Januari.

Menteri Dalam Negeri Afghanistan mengatakan kepada BBC awal tahun ini bahwa baik Taliban dan ISIS menargetkan warga sipil untuk memprovokasi orang terhadap pemerintah dan menciptakan kekacauan.

Pemilihan legislatif akhir tahun ini akan diikuti oleh pemilihan presiden pada 2019.

Penelitian BBC awal tahun ini menemukan bahwa pemerintah Afghanistan memiliki kontrol penuh atas hanya 30% dari negara, dengan sisa negara di bawah ancaman signifikan dari Taliban, dan, pada tingkat lebih rendah, ISIS.

ISIS diketahui tengah melawan pasukan militer Afghanistan dan Taliban untuk mengambil alih negara itu.