Liputan6.com, Jakarta - KTT Korea Utara-Korea Selatan menuai reaksi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Indonesia.
Melalui akun Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan bahwa pemerintah mengikuti jalannya KTT Korea Utara-Korea Selatan.
"Indonesia telah mengikuti dengan seksama jalannya KTT Antar-Korea pada hari ini di perbatasan Korea Selatan dan Utara," tulis @Menlu_RI.
Advertisement
Baca Juga
Dalam akun Twitter tersebut Menlu RI juga menyambut baik hasil kesepakatan di pertemuan bersejarah tersebut.
"Indonesia menyambut baik hasil-hasil KTT Antar-Korea ini dan berharap dapat menjadi landasan kuat bagi perdamaian yang langgeng di Semenanjung Korea dan kesejahteraan bagi rakyat di kedua negara," tulis akun resmi @Menlu_RI.
"Indonesia juga berharap KTT Antar-Korea akan menjadi awal dari terwujudnya kawasan bebas senjata nuklir di Semenanjung Korea," tambahnya.
Perhatian dunia saat ini tertuju ke Semenanjung Korea, menyusul peristiwa bersejarah, KTT Korea Utara-Korea Selatan.
Bersejarah, karena hari ini untuk pertama kalinya setelah lebih dari satu dekade, pemimpin kedua negara akan bertemu.
Pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in diawali dengan jabat tangan, kedua pemimpin saling menebar senyum. Setelahnya, mereka saling mempersilakan untuk menginjakkan kaki di wilayah masing-masing negara. Diawali dengan Kim Jong-un yang melangkah lebih dulu ke Selatan, setelahnya disusul Moon Jaen-in yang menginjakkan kaki di Korea Utara. Demikian seperti dikutip dari CNN.
KTT Korea Utara-Korea Selatan berlangsung di Peace House, Zona Demiliterisasi (DMZ), Panmunjom, Korea Selatan.
Saksikan video menarik berikut ini:
3 Agenda Utama
Ada tiga topik utama dalam agenda tersebut: denuklirisasi Semenanjung Korea, pemulihan hubungan bilateral, dan penyelesaian formal Perang Korea yang berakhir hanya dengan gencatan senjata pada 1953 -- membuat kedua negara itu, secara teknis, masih berperang sampai tahun ini.
Isu yang paling penting dari ketiga agenda itu adalah denuklirisasi dan perlucutan senjata nuklir Korea Utara.
Diprediksi, pembahasan atas agenda tersebut akan memberikan hasil positif.
Sinyal-sinyal positif atas hasil agenda tersebut dinilai tercium sejak akhir pekan lalu, di mana Presiden Moon Jae-in mengatakan bahwa Korea Utara telah menyetujui denuklirisasi dan perlucutan senjata.
"(...) Korea Utara sudah mengutarakan komitmen untuk melakukan denuklirisasi secara penuh," kata Presiden Moon Jae-in seperti dikutip dari Hankyoreh pada 21 April 2018.
Moon Jae-in juga mengatakan bahwa Korea Utara bahkan tak mengajukan syarat-syarat spesifik untuk proses denuklirisasi itu.
"Misalnya, seperti meminta AS untuk menarik pasukannya dari Korea Selatan -- US Forces Korea -- sebagai pra-syarat denukliriasi, yang jelas-jelas akan ditolak oleh Amerika," kata Moon.
"Korea Utara tidak meminta hal itu," lanjutnya.
Di sisi lain, pada Sabtu pekan lalu, Kim Jong-un juga menegaskan bahwa Korea Utara 'tak perlu lagi menguji kemampuan persenjataannya', menambah sinyal-sinyal positif atas agenda denuklirisasi dan perlucutan.
Namun, para analis menilai optimisme itu dengan sedikit skeptis, mengatakan bahwa denuklirisasi kemungkinan akan menjadi titik paling alot dalam pembicaraan dan Kim Jong-un mungkin tidak benar-benar akan mempertimbangkan denuklirisasi dan perlucutan.
Dan bahkan jika Korea Utara setuju untuk denuklirisasi, kita tidak tahu berapa banyak senjata nuklir yang dimilikinya atau di mana mereka berada.
Advertisement