Sukses

Perjanjian Damai Korsel-Korut Segera Satukan Kembali Keluarga yang Terpisah

Reconnection, atau penyatuan kembali tali darah, menjadi salah satu agenda utama yang segera diwujudkan pascaperjanjian damai Korea Selatan dan Korea Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah ditandatanganinya dokumen perjanjian damai bertajuk "Panmunjom Declaration for Peace, Prosperity and Unification on the Korean Peninsula" pada Jumat, 27 April 2018, Korea Utara dan Korea Selatan kini bersiap melanjutkan pembahasan mengenai eksekusinya.

Salah satu topik yang kembali disinggung terkait cita-cita persatuan Semenanjung Korea adalah reconnection banyak keluarga, yang terpisah oleh garis perbatasan sejak diberlakukannya gencatan senjata pada 1953 silam.

Menurut Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang-beom, penyatuan kembali ratusan keluarga yang terpisah oleh Perang Korea akan menjadi salah satu agenda yang segera dilaksanakan dalam waktu dekat.

"Kami sedang membahas tahapan-tahapan untuk melakukan reconnection terhadap, jika saya tidak salah, lebih dari seribu keluarga di Selatan dan Utara. Kami harus menunggu verifikasi data dari Palang Merah Internasional," ujar Dubes Chang-beom di Jakarta, Senin (30/4/2018).

Menurutnya, penyatuan kembali para keluarga Korea yang terpisah garis perbatasan adalah isu yang sensitif. Dibutuhkan lokasi yang proporsional guna mengakomodasi agenda emosional tersebut.

Kompleks Resort Mount Kumgang, yang sempat dikelola bersama antara Utara dan Selatan selama hampir satu dekade sejak 2002, terakhir kali mengakomodasi agenda reconnection pada 2015.

Kala itu, sekitar 250 orang lansia asal Korea Selatan diizinkan berkunjung ke Mount Kumgang untuk bertemu kembali dengan saudara mereka yang telah terpisah puluhan tahun lamanya.

Namun setelahnya, tidak pernah ada lagi agenda serupa yang diakomodasi oleh kedua negara.

Chang-beom berujar bahwa agenda reconnection sempat hampir dibuat menjadi agenda tahunan, tetapi karena beberapa hal, akhirnya urung digelar.

"Reconnection akan menjadi penanda kembali eratnya hubungan Utara dan Selatan. Karena budaya leluhur kami berakar dari nilai keluarga, kami berharap segala upaya yang dilakukan oleh Presiden Moon Jae-in dan Chairman Kim Jong-un, akan benar-benar membawa dampak positif bagi kemajuan Semenanjung Korea, untuk saat ini, dan di masa depan," jelas Dubes Chang-beom.

Adapun peran Palang Merah Internasional, menurut Chang-beom, adalah untuk memberikan kejelasan data mengenai keluarga mana saja yang terpisah, baik di Korea Utara maupun di Korea Selatan.

Selain itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk membantu menyaring risiko-risiko buruk, yang bisa merugikan agenda reconnection, dan juga kepentingan masing-masing negara.

"Perjanjian damai di Panmunjon adalah awal, bukan hasil akhir. Hal ini berarti dibutuhkan koordinasi yang lebih serius, dan juga terintegrasi antarkedua belah pihak, dalam menstabilkan situasi di perbatasan. Setelahnya, baru agenda reconnection dapat dilaksanakan, dengan harapan mampu mengakomodasi banyak keluarga yang terpisah," kata Dubes Chang-beom menjelaskan.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

2 dari 2 halaman

Mengaktifkan Kembali Jalur Rel

Berkaitan dengan isu reconnection, Dubes Chang-beom juga sedikit menyinggung tentang fasilitas penghubung kedua negara, yakni sarana transportasi.

Salah satu agenda kedua negara adalah mengaktifkan kembali jaringan rel yang menghubungkan Korea Utara dan Selatan.

Hal ini disampaikan secara jelas dalam kesepakatan Panmunjom Declaration for Peace, Prosperity and Reunification yang berbunyi, "mengambil langkah-langkah praktis untuk menghubungkan dan memodernisasi jalur rel kereta Donghae dan Gyeongui".

"Benar, jalur kereta yang terbengkalai, telah dipugar secara berkala sejak beberapa tahun terakhir. Presiden Moon Jae-in berharap jalur tersebut dapat memudahkan akses komunikasi antara Utara dan Selatan. Saya belum tahu banyak tentang kapan jalur kereta akan dibuka kembali, namun pemerintah kami optimistis hal itu terlaksana (dalam) satu atau dua tahun mendatang,” ujar Dubes Chang-beom menjelaskan.

Menurutnya, jalur kereta memberikan opsi yang lebih leluasa, sekaligus tetap berada dalam kontrol pelaksana dari masing-masing negara.

Adapun untuk penerbangan langsung dari Seoul ke Pyongyang, Dubes Chang-beom mengaku tidak bisa menyebut perkiraan pastinya.

Hal tersebut disebabkan harus melewati banyak tahapan kompleks, seperti registrasi di lembaga aviasi internasional, pembukaan kode akses penerbangan, pengaturan radar terbang, dan lain sebagainya.

"Kami tentu senang jika ada penerbangan langsung seperti itu. Tapi, fokus saat ini belum mengarah ke situ," ujar Dubes Chang-beom.