Sukses

Donald Trump Mendadak Puji Kim Jong-un

Pujian Donald Trump ini keluar jelang pertemuan keduanya pada akhir Mei atau awal Juni.

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Donald Trump pada Selasa lalu, memuji pemimpin Korea Utara. Ia menyebut Kim Jong-un sosok yang "benar-benar sangat terbuka dan terhomat berdasar apa yang dilihatnya". Pernyataan Donald Trump ini mengemuka jelang tatap muka keduanya yang akan berlangsung pada akhir Mei atau awal Juni.

Namun, Donald Trump tidak merinci lebih lanjut ketika diminta untuk menjelaskan pernyataannya. Ia hanya mengatakan, menanti pertemuannya dengan Kim Jong-un "segera".

"Kami akan mengadakan pertemuan dengan Kim Jong-un dan itu akan terjadi segera. Kami telah diberitahu bahwa mereka menginginkan pertemuan diadakan secepatnya. Diskusi kami sangat baik," kata Donald Trump seperti dikutip dari CNN, Rabu (25/4/2018).

Gedung Putih dinilai berupaya meredam potensi ekspektasi seputar KTT Amerika Serikat-Korea Utara dengan berulang kali mengatakan, AS tidak akan merundingkan konsesi apa pun sampai Pyongyang mengambil langkah konkret menuju penanggalan program nuklir dan rudalnya.

Sekretaris Pers Gedung Putih, Sarah Sanders, sebelumnya pada Senin menekankan bahwa Amerika Serikat tidak naif dalam proses negosiasi dengan Korea Utara dan tidak akan membuat kesalahan seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya.

"Kami tidak akan percaya dengan kata-kata Korea Utara. Kampanye tekanan maksimum akan terus berlanjut sampai ada langkah konkret menuju denuklirisasi. Kami tidak naif dalam proses ini. Kami melihat beberapa langkah sudah di arah yang benar, tapi perjalanan masih panjang," tutur Sanders.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Berbanding Terbalik dengan Fakta

Pujian Donald Trump ke Kim Jong-un, sosok yang pernah dijulukinya "Little Rocket Man" dinilai kontras dengan kenyataan di lapangan, mengingat sejarah dan reputasi kekejaman rezim Korea Utara terkait isu HAM.

"Warga Korea Utara biasanya dikenakan penangkapan karena kejahatan sepele dan dijatuhi hukuman di kamp kerja paksa," demikian diungkapkan John Sifton, direktur advokasi Asia Human Rights Watch.

Sifton mengutip laporan PBB tahun 2014 yang menyebutkan banyak orang yang meninggal di penjara-penjara Korea Utara akibat digebuk, kekurangan gizi atau penyakit yang tidak diobati.

Kisah tentang eksekusi brutal Kim Jong-un telah dimulai sejak ia mengambil alih kekuasaan pada 2011. Ia dilaporkan telah "membersihkan" ratusan pejabat senior di partainya sendiri.

Pada 2016, pejabat tinggi di sektor pendidikan Korea Utara, Kim Yong Jin, dieksekusi oleh regu tembak setelah dia dituding menampilkan "sikap buruk" di Majelis Rakyat Tertinggi negara itu. Lalu Mei 2015, Kim Jong-un memerintahkan Menteri Pertahanannya, Hyon Yong Chol, dieksekusi mati dengan senjata antipesawat di sekolah militer di Pyongyang, di depan penonton.

Para pejabat intelijen Korea Selatan mengatakan Kim Jong-nam secara langsung juga memerintahkan pembunuhan saudara tirinya Kim Jong-nam. Namun, klaim ini ditolak Korea Utara.

Tahun lalu, Donald Trump melayangkan kutukan pada "rezim brutal" Korea Utara pasca-kematian Otto Warmbier (22), seorang mahasiswa Amerika Serikat yang ditahan selama 17 bulan di Korea Utara. Keluarga pemuda itu yakin, Warmbier disiksa hingga tewas.

Kini, tiga warga Amerika Serikat, Kim Hak-song, Kim Sang-duk dan Kim Dong Chul - masih ditahan oleh pemerintah Korea Utara.

Seorang pejabat Amerika Serikat mengatakan pekan lalu, calon Menteri Luar Negeri pilihan Donald Trump, Mike Pompeo, telah mengangkat isu pembebasan warga Amerika Serikat dalam pembicaraan langsungnya dengan Kim Jong-un.

Sementara itu, Donald Trump sendiri menegaskan bahwa pemerintahnya "berjuang dengan sangat tekun" untuk mengembalikan warga Amerika Serikat yang ditahan Korea Utara. Meski demikian tidak jelas apakah pembahasan isu ini terkait dengan perundingan program nuklir Korea.